2020-09-27

Pendekatan Objektif pada Cepren “Hadiah Ulang Tahun” Karya Dadang Ari Murtono Terbitan Koran Media Indonesia


A.     PENDAHULUAN

            Karya sastra merupakan wadah seni menampilkan keindahan lewat penggunaan bahasa yang menarik, bervariasi, dan penuh imajinasi (Keraf, 2002:115). Tidak hanya itu, karya sastra juga memberikan pengetahuan tentang berbagai hal yang mungkin saja belum diketahui pembaca. Sastra merupakan sarana yang digunakan pengarang yang berisi ide dan gagasan terhadap karya seni. Seperti halnya cerpen sebagai karya sastra.

            Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra berbentuk prosa dengan kisahan yang pendek dengan kesan tunggal dan terpusat pada satu tokoh dalam suatu situasi. Pada makalah ini, mencoba untu mengkaji sebuah cerpen dengan pendekatan objektif. 

            Menurut Ratna (2011:73), pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Dengan pendekatan objektif, karya satra dianggap sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, lepas dari hal yang berada di luar unsur intrinsik.

            Mengenai unsur intrinsik karya sastra, khususnya dalam prosa yang meliputi: novel, cerpen, cerbung, agaknya para ahli sastra belum ada kesepakatan mengenai bagian apa saja yang harus dianalisis dalam unsur intrinsik tersebut. Menurut Ratna (2011:93), unsur intrinsik prosa meliputi: tema, peristwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan tau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa. Menurut Saad dalam Lukman Ali (1967:116-120), unsur intriksik prosa meliputi: Tokoh, alur, latar, dan pusat pengisahan. Menurut Harjito (2007:2-11), intrinsik prosa meliputi: tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan.

            Masih mengenai bagian dari unsur intrinsik prosa, menurut  Endraswara (2008:52) meliputi: ide, tema, plot, latar, watak, tokoh, gaya bahasa. Menurut Nuryatin (2010:4) unsur intrinsik cerpen mencakup: tema, penokohan, alur, latar, pusat pengisahan/sudut pandang, dan gaya cerita. Dari berbagai pendapat para pakar ilmu sastra tersebut, disimpulkan secara garis besar unsur intrinsik cerpen adalah: tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, amanat, dan gaya bahasa.

            Cerpen “Hadiah Ulang Tahun” terbitan koran Media Indonesia pada tanggal 24 September 2017 ini merupakan karya Dadang Ari Murtono. Alasan pemilihan  cerpen ini merupakan bagian dari tugas UTS mata kuliah Kritik Sastra. Dadang Ari Murtono merupakan penulis yang telah menerbitkan sejumlah buku berjudul Wisata Buang Cinta (2013) dan Adakah Bagian dari Cinta yang belum Pernah Menyakitimu (2015). Buku puisinya berjudul Ludruk Kedua (2016)

 

 

B.    RUMUSAN MASALAH

            Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah analisis karya sastra dengan pendekatan objektif pada cerpen “Pengemis dan Shalawat Badar”?

 

    C.  Teori

1.    Tema

            Nuryatin (2010:4), mengatakan  “tema adalah ide sentral sebuah cerita. Tema cerpen ialah dasar cerita, yaitu konsep atau  ide atau gagasan yang menjadi dasar diciptakannya sebuah cerita”.

            “Cerpen harus mempunyai tema atau dasar. Dengan dasar itu pengarang dapat melukiskan watak-watak dari orang yang diceritakan dalam cerpen itu dengan maksud yang tertentu, demikian juga segala kejadian  yang dirangkaikan berputar kepada dasar itu”, demikian yang dikatakan Lubis dalam Nuryatin (2010:4).

            Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Nurgiyantoro (2010:25), tema adalah sesuatu yang menjdi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagaianya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka disimpulkan bahwa tema adalah sesuatu hal dari karya sastra yang menjadi dasar penceritaan dan dasar diciptakaanya karya sastra itu.

 

2.    Tokoh dan Penokohan

            “Tokoh ialah pelaku rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di pelbagai peristiwa” (Harjito, 2007:4).

            Abrams dalam Nurgiyantoro (2010:165), mengatakan “tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan”.

            Sejalan dengan pendapat tesebut Nuryatin (2010:7), mengatakan  “tokoh adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan”.

            Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah seluruh pelaku yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi.

            Penokohan menurut Lubis dalam Nuryatin (2010:8) ialah gambaran rupa atau watak lakon. Masih dalam Nuryatin (2010:8), menurut Yudiono penokohan adalah cara menampilkan tokoh-tokoh. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2010:165), mengatakan “penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita”. Dari pendapat-pendapat tersebut, disimpulkan bahwa penokohan adalah cara penampilan atau pelukisan mengenai tokoh-tokoh di dalam cerita.

            Pelukisan tokoh tersebut bisa secara analitik maupun dramatik. Harjito (2007:6) menyebutkan bahwa penokohan seperti berikut.

                        Penokohan secara umum ada dua cara yaitu analitik dan dramatik. Disebut analitik kalau pengarangnya menyebut watak dan perangai sang tokoh secara langsung apa adanya atau secara tersurat. Disebut cara dramatik bila pembaca mesti menyimpulkan sendiri bagaimana sifat sang tokoh. Pembaca mesti menyimpulkan sendiri karena pengarang yang menyebutkan secara tersirat mengenai perangai sang tokoh.

            Berdasarkan pendapat tersebut, disimpulkan bahwa pelukisan tokoh secara analitik adalah apabila pengarang menggambarkan sifat tokoh secara tersurat di dalam teks. Sedangkan pelukisan tokoh secara dramatik adalah apabila pengarang hanya menggambarkan sifat tokoh dalam cerita secara tersirat, yaitu tidak tertulis dalam teks cerita.

 

3.    Alur

            Alur ialah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain, demikian yang dikemukakan Luxemburg dalam Harjito (1986:8).

            Menurut Santosa dan Wahyuningtyas (2010:4), secara sederhana alur dapat didefinisikan sebagai sebuah rangkaian cerita dalam cerpen yang menunjukkan hubungan sebab akibat.

            Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Nuryatin (2010:10), “alur adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita”.

            Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dismpulkan bahwa alur adalah rangkaian sambung sinambung cerita yang menunjukkan peralihan dari satu keadaan ke keadaan lain.

            Nurgiyantoro (2010:116), mengatakan ”peristiwa, konflik, dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah alur/plot cerita”.

            Berdasarkan hukum Aristoteles, dalam Nuryatin (2010:10), “sebuah alur/plot  terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap awal (beginning), tahap tengah, (middle) dan tahap akhir(end)”.

            Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Nuryatin (2010:10), pada tahap awal cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan, berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya, khususunya berkaitan dengan pelataran dan penokohan, serta konflik yang melibatkan tokoh. Selanjutnya tahap tengah disebut juga tahap pertikaian, menampilkan konflik yang sudah mulai dibangun pada tahap awal, konflik menjadi semakin meningkat sampai klimaks atau puncak. Tahap akhir disebut juga tahap peleraian, yaitu menampilkan adegan tertentu yang merupakan penyelesaian dari konflik yang terjadi pada klimaks.

            Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, disimpulkan bahwa alur memiliki tiga tahap, (1) awal, meliputi perkenalan tokoh, latar, dan awalan konflik dalam cerita; (2) tengah, meliputi pertikaian puncak dari konflik cerita; (3) akhir, merupakan penyelesaian dari jalannya cerita.

 

4.    Latar

            Harjito (2007:10), mengatakan “latar adalah segala petunjuk, keterangan, acuan yang berkait dengan waktu, ruang, suasana terjadinya peristiwa”.

            Menurut Nurgiyantoro (2010:227), “unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial”.

            Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Nuryatin (2010:13), Latar adalah gambaran tentang tempat, waktu atau masa, dan kondisi socialterjadinya cerita. Itu berarti bahwa latar terdiri atas latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. (1) latar tempat, menunjuk pada tempat atau lokasi terjadinya cerita, (2) latar waktu atau masa menunjuk pada kapan atau bilamana cerita itu terjadi, dan (3) latar sosial menunjuk pada kondisi sosial yang melingkupi terjadinya cerita.

            Berdasarkan pendapat tersebut, disimpulkan bahwa latar dalam cerita memiliki tiga jenis, (1) latar tempat, adalah bagian cerita yang menunjukkan tempat terjadinya peristiwa; (2) latar waktu, adalah bagian cerita yang menunjukkan waktu terjadinya peristiwa; (3) latar sosial, adalah bagian cerita yang menunjukkan keadaan sosial yang terjadi  di dalam peristiwa.

 

5.    Amanat

            Nuryatin (2010:5), mengatakan “amanat dapat diartikan sebagai pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca”.

            Menurut Sudjiman dalam Harjito (2007:4), “amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang disampaikan pengarang di dalam karya sastra”.

            Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Nurgiyantoro (2010:321), “moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan, unsur amanat itu, sebenarnya, merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan”.

            Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka disimpulkan bahwa amanat adalah pesan berupa ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Pesan berupa ajaran moral meliputi: 1) Religius, 2) sikap baik, 3) keadilan, 4) kejujuran, dan 5) kerendahan hati

            Penyampaian amanat bisa dilakukan pegarang secara tersurat maupun tersirat. Yaitu sejalan dengan pendapat Nuryatin (2010:5), cara pertama amanat disampaikan secara tersurat. maksudnya pesan yang hendak disampaikan oleh penulis ditulis secara langsung di dalam cerpen. Biasanya diletakkan pada bagian akhir cerpen, dalam hal ini pembaca dapat langsung mengetahui pesan yang disampaikan oleh penulis. Cara yang kedua adalah amanat disampaiakan secara tersirat, maksudnya pesan tidak dituliskan secara langsung di dalam teks cerpen, melainkan disampaikan melalui unsur-unsur cerpen. Pembaca diharapkan dapat menyimpulkan sendiri pesan yang terkandung di dalam cerpen  yang dibacanya.

 

6.    Gaya Bahasa

            Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2010: 276) gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Nurgiyantoro (2010:276), gaya bahasa ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain. Menurut Endraswara (2008:75), Gaya bahasa adalah bahasa yang telah dicipta dan bahkan direkayasa untuk mewakili ide sastrawan.

            Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah pilihan kata yang digunakan sastrawan atau pengarang untuk menuangkan ide dalam karya sastra.

 


D.    PEMBAHASAN

 

            Dalam cerpen ini menceritakan seoarang gadis kecil yang bernama srikati mendapatkan hadiah ulang tahun ke-13 berupa lukisan oleh bapaknya. Bapak srikanti membeli lukisan ini dari seorang temannya yang bekerja sebagai pemasok. Lukisan itu berupa gambar permandangan pandai di sore haru yang juga terdapat gambar perahu ditumpangi sorang anak laki-laki, seekor paus dan karang serja hutan di sisi kanan kiri lukisan.

            Srikanti tidak menginginkan lukisan itu, ia ingin hadiah sebuah android baru dan juga ia memang tidak menyukai sebuah lukisan ia lebih memilih sebuah poster begambar arti korea untuk ia pajang di dinding kamarnya.

            Bapak Srikanti bersikeras untuk memajang lukisan itu di dalam kamar Srikanti walaupun Srikanti menolaknya. Karena Srikanti tidak menyukai lukisan itu, ia tidak sengaja merobek lukisan dengan kukunya. Akibat robekan, lukisan itu hidup dan Srikanti masuk ke delam lukisan. Di dalam lukisan, Srikanti merasak nyata. Namun Srikanti masih tidak percaya, ia merasa itu Cuma mimpi karena Srikanti terbangun dari kejadian yang tidak dapat ia jelaskan.

            Esoknya Srikanti mencoba merobok lukisan itu dengan kelima kukunya. Robekan itu sangat besar dan membuat isi di dalam lukisan melimpah ke kamar Srikanti.

            Berdasarkan cerita tersebut disimpulkan bahwa tema dari cerpen “Hadiah Ulang Tahun” adalah lukisan yang hidup. Karena konflik yang lebih menonjol dari cerpen tersebut terdapat saat Srikanti dan lukisannya.

            Cerpen ini memiliki alur cerita maju, dimana ceritanya dimulai saat Srikanti mendapat hadiah dan dilanjutkan dengan kejadian-kejadian yang dialami Srikanti dengan lukisannya.

            Srikanti sebagai tokoh utama di dalam cerpen ini karena ceritanya lebih memfokuskan apa yang dialami oleh Srikanti. Juga terdapat tokoh lainnya yaitu Bapak Srikanti dan juga teman Bapak Srikanti yaitu Seorang Pemasok. Srikanti memiliki sifat manja, dapat dilihat saat Srikanti menolak menerima hadiah dan ingin meminta hadiah lain.

            Untuk latar, cerpen ini hanya bercerita dengan suasana kondisi di dalam rumah tepatnya di dalam kamar Srikanti juga terdapat suasana pantai. suasana pantai ini diceritakan saat Srikanti masuk kedalam lukisan.

            Penulisan yang dipakai oleh penulisa dalam cerpen ini sangat alus, dimana tulisan-tulisan ini mudah dipahami oleh pembaca khusunya untuk remaja karena cerpen ini ditujukan oleh pembaca remaja.

            Cerpen ini memiliki amanat yang menyinggung anak remaja sekarang yaitu remaja yang lebih menyukai poster artis-artis korea daripada lukisan-lukisan yang memiliki karya seni. Dalam cerpen ini penulisa memberi tahu bahwa sebuah lukisan itu memiliki nilai kehidupan yang dapat dirasakan oleh penikmatnya.

 


E.    DAFTAR PUSTAKA

 

Harjito. 2007. Melek Sastra. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada             Press.

Nuryatin, Agus. 2010. Mengabdikan Pengalaman dalam Cerpen. Semarang:             Yayasan  Adhigama

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.             Yogyakarta:    Pustaka Pelajar.

Murtono, Dadang Ari. 2017. “Hadiah Ulang Tahun”. Media Indonesia, 24             Seeptember     2017. Jakarta.

Previous Post
Next Post

0 Comments: