Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan umumnya mencakup cara berpikir dan cara berlaku yang merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu. Budaya terbentuk dari banyak unsur meliputi, sistem bahasa, pengetahuan, teknologi, kesenian, mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem religi.
Karya satra merupakan bagian dari kebudayaan. Kelahirannya di tengah masyarakat tidak luput dari pengaruh budaya. Karya sastra merupakan gambaran kehidupan yang merupakan hasil pemikiran seorang tentang kehidupan yang berbentuk fiksi dan diciptakan pengarang untuk memperluas dan memperdalam penghayatan pembaca terhadap sisi kehidupan yang disajikan.
Salah satu karya sastra yang mengambarkan suatu budaya yaitu novel Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan. Novel ini mengambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau pada umumnya.
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu seni yang terdapat suku Minangkabau yang lain adalah seni kesusatraan dan seni bangunan.
Penggambaran kesenian yang temukan dalam novel Rinai Kabut Singgalang ialah seni bela diri. Hal itu tergambar pada tokoh pemuda Minang di Kajai yang hendak mengambil pisau dari tangan Mak Syafri yang sedang mengamuk di pasar. Mak Syafri mencoba mencelakakan orang yang ada di pasar dengan pisaunya, untunglah ada beberapa pemuda yang pandai silat dapat melumpuhkannya. Setiap pemuda Minang dibekali seni bela diri yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Silat atau yang biasa disebut Silek dalam bahasa Minangkabau mempunyai dua tujuan yaitu ilmu bela diri menghadapi serangan musuh dan sebagai pertahanan negeri. Hal ini didasari keadaan Minangkabau yang pada masa dahulu merupakan daerah subur penghasil rempah-rempah dan mengundang kedatangan pihak lain untuk menguasainya. Seni bela diri ini diajarkan oleh guru silat terlatih dan biasanya diajarkan di tanah lapang atau pelataran surau.
Selain itu, seni yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau adalah seni sastra. Seni sastra menjadi bentuk seni yang paling menonjol. Seni sastra tersebut sering juga diungkapkan secara lisan atau sering juga disebut sebagai sastra lisan, seperti kaba (cerita), syair, pepatah, dan pantun. Banyak sastrawan dan penyair terkenal asalnya dari Minangkabau, seperti, Taufiq Ismail, A.A Navis, dsb. Memang Minangkabau sebagai ranah yang banyak melahirkan penulis-penulis hebat .
Begitu juga dengan tokoh utama Fikri dalam novel Rinai Kabut Singgalang. Ia menjadi penulis hebat berkat tulisannya yang mengangkat kisah pilu kehidupannya. Karangan yang ia tulis banyak terinspirasi oleh gaya penulisan Buya Hamka, sastrawan besar asal Sumatera Barat yang terkenal. Bingkisan buku yang dihadiahkan Yusuf sahabatnya bserupa roman Buya Hamkalah yang menjadi bahan bacaannya pada waktu senggang. Awal ia mulai menulis disaat begitu banyaknya penderitaan hidup yang berubi-tubi dialaminya, mulai dari ayahnya meninggal, ibunya meninggal, adik tercinta yang dilamun tsunami, hingga ditinggal pergi kekasih hatinya Rahima yang ia tuliskan dalam buku hariannya. Hari ke hari, penderitaan demi penderitaan yang ia tanggungkan menjadikan ia semakin giat dan terlatih menulis. Karangan-karangannya banyak disukai orang karena sangat menyentuh dan diciptakan hasil pengalamannya sendiri. Dengan menulis, ternyata membawa berkah bagi dirinya, namanya kian dikenal orang, rezeki pun mengalir bagai air.
Novel Rinai Kabut Singgalang merupakan novel yang bernuasa Minangkabau. Kita disuguhkan segala polemik kehidupan di Minangkabu. Novel yang apabila dibaca oleh perantau akan menimbulkan rasa rindu untuk pulang kampung. Nuansa Minangkabau yang dicampur dengan polemik percintaan juga menambah hidup novel ini. Novel ini cocok dibaca untuk seluruh kalangan, jalan cerita dengan dengan penulisan yang halus membuat novel ini mudah dipahami.