2020-11-06

Penelitian Saluang Pauah di Kampung Wisata Palito Nyalo

 


BAB I
PENDAHULUAN

 

1.1.   Latar Belakang

                        Sastra lisan merupakan salah satu bentuk kebudayaan daerah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Di Minangkabau sendiri, di setiap daerahnya memiliki sastra lisan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan banyak hal, mulai dari kebutuhan, faktor geografis dan faktor lainnya. Sastra lisan Minangkabau mempunyai semacam arogansi nagari, artinya suatu genre yang terdapat di suatu daerah tidak bisa dikembangkan didaerah lainnya, tetapi daerah lain itu dapat mengapresiasi genre itu dengan baik, bahkan mengundangnya untuk dipertunjukkan didaerahnya (yang bukan daerah asalnya). Contohnya Saluang pauh, genre ini hanya dikembangkan di Padang khususnya di daerah  Pauah, akan tetapi masyarakat minang mengapresiasikan hampir merata. Oleh karena itu, orang bersedia mengundang Saluang Pauah ke nagarinya. Walaupun mereka dapat mendendangkan Saluang Pauah tersebut tetap ada konsep bahwa Saluang Pauah tersebut milik orang Padang. Sastra lisan Minangkabau biasanya dapat disaksikan di lingkungan masyarakat pada malam hari, karena pada malam harilah masyarakat yang bisa meluangkan waktu setelah bekerja seharian.
                  Asal mula Saluang Pauah berawal disaat seorang pengembala kerbau membawa ternaknya ke rimba/hutan untuk di ajak berkeliling dan mencari makan sambil menunggu petang. Pengembalapun memainkan saluang dengan bunyi yang khas. Jadi Saluang Pauah ini berawal dari seorang pengembala kerbau yang mengisi waktu luangnya dengan bermain saluang.
Saluang merupakan tradisi lisan yang berpedoman kepada alam. Ceritanya berupa semua nasehat seperti nasehat adat, masyarakat, dan lain-lain. Saluang Pauah ini, berguna untuk menyampaikan pesan dan kesan dalam kehidupan agar lebih bermakna dan memperbaiki sikap. Syair yang disampaikan pun biasanya menceritakan sesuatu kejadian yang pernah terjadi.
                 
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatera Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahan angok (menyisihkan napas). Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki ciri khas tersendiri. Contoh dari ciri khas itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah.


1.2.      Rumusan Masalah

- Apa itu Saluang Pauah?
- Bagaimana asal mula Saluang Pauah?
- Bagaimana cara memainkan Saluang Pauah?
- Bagaimana transkripsi hasil penelitian Saluang Pauah?


1.3.      Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui dan memahami apa itu Saluang Pauah
- Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asal mula Saluang Pauah
- Untuk mengetahui bagaimana cara memainkan Saluang Pauah
- Untuk mempelajari dan memahami bagaimana transkripsi hasil penelitian Saluang Pauah       


1.4.      Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini mahasiswa dapat mengenal dan mempelajari sejarah Saluang Pauah. Bahwasanya pada zaman sekarang ini yang serba modern masih terdapat pementasan Saluang Pauah. Sehingga nilai-nilai yang terdapat dalam Saluang Pauah tidak hilang begitu saja ditelan zaman dan juga menimbulkan generasi baru bagi penerus Saluang Pauah pada sekarang ini.



 

 

 

 

BAB II
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

 

2.1.      Jadwal dan Tempat Penelitian
            Penelitian mata kuliah sastra lisan mengenai Saluang Pauah dilaksanakan pada:
                        Hari/tanggal : Senin, 9 Mei 2016
                        Waktu           : 22.30 - 01.00 WIB
                        Tempat         : Kampung Wisata, Palito Nyalo
                                                Limau Manis, Kecamatan Pauh.

 

2.2.      Metode Penelitian
            Metode penelitian merupakan langkah penting dalam penelitian sastra lisan tentang Saluang Pauah ini. Di dalam kegiatan
penelitian ini kami melakukan pengamatan, perekaman, mentranskripsi, penganalisisan, dan melakukan penyimpulan data terhadap tuturan narasumber. Langkah-langkah pengumpulan data penelitian sastra lisan adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan (Observasi)
           
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengamatan disertai dengan perekaman data. Kegiatan penelitian Saluang Pauah yang akan dijadikan bahan penelitian direkam terlebih dahulu. Ketika sedang melakukan pengamatan langsung dicatat apa saja yang di tuturkan oleh pendendang dan bagaimana permainannya. 
2. Wawancara
            Wawancara dilakukan setelah kegiatan Saluang Pauah selesai dilaksanakan. Wawancara dilakukan oleh 2 orang perwakilan dari mahasiswa sastra indonesia. Narasumber yang diwawancarai adalah pendendang dan pemain saluang.

 

 

 

2.3.      Data Informan


* Informan 1
            - Nama               : Dasarcan
            - Umur               : 67 tahun
            - Pekerjaan        : Petani
            - Sebagai           : Pendendang

* Informan 2
            -Nama                 : Pono (Rajo Sutan)
            - Umur                : 74 tahun
            - Pekerjaan lain   : Petani
            - Sebagai             : Pemain saluang





 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
ANALISIS

 

Saluang merupakan tradisi lisan yang berpedoman kepada alam, ceritanya berupa semua nasehat seperti nasehat adat, masyarakat, dan lain-lain. Saluang Pauah ini berguna untuk menyampaikan pesan dan kesan dalam kehidupan akan lebih baik bermakna dan memperbaiki sikap. Syair yang disampaikanpun biasanya menceritakan suatu kejadian yang pernah terjadi.
            Cerita yang didengarkan selalu dikondisikan dengan situasi keadaan dimana Saluang Pauah ini dimainkan, namun cerita yang akan di dengarkan telah dipersiapkan jauh hari sebelum ditampilkan. Cerita yang dimainkan tidak hanya menampilkan dari satu permintaan akan tetapi mengumpulkan beberapa permintaan lalu dikembangkan menjadi sebuah syair. Biasanya pendendang akan mencari pantun terlebih dahulu dan dikembangkan menjadi sebuah dendang.
            Asal mula Saluang Pauah ini berawal disaat seorang pengembala kerbau membawa ternaknya ke rimba/hutan untuk di ajak berkeliling dan mencari makan sambil menunggu petang. Pengembalapun memainkan saluang dengan  bunyi yang khas. Jadi Saluang Pauah ini berawal dari seorang pengembala kerbau yang mengisi waktu luangnya dengan bermain saluang disaat membawa kerbau ke hutan.
            Adapun beda Saluang Pauah dengan yang lain yaitu:
1. Bentuk dari Saluang Pauah ini pendek, memakai satu buku diantara ruas yang diselubungi guna pelestarian bunyi dari saluang tersebut, sedangkan saluang yang lain seperti yang terdapat di Payakumbuh mempunyai saluang yang tanpa buku.
2. Lubang yang terdapat pada Saluang Pauah terdiri dari 6 lubang, sedangkan Payakumbuh, Solok hanya mempunyai 4 lubang saja.
3. Adapun bagian irama dari permainan Saluang Pauah yaitu :
            a. Pado-pado (mulai/pembukaan)
            b. Pakok limo
            c. Lereng limo
            d. Pakok anam
            e. Lambok malam (tidak memakai saluang hanya berdendang)

            Pemain Saluang Pauah mengatakan bahwa ia dulu belajar Saluang Pauah dari gurunya yang bernama Arun. Ia menyukai dan mempunyai hobi Saluang Pauah sejak dari SD dan berusaha mempelajarinya, Saluang Pauah berasal dari Pauah  dan diturun temurunkan.
            Cerita-cerita yang ada di Saluang Pauah menceritakan tentang kehidupan nyata yang terjadi pada lingkungan sekitar dan juga peristiwa di nagari-nagari lain yang menceritakan peristiwa kehidupan masyarakatnya, yang bertujuan mengantarkan pesan dan nasehat kehidupan. Cerita dibuat seperti pantun dan pantun tersebut menghasilkan cerita, cerita saluang yang pernah dibuat oleh informan adalah :
       Mantel Biru
       Lubuak sikapiang
       Pariaman
       Silaing Padang Panjang
       Payakumbuh
       Bingo Bukiktinggi

Saat memainkan Saluang Pauah informan memakai peci dan meletakan kain di telinga agar menghindari gerak mulutnya di lihat oleh penonton. Pedendang juga memakai peci dan menutup sebelah kupingnya dengan sapu tangan. Pendendang memakai bahasa daerah setempat saat berdendang yang berisikan nasehat. Para pemain Saluang Pauah duduk bersila ketika bermain.

Saluang Pauah bisa ditampilkan dalam berbagai acara, seperti acara pesta pernikahan (baralek), malam bagurau, pengangkatan penghulu, hari kemerdekaan, dan lain-lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV
PENUTUP

 

4.1.      Kesimpulan
            Sastra lisan Minangkabau mempunyai semacam arogansi nagari, artinya suatu genre yang terdapat di suatu daerah tidak bisa dikembangkan didaerah lainnya, tetapi daerah lain itu dapat mengapresiasi genre itu dengan baik, bahkan mengundangnya untuk dipertunjukkan didaerahnya (yang bukan daerah asalnya). Contohnya Saluang pauh, genre ini hanya dikembangkan di Padang khususnya di daerah  Pauah, akan tetapi masyarakat minang mengapresiasikan hampir merata. Oleh karena itu, orang bersedia mengundang Saluang Pauah ke nagarinya. Walaupun mereka dapat mendendangkan Saluang Pauah tersebut tetap ada konsep bahwa Saluang Pauah tersebut milik orang Padang.
                       

4.2       Saran
           
Dari pembahasan yang dipaparkan diatas, disarankan kepada masyarakat pada umumnya, agar terus mengembangkan tradisi lisan yang ada di daerahnya masing-masing, dan dapat memberi serta memperoleh pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang tradisi lisan khususnya saluang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Kusumah, Wijaya., dan Dedi Dwitagama. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: PT Indeks.

 

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan

R&D). Bandung: Alfabeta.

Randai, Teater Rakyat Minangkabau

 

I. Asal kata dan Pengertian Randai

Menurut Chairul Harun, kata Randai berasal dari kata “andai” dan atau “handai” (bahasa minang) yang artinya berbicara denga intim dan akrab mempergunakan kias. Ibarat petatah, petitih seni sastra Minang Kabau. Kata tersebut mendapat awalan “ba” sehingga menjadi “baRandai”. Ada juga yang mengatakan bahwa Randai berasal dari kata “rantai”. Kata rantai diambil dari bentuk formasi yang terlihat pada pertunjukan Randai. Formasi tersebut melingkar menyerupai lingkaran rantai.

Yusaf Rahman (Musisi Minang), Randai berasal dari kata ra’yan lida’i. Berasal dari kata “da’i”. Sebutan kepada pendakwah dalam tarikat Na’sabandiyah. Ketiga pengertian diatas yang masih berkembang di masyarakat Minang Kabau, tidak dapat dipertanggungjawabkan secara bahasa. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Randai dalam bahasa sangsekerta berarti mengarung diair atau lumpur. Randai dalam bahasa minang adalah formasi melingkar bernyanyi dan bertepuk tangan. Banyak budayaan Minang Kabau, diantaranya Aan Nafis dan Prof. Mursal Einsten mengatakan bahwa Randai yang lahir dan berkembang pertama kali di Minang Kabau adalah berbentuk tarian.

Randai Ulu Ambek di Pariaman dan Randai Ilau din saning bakar Kabupaten Solok. Kedua kesenian tersebut dilakukan dengan melingkar dan bernyanyi. Masyarakat menyebutnya dengan Tari Randai. Randai sebagai sebuah bentuk kesenian tradisional, hidup bersama tradisi yang berlaku di dalam masyarakat minangkabau (Esten, 1983:111). Menurut Darwais pada mulanya Randai adalah suatu bentuk kesenian tari. Langkah dan gerakan seperti pencak, memainkannya berkeliling merupakan lingkaran dan jumlah pesertanya tidak tertentu (Esten:112).

 

II. Asal Usul Teater Rakyat Randai Perjalanan Teater di indonesia dimulai ketika seorang saudagar dari Turki yang tinggal di Batavia bernama Jaafar membeli semua perlengkapan pertunjukan teater Pushi Indera Bangsawan Of Penang, Teater Bangsawan yang terbentuk pada tahun 1885 di Penang, Malaysia. Kelompok Teater ini di pimpin oleh Mamak Pushi dan menantunya Bai Kassim. Mamak Pushi yang bernama asli Muhammad Pushi seorang hartawan yang membeli semua perlengkapan pertunjukan kelompok Wayang Parsi kelompok Teater dari India yang masuk ke Penang, Malaysia tahun 1870. Ketika kelompok Wayang Parsi atau disebut juga dengan Mendu hendak kembali ke India, semua perlengkapannya berupa, kostum, alat musik, tirai dan lain-lain dijual kepada Mamak Pushi.

Pada tahun 1985 Mamak Pushi bersama menantunya Bai Kassim berhasil mengumpulkan para pemain yang kebanyakan pemain muda dan seorang pemain wanita bernama Cik Tot yang menjadi primadona. Kelompok ini sering di undang main di kalangan Bangsawan, oleh karena itulah kelompok ini dinamai Indera Bangsawan. Kehadiran Pushi Indera Bangsawan of Penang mendapat sambutan baik dari masyarakat melayu di Malaysia maupun di Sumatera dan Singapura.

Pertunjukan mereka akhirnya sampai ke Batavia. Disinilah Jaafar seorang saudagar dari Turki membeli seluruh perlengkapan Teater Indra Bangsawan dan mengakibatkan rombongan teater tersebut bubar. Jaafar kemudian membentuk rombongan Teater yang diberi nama Stamboel. Nama Stamboel berasal dari nama kota di Turki, yaitu Istambul. Darisinilah kemudian berkembang banyak kelompok Teater Rakyat di daerah-daerah di nusantara, yang terpengaruh dari pertunjukan Teater Bangsawan Indra Bangsawan, Abdol Moeloek Troupe dan Stamboel.

Sehingga lahir teater-teater rakyat seperti Ketoprak di Jawa, Abdul Muluk di Jambi, Mak Yong di Riau dan Randai di Minang Kabau. Tahun 1926, Teater Bangsawan Melayu masuk ke Kota Padang, sehingga berdiri dua gedung pertunjukan Teater Bangsawan yaitu di daerah Pondok dan Jalan Thamrin. Kemudian Teater Bangsawan masuk ke Lembaga Pendidikan seperti INS (Indonesian Nedherland School) dan Sekolah Raja di Bukit Tinggi. Pertunjukan Teater Bangsawan menampilkan cerita klisik Minang Kabau dan diberi nama Tonil Klasik Minang Kabau. Tahun 1932, diadakan pasar malam atau dikenal dengan Funcy Fair di Payakumbuh. Disana disajikan berbagaimacam kegiatan tradisi, tari, silat dan ada juga perjudian.

Dari sekian banyak ragam acara, tampilah Tonil Klasik Minang Kabau “Talapuik Layu nan Dandam” karya Datuik Paduko. Dari pertunjukan Tonil klasik tersebut, Jalut, Ilyas Datuk ratih dan Datuk Paduko menciptakan kesenian baru yang bertolak dari seni tari Randai yang kemudian di kenal dengan sebutan Randai atau teater Randai. Perbedaan antara tari Randai dan Randai adalah pada dialog dan akting, dimana teater Randai atau yang disebut Randai memiliki dialog dan akting, sedangkan tari Randai tidak.

Cerita Randai yang pertama kali ditampilkan adalah “Anggun nan Tonggak” di Pariaman dan Cindo Mato, cerita tentang cinta segitiga, namun tidak bertahan lama. Tahun 1935, kembali diciptakan cerita Randai yang berjudul “Simarantang” yang dipentaskan pertama kali di Payakumbuh. Masyarakat Minang menyebut Randai untuk teater Randai dan tari Randai untuk tariannya. Hal tersebut untuk membedakan antara tari dan teater yang memiliki kesamaan penamaan. Keduanya juga memiliki konvensi yang sama, hanya berbeda pada akting dan dialog saja. Secara umum, seluruh pertunjukan Randai di Minang Kabau semuanya sama, hanya terdapat perbedaan pada dendang dan geraknya.

Pada saat pertama kali hadir, masyarakat masih menyebut judul cerita untuk tiap pertunjukan Randai, hal tersebut berlaku dari tahun 1932 sampai dengan 1935. Menurut Ratius, pemain Randai yang berperan sebagai si Munah kayo dalam cerita Simarantang, 1935; “Randai Simarantang pada awalnya tidak disebut Randai, tapi disebut Simarantang, sesuai dengan judul ceritanya”

 

III. Unsur-unsur Randai Sebagai teater tradisi rakyat Minang Kabau Randai merupakan teater dengan jenis lakon tragedi komedi. Konflik dalam teater Randai selalu disajikan dalam bentuk pertarungan silek (silat). Secara dramaturgi teater tradisi Randai memiliki empat unsur yaitu : Cerita (Kaba) Dialog dan Akting Gurindam (Dendang) Gelombang (Gerak melingkar)

1. Cerita Judul cerita pada teater Randai menggunanakan nama tokoh utama yang bersumber dari cerita lama ataupun baru. Isi cerit ata yang berangkat dari kisah nyata dan ada juga yang fiktif. Benang merah cerita terletak pada tokoh protagonis yang menjadi judul cerita tersebut. Si tokoh membawa cerita dari awal sampai akhir pertunjukan. Pada masa order baru, perpolitikan di Indonesia mempengaruhi cerita dan judul teater Randai. Pada saat itu muncul Randai dengan judul “ Beringin Gadang di tengah koto” ini tidak sesuai dengan konsepsi daripada cerita, terutapa karakter pemberian judul. Karena sejaka pertama kali teater Randai muncul, judul cerita tidak pernah diambil dari setting ataupun konflik, tapi dari nama tokoh yang menjadi benang merah cerita.

2. Dialog dan Akting Dialog pada teater Randai menggunakan bahasa rakyat Minang Kabau. Pengucapan dialog menggunakan irama pantun yang diikuti gerak. Dialog antar tokoh seperti berbalas pantun. Akting teater Randai berdasarkan pada gerak tradisi minang kabau, yaitu balabeh pada silat. Balabeh pada silat adalah gerak sebelum tangkap lapeh atau pertarungan. Akting tokoh dilakukan dalam lingkaran gelombang. Semua pemeran dalam teater Randai adalah laki-laki. Bila ada tokoh perempuan dalam cerita, maka akan dimainkan oleh laki-laki.

Pemeran tokoh wanita dipilih menurut bentuk fisik. Pemeran tokoh wanita haruslah terlihat catik ketika memerankan tokoh tersebut. Laki-laki yang memerankan tokoh wanita bukanlah waria, pada saat berdialogpun tidak merubah suaranya menjadi suara perempuan, tapi kostum dan riasnya adalah perempuan. Pemeran tokoh perempuan biasanya menjadi primadona dalam pertunjukan Randai. Pada awal perkembangannya, para aktor melakukan pergantian baju sampai 9 (sembilan) kali, diseseuaikan dengan setting cerita.

Hal tersebut merupakan pengaruh dari teater bangsawan yang masuk ke Minang Kabau. Sekarang ini, proses pergantian kostum tersebut sudah tidak dilakukan, sebagai bentuk pengurangan pengaruh teater bangsawan tersebut.

3. Gurindam (Dendang) Gurindam adalah narasi pengantar perpindahan adegan dan setting pada teater Randai, gurindam merupakan cerita yang disampaikan. Gurindam atau dendang disampaikan oleh biduan. Gurindam berfungsi sebagai perpindahan adegan, penggambaran setting dan awalan daripada kisah sebelum masuk ke akting. Setiap gurindam disertai dengan gerakan. gelombang. Gurindam pada peralihan adegan dari adegan satu ke adegan berikutnya selalu diawali dengan penyebutan nama tokoh yang akan diceritakan pada adegan tersebut. Gurindam disampaikan menggunakan irama. Ada tiga irama wajib gurindam, yaitu : Dayang Dayni / gurindam persembahan. Simarantang randah (Randai dibawo tagak) / gurindam pertama. Simarantang tinggi / gurindam penutup.

4. Gelombang Gelombang adalah gerak melingkar yang disertai tepukan paha, tangan dan galembong. Gelombang berfungsi sebagai transisi dari satu adegan ke adegan berikutnya. Gelombang juga merupakan unsur musik di dalam pertunjukan teater Randai, dimana tepukan paha, tangan dan galembong menghasilkan bunyi yang mengandung ritme. Gerak gelombang selalu diiringi dengan gurindam (dendang). Lingkaran gelombang disebut legaran. Para pemain gelombang terdiri dari empat belas orang dan paling sedikit delapan orang dalam legaran. Gerakan dalam gelombang juga berdasarkan pada gerak tradisi minang kabau, yaitu balabehpada silat.

 

IV. Unsur Tambahan Musik pada pertunjukan teater Randai merupakan unsur tambahan. Musik Randai terbagi dua, ada musik internal yang berasal dari tepuk Galembong, paha dan tangan dan musik eksternal yang berasal dari alat musik talempong jinjing yang dimainkan sebelum pertunjukan. Musik eksternal ini juga disebut musik arakan. Alat-alat musik eksternal : Talempong yang terdiri dari : Talempong dasar : 2 buah Talempong anak : 1 buah Talempong peningkah : 1 buah Gandang tabuih (gendang tabuh) Pupuik Sarunai (serunai pupuik) yang terbuat dari batang padi.

V. Perkembangan Teater Randai. Jaman Belanda (1932-1942) Pada jaman Belanda tahun 1932 merupakan awal munculnya teater Randai yang terinspirasi dari teater komedi bangsawan dari malaka (malaysia). Pada jaman Belanda, lembaga Adat mendapatkan tempat pada pemerintahan. Hal ini yang menyebabkan kesenian tradisi dan kesenian rakyat dapat tumbuh dan berjalan seperti biasa, sehingga Randai dapat tumbuh dan berkembang. Jaman Jepang (1943-1945) Pada tahun 1943 pasukan jepang dengan bendera Dai Nippon masuk hampir keseluruh wilayah nusantara termasuk Minang Kabau. Pada masa penduduk Jepang, seluruh aktivitas lembaga adat dibekukan, sehingga banyak kesenian rakyat dan tradisi yang tidak berjalan masa itu. Jeapang memaksakan rakyat di daerah pendudukannya untuk belajar seni dan tradisi Jepang, seperti seni beladiri Karate, pengganti Silat.

Masa Kemerdekaan Indonesia Hingga Sekarang. Randai sebagai kesenian tradisi rakyat Minang Kabau mulai berkurang fungsinya pada kegiatan penghelatan adat. Teater Randai menjadi sebuah pertunjukan, ini disebabkan oleh banyaknya program kampanye dari pemerintahan orde baru dan partai yang berkuasa saat itu. Selain itu, adanya festival Randai menyebabkan banyak pemotongan daripada bentuk dan durasi pertunjukan, ini guna menyesuaikan waktu yang ditetapkan oleh panitia festival. Lemahnya lembaga adat yang merupakan wadah dari seni tradisi sangat berpengaruh pada pertumbuhan kesenian Randai ini. Pada tahun 1980, Randai mulai masuk ke lembaga pendidikan dan pemerintahan. Darisinilah Randai mendapat unsur tambahan, yaitu musik eksternal pada dialog. Sekarang sangat susah dicari Randai dengan durasi pertunjukan dua hari atau lebih.

 

VI. Pertunjukan Teater Randai Pertunjukan Randai di daerah Minang Kabau dilakukan pada dua tempat, terbuka dan tertutup. Tempat terbuka disebut medan bapeneli, sedangkan untuk tempat tertutup masyarakat minang menyebutnya denganmedan bapalindung. Tempat pertunjukan terbuka diberi pagar lingkar, biasanya menggunakan daun kelapa yang di rajut/jalin. Pagar tersebut sebagai batas gelanggang pertunjukan, yang melingkari penonton dan pemain didalamnya. Sedangkan antara penonton dan pemain tidak ada batas atau jarak. Tempat pertunjukan tertutup atau medan bapalindung, ditambah dengan atap dan sifatnya permanen. Masyarakat Pariaman menyebut tempat ini dengan sebutan pauleh/laga-laga. Bentuk tempat ini menggunakan bambu sebagai lantainya. Pertunjukan di kedua tempat ini tidak dipungut biaya, karena unsur kesenian tradisi itu kebersamaan. Sekitar tahun 1982, pertunjukan Randai sudah mulai menggunakan biaya masuk dalam bentuk karcis.

Pertunjukan Randai dilakukan dimalam hari, ini disebabkan karena para pemain dan masyarakat (Penonton) bekerja di pagi hari. Waktu pertunjukan minimal satu malam, tapi itu jarang dilakukan, umumnya pertunjukan dilakukan selama dua malam. Sekarang sudah sulit ditemui pertunjukan Randai dengan durasi tersebut, untuk pertunjukan satu malam aja jarang dilakukan. Ini terjadi karena pengaruh festival-festival yang dilakukan terhadap teater Randai. Sehingga mengakibatkan pemotongan durasi pertunjukan menjadi satu sampaidengan dua jam. Sehingga banyak pelaku Randai yang menyiapkan pertunjukannya untuk kebutuhan festival dan meninggalakan pertunjukan untuk rakyat. Pertunjukan Randai satu sampaidengan dua malam diselingi dengan kegiatan lain, seperti lelang kueh, pertunjukan tari piring dan silat. Ada juga yang menyelinginya dengan lelang dendang.

Hasil dari kegiatan lelang tersebut digunakan untuk biaya pertunjukan Randai. Pertunjukan dibagi dalam dua sesi dalam satu malam. Sesi pertama selama dua jam, kemudian istirahat selama satu sampai dua jam. Pada masa istirahat inilah dilaksanakan lelang kue dan pertunjukan kesenian lainnya. Sesi kedua merupakan bagian penutup pertunjukan pada malam tersebut dilakukan sampai dengan durasi tiga jam atau sampai batas azan subuh. Bila cerita yang dibawakan tidak tuntas pada satu malam, maka cerita akan dilanjutkan pada pertunjukan esok malamnya. Pertunjukan Randai juga ikut membangun perekonomian masyarakat sekitar. Para pedagang tersebut menjual beraneka ragam makanan dan ada juga yang membuat warung sementara di sekitar tempat pertunjukan. Kehadiran pedagang ini juga merupakan pertimbangan jumlah hari pertunjukan.

 

VII. Organisasi/Struktur Pelaku Pertunjukan Pertunjukan 1. Urang Tuo (penghulu/pawang) Merupakan orang yang di tuakan dalam kelompok Randai. 2. Tuo Randai Merupakan pimpinan dalam pertunjukan Randai. Urang tuo tidak dipilih berdasarkan umur, tapi berdasarkan pemahamannya terhadap Randai dan kewibawaannya dalam memimpin kelompok. 3. Tuo Dendang Penanggung jawab dendang atau pimpinan biduan. 4. Tuo Carito Bertanggungjawab terhadap cerita yang dibawakan serta mendendangkannya. 5. Anak Randai Anak Randai adalah sebutan untuk para pemain Randai yang terdiri dari pemeran dan pemain gelombang. Seluruh pemain awalnya laki-laki, begitu juga dengan biduan yang juga berperan sebagai tokoh perempuan. Berikut beberapa alasan kenapa Randai tidak melibatkan perempuan dalam permainanannya : Kesenian tradisi Minang Kabau merupakan pamenan urang tuo, pamainan anak mudo. Kata pamenamenunjuk kepada sesuatu milik yang sangat disenangi dan berharga. Kata pamainan menunjuk kepada keahlian, kecekatan, kepintaran dan kelincahan seseorang. Pamenan urang tuo artinya ; milik orang yang dituakan dalam lembaga adat (pemimpin adat), bukan orang yang berumur tua. Pamainan anak mudo artinya ; dimaikan oleh orang yang muda di dalam struktur adat walau umurnya sudah tua (masyarakat). Waktu pertunjukan malam hari hingga subuh. Secara Adat tidak dibenarkan perempuan untuk berlarut malam diluar rumah. Membutuhkan fisik yang kuat dan sebagian besar menggunakan ilmu kebatinan. Bentuk pertunjukanya atraktif, maka tidak tepat dilakukan oleh perempuan.

 

VIII. Kostum Kostum pemain Randai dipengaruhi oleh kostum Teater Komedi Bangsawan.

Tokoh Pria : memakai teluk belanga (Baju silat), celana galembong dan menggunakan selempang.

Tokoh Perempuan : Kebaya dipadukan dengan songket dan menggunakan selempang. Semua aktor/pemain memakai kacamata hitam. Kostum yang dipakai merupakan milik pribadi pemain, bukan kelompok. Oleh karena itu warna kostum tidak seragam.

2020-10-27

Aspek Budaya

indonesia adalah bangsa besar, secara geografis wilayahnya terdiri dari banyak pulau yang dihuni oleh beraneka etnis, agama, budaya, bahasa daerah, hingga warna kulit. Budaya atau kebudayaan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan citra, rasa, dan karsa (budi,perasaan, dan kehendak) manusia.

Kebudayaan merupakan warisan yang bersifat memaksa bagi masyarakat yang bersangkutan, karna budaya akan mewarisi setiap generasi dari suatu bangsa. Berbagai macam ragam budaya tersebut seringkali mengandung potensi konflik yang besar, biasanya disebabkan masyarakat mempunyai rasa sentimen yang tinggi terhadap budaya mereka.

Sumpah pemuda dan proklamasi kemerdekaan  merupakan peristiwa lahirnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Walaupun sudah bersatu potensi potensi konflik masih bisa terjadi.bangsa Indonesia membutuhkan persamaan persepsi atau kesatuan cara pandang yang ada dalam wawasan nusantara

 

Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Sosial

            Implementasi atau penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh.
   

   Impementasi Wawasan Nusantara.


             Wawasan nusantara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yamg mencakup kehidupan politik,ekonomi,sosial budaya,dan pertahanan keamanan harus tercemin dalam pola pikir,pola sikap,dan pola tindak senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan.Dengan demikian,wawasan nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap dan strata di seluruh wilayah negara,sehingga menggambarkan sikap dan perilaku,paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

 

Implementasi Wawasan Nusantara di Bidang Sosial Budaya adalah Wawasan Nusantara yang mengamati atau mempelajari segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kepentingan umum yang berupa hal apa saja yang di buat oleh manusia yang menggunakan pola pikir dengan mengandung cinta, rasa, dan karsa. Disini kita akan angkat di bidang kesenian. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat.

Pembahasan

 

Seni Fotografi dan Arti Sebuah Foto

Ketika seseorang melihat selembar foto, apa sebenarnya yang ia lihat? Hanya gambarnya atau cerita dalam gambar tersebut? Atau pesan tertentu dari simbolisasi gambar? Atau kenangan tertentu?

 

Pada dasarnya selembar foto adalah media ungkapan berkomunikasi seorang fotografer kepada pengamat foto tersebut. Sebuah foto (Wedding Photography) adalah ungkapan bahasa gambar/visual seseorang. Jika kita mengarahkan kamera ke suatu obyek tertentu, dalam benak pemotret akan muncul keinginan memperlihatkan hasil fotonya kepada “seseorang”. Seseorang di sini bisa dirinya sendiri sebagai penikmat, maupun publik secara luas. Keingian bercerita terkadang menjadi kebutuhan seseorang. Sehingga pada saat itulah foto (Photography Jakarta)menjadi alat untuk berkomunikasi, sebagai media untuk bercerita.

 

Untuk dapat mengungkapkan secara baik melalui foto, maka tata bahasa yang digunakan pun harus tepat dan sesuai dengan konteksnya. Tata bahasa dalam bahasa visual fotografi meliputi penerapan teknik, komposisi dan tata cahaya, serta estetika. Aplikasi yang tepat menyebabkan seorang pengamat akan memahami dan mengerti arti ungkapan fotografernya (Album Photography Jakarta).

 

Banyak ragam informasi yang dapat diungkapkan pemotret kepada audiensnya, sehingga muncul istilah-istilah dan kategori dalam fotografi yang mengacu pada obyek pemotretannya, seperti: foto pemandangan, foto anak, foto model, foto still life (alam benda), foto produk, foto arsitektur, dan sebagainya. Selain itu muncul juga istilah dalam fotografi (Photography Jakarta) yang mengaju pada tujuan pemotretannya, misal: foto komersial, foto seni, foto dokumentasi, foto jurnalistik, foto salon, dan lain sebagainya (Wedding Photography Jakarta).

 

Bagaimanapun sederhananya sebuah tujuan pemotretan, maka yang harus diperhatikan adalah ketrampilan pengoperasian kamera. Menguasai kamera adalah ketrampilan wajib. Setiap kamera memiliki karakteristiknya sendiri, oleh karena itu kamera yang kita miliki harus dipahami cara kerjanya.

 

Ketrampilan dasar yang lain adalah tata cahaya. Meskipun fotografi (Album Photography Jakarta) membutuhkan cahaya, namun bukan sembarang cahaya yang dapat membentuk foto. Ada banyak pengaturan cahaya, yang mendasari pembuatan foto (Wedding Photography). Baik itu mengenai arah cahaya, maupun kualitas cahayanya. Ada lighting dari depan, samping, maupun dari belakang obyek. Ada juga cahaya yang soft, untuk memotret wanita dan anak-anak, dan cahaya yang hard untuk memotret pria.

 

Terakhir, foto tidak hanya indah, namun juga harus implisit ada pesan di dalamnya. Ada sesuatu yang ingin disampaikan. Penikmat pun diharapkan menangkap pesan tersebut, dan merenungi makna yang terkandung.

 

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.

1.1.3. Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski;
“Bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
“Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.”

1.1.4. Menurut Andreas Eppink;
“Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.”

1.1.5. Menurut Edward Burnett Tylor;
“Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.”

1.1.6. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi;
“Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.”

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa;
“Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2020-10-19

Teori Kebudayaan

1. Multikutural        

Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pandangan seseorang tentang berbagai kehidupan di bumi, atau kebijakan yang menekankan penerimaan keragaman budaya, dan berbagai budaya nilai-nilai (multikultural) masyarakat, sistem, budaya, adat istiadat, dan politik yang mereka pegang.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman dikenal sebagai masyarakat multikultural.

Ketika kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok orang yang telah hidup cukup lama dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisir diri dan menganggap dirinya sebagai entitas sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat dikombinasikan dengan multikurtural telah pemahaman yang sangat luas dan mendalam diperlukan untuk memahami apa yang masyarakat multikultural.

Dapat didefinisikan sebagai keragaman multikultural atau perbedaan budaya dengan budaya lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang yang tinggal dan hidup menetap di tempat yang memiliki karakteristik sendiri dan budaya yang mampu membedakan antara satu komunitas yang lain. Setiap komunitas akan menghasilkan budaya masing-masing yang akan khas untuk masyarakat.

Multikulturalisme yang pada dasarnya merupakan pandangan dunia yang kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan kenyataan kebudayaan, menekankan penerimaan keragaman, pluralitas dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme juga bisa menjadi pandangan dunia dipahamni kemudian diwujudkan dalam “politik pengakuan”

2. Hegemoni

            Istilah hegemoni berasal dari istilah yunani, hegeisthai. Konsep hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).

            Hegemoni bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense).

            Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party, kelompok yang berkuasa).

            Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan. Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan. Jika dilihat sebagai strategi, maka konsep hegemoni bukanlah strategi eksklusif milik penguasa. Maksudnya, kelompok manapun bisa menerapkan konsep hegemoni dan menjadi penguasa. Sebagai contoh hegemoni, adalah kekuasaan dolar amerika terhadap ekonomi global. Kebanyakan transaksi internasional dilakukan dengan dolar amerika.

4. Revitalisasi

            Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.

            Revitalisasi termasuk di dalamnya adalah konservasi-preservasi merupakan bagian dari upaya perancangan kota untuk mempertahankan warisan fisik budaya masa lampau yang memiliki nilai sejarah dan estetika-arsitektural. Atau tepatnya merupakan upaya pelestarian lingkungan binaan agar tetap pada kondisi aslinya yang ada dan mencegah terjadinya proses kerusakan.Tergantung dari kondisi lingkungan binaan yang akan dilestarikan, maka upaya ini biasanya disertai pula dengan upaya restorasi, rehabilitasi dan/atau rekonstruksi.Jadi, revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Selain itu, revitalisasi adalah kegiatan memodifikasi suatu lingkungan atau benda cagar-budaya untuk pemakaian baru. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik) kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives). Hal ini mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota.

5. Postkolonialisme

            Teori postkolonial merupakan teori kritis sebagai salah satu bentuk dari kelompok teori-teori postmodern. Postkolonial menunjukkan bahwa apa yang disebut sebagai “dunia ketiga” tidaklah seragam. Ada heterogenitas baik karena wilayah, manusianya, dan kulturnya. Ia juga menunjukkan bahwa ada resistensi tertentu dari Timur kepada Barat. Salah satu bentuk yang sangat terkenal adalah apa yang disebut “subaltern” oleh Spivak. Intinya, post kolonial menyediakan kerangka untuk mendestabilisasi bahwa ada asumsi tersembunyi (inherent assumptions) yang melekat dalam pemikiran Barat yang selama ini selalu mengklaim diri sebagai kebenaran tertinggi dan juga universal. Teori postkolonial dikembangkan secara grounded dengan mengangkat berbagai bukti riel hasil kolonialisme, baik secara fisik, politis maupun kultur.

            Tujuan pengembangan teori postkolonial adalah melawan sisa-sisa dampak dari terjadinya kolonialisme dalam pengetahuan termasuk pada sisi kultur. Postkolonial berorientasi pada terwujudnya tata hubungan dunia yang baru di masa depan. Postkolonial merupakan teori yang berasumsikan dan sekaligus mengeksplor perbedaan fundamental antara negara penjajah dan negara terjajah dalam menyikapi arah perkembangan kebudayaannya. Teori ini diterapkan untuk mengkaji karakter budaya yang lahir terutama pada negara-negara dunia ketiga atau negara bekas jajahan pada dekade setelah penjajahan berakhir.

            Postkolonial dapat pula dipandang sebagai ancangan teoritis untuk mendekonstruksi pandangan kaum kolonialis Barat (disebut dengan kaum orientalis) yang merendahkan Timur atau masyarakat jajahannya. Secara tegas Edward Said menyebut bahwa teori-teori yang dihasilkan Barat tidaklah netral dan obyektif. Teori tersebut sengaja didesain sebagai sebuah rekayasa sosial-budaya demi kepentingan dan kekuasaan mereka. Edward Said membongkar kekerasan epistemologi Barat terhadap Timur ini dengan menunjukkan adanya bias kepentingan, dan power yang terkandung dalam berbagai teori yang disusun kaum kolonialis dan orientalis. Kalangan ilmuwan zaman penjajahan bersikap kurang kritis, dan banyak yang mengandalkan pada catatan-catatan tentara dan staf yang tidak memiliki metodologi yang netral. Satu contohnya adalah pandangan ”negatif” Weber terhadap agama Timur termasuk Islam, meskipun ia mengakui bahwa teorinya tersebut belum memadai secara ilmiah.
Menurut Edward Said, orientalisme dapat didefinisikan dengan tiga cara yang berbeda yaitu memandang orientalisme sebagai mode atau paradigma berfikir yang berdasarkan epistemologi dan ontologi tertentu dalam upaya membedakan timur dengan barat, sebagai gelar akademis; dan sebagai lembaga resmi yang pada hakekatnya peduli pada timur. Saat ini kita bisa melihat betapa pemikiran kolonial, khususnya orientalisme, telah menciptakan sejarah pahit menyangkut hubungan Eropa dan Asia-Afrika.

            Orientalis cenderung merendahlan cara berpikir Timur yang dianggap tidak selaras dan sederajat dengan mereka. Epsitemologi orientalis memposisikan dirinya sebagai subyek (self), sementara yang lain adalah obyek (the other). Sampai dengan akhir abad ke-20 pun, saat penjajahan telah lama berakhir, alih-alih menyesal dengan perbuatannya, pemikir kolonial masih tetap merendahkan timur. Untunglah lahir pemikir postkolonial untuk menunjukkan borok-borok itu semua.

            Sesungguhnya, sebagai wacana postcolonial telah muncul pada era penjajahan. Namun teori poskolonial mewujud untuk memberikan kritik lama setelah itu. Perspektif postkolonial memberikan kesadaran akan pentingnya identitas kebangsaan, pentingnya nilai-nilai kemerdekaan dan juga humanisme. Jadi, teori ini lahir untuk membongkar relasi kuasa yang membungkus struktur yang didominasi dan dihegemoni oleh kolonial. Sumbangan besar datang dari karya Edward W. Said bertajuk Orientalism yang mengawali pembongkaran ”kebusukan” pandangan Barat dalam melihat Timur selama ini.

Inti kritik dari postkolonial (terhadap kolonialisme) sesungguhnya bukan dalam bentuk penjajahan secara fisik yang telah melahirkan berbagai kesengsaraan dan penghinaan hakekat kemanusiaan, melainkan pada bangunan wacana dan pengetahuan termasuk bahkan bahasa. Postkolonial juga mengritik pendekatan dikotomi yang merupakan simplifikasi yang menyesatkan.

6. Dekonstruksi

            Dekonstruksi berasal dari kata de + construktio (latin). Pada umumnya  de berarti ke bawah, pengurangan, atau terlepas dari. Sedangkan kata Construktio berarti bentuk, susunan, hal menyusun, hal mengatur. Dekonstruksi dapat diartikan sebagai pengurangan atau penurunan intensitas bentuk yang sudah tersusun, sebagai bentuk yang sudah baku. Kristeva (1980:36-37), misalnya, menjelaskan bahwa dekonstruksi merupakan gabungan antara hakikat destruktif dan konstruktif. Dekonstruksi adalah cara membaca teks, sebagai strategi. Dekonstruksi tidak semata-mata ditunjukkan terhadap tulisan, tetapi semua pernyataan kultural sebab keseluruhannya pernyataan tersebut adalah teks yang dengan sendirinya sudah mengandung nilai-nilai, prasyarat, ideologi, kebenaran, dan tujuan-tujuan tertentu. Dekonstruksi dengan demikian tidak terbatas hanya melibatkan diri dalam kajian wacana, baik lisan maupun tulisan, melainkan juga kekuatan-kekuatan lain yang secara efektif mentransformasikan hakikat wacana. Menurut Al-fayyadl (2011: 232) dekonstruksi adalah testimoni terbuka kepada mereka yang kalah, mereka yang terpinggirkan oleh stabilitas rezim bernama pengarang. Maka, sebuah dekonstruksi adalah gerak perjalanan menuju hidup itu sendiri.

            Dekonstruksi bertujuan untuk membongkar tradisi metafisika Barat seperti fenomenologi Husserlin, strukturalisme saussurean, strukturalisme Perancis pada umumnya, psikoanalisi Freudian, dan psikoanalisis Lacanian. Tugas dekonstruksi, disattu pihak mengungkap problematika wacana-wacana yang dipusatkan, di pihak lain membongkar metafisika dengan mengubah batas-batasnya secara konseptual. Sedangkan tujuan metode dekonstruksi adalah menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut, dan ingin menelanjangi agenda tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan ketimpamgan di balik teks-teks.

7. Feminisme

            Feminisme lahir awal abad ke 20, yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (1929). Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.

            Teori feminis sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan dengan konflik kelas ras, khususnya konflik gender. Dalam teori sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki. Keberagaman dan perbedaan objek dengan teori dan metodenya merupakan ciri khas studi feminis. Dalam kaitannya dengan sastra, bidang studi yang relevan, diantaranya: tradisi literer perempuan, pengarang perempuan, pembaca perempuan, ciri-ciri khas bahasa perempuan, tokoh-tokoh perempuan, dan sebagainya.

            Dalam kaitannya dengan kajian budaya, permasalahan perempuan lebih banyak berkaitan dengan kesetaraan gender. Feminis, khususnya masalah-masalah mengenai wanita pada umumnya dikaitkan dengan emansipasi, gerakan kaum perempuan untuk menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki, baik dalam bidang politik dan ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya. Dalam sastra emansipasi sudah dipermasalahkan sejak tahun 1920-an, ditandai dengan hadirnya novel-novel Balai Pustaka, dengan mengemukakan masalah-masalah kawin paksa, yang kemudian dilanjutkan pada periode 1930-an yang diawali dengan Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Aliajahbana.

            Contoh-contoh dominasi laki-laki, baik dalam bentuk tokoh-tokoh utama karya fiksi yang terkandung dalam karya sastra maupun tokoh faktual sebagai pengarang dapat dilihat baik dalam sastra lama maupun sastra modern. Kesadaran berubah sejak tahun 1970-an, sejak lahirnya novel-novel populer, yang diikuti dengan hadirnya sejumlah pengarang dan tokoh perempuan. Sebagai pengarang wanita memang agak jarang. Sepanjang perjalanan sejarah sastra Indonesia terdapat beberapa pengarang perempuan, antara lain: Sariamin, Hamidah, Suwarsih Djojopuspito, Nh. Dini, Oka Rusmini, Ayu Utami, Dee, dan lain-lain.

            Ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu a) masalah biologis, b) pengalaman, c) wacana, d) ketaksadaran, dan e) masalah sosioekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui wacana yang dikuasaioleh laki-laki. Pada dasarnya teori feminis dibawa ke Indonesia oleh A. Teeuw. Kenyataan ini pun sekaligus membuktikan bahwa teori-teori Barat dapat dimanfaatkan untuk menganalisis sastra Indonesia, dengan catatan bahwa teori adalah alat, bukan tujuan.

            Pemikiran feminis tentang kesetaraan gender sudah banyak diterima dan didukung baik oleh kalangan perempuan sendiri maupun oleh kalangan laki-laki. Dukungan ini terlihat melalui penerimaan masyarakat terhadap kaum perempuan di bidang-bidang yang tadinya hanya didominasi oleh kaum laki-laki, melalui tulisan dan media. sebuah proses ataupun keadaan yang ditempatkan sebagai suatu perwakilan terhadap sebuah sikap / perbuatan dari sekelom Representasi merupakan sebuah proses sosial yang berhubungan dengan pola hidup dan budaya masyarakat tertentu yang memungkinkan terjadinya sebuah perubahan konsep-konsep ideologi dalam bentuk yang konkret. Hal ini dapat dilihat melalui pandangan-pandangan hidup kita terhadap beberapa hal seperti : pandangan hidup tentang seorang wanita, anak-anak dan yang lainnya. pok orang / golongan tertentu di dalam sebuah lingkungan.

Kita dapat mengambil contoh yang terjadi dalam hal ini ketika seseorang yang baru saja pindah dan menempati sebuah lingkungan masyarakat yang baru sudah tentu akan membawa serta budaya yang selama ini dijalankannya di lingkungan tempat tinggalnya yang lama.

8. Representasi

            Representasi berasal dari kata “Represent” yang bermakna stand for  artinya “berarti” atau juga “act as delegate for” yang bertindak sebagai  perlambang atas sesuatu.”Representasi juga dapat berarti sebagai suatu tindakan yang menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol”

            Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang yang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu.

            Konsep representasi bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru, intinya adalah makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.

            “Representasi adalah produksi makna melalui bahasa”. Representasi adalah proses bagaimana kita member makna pada sesuatu melalui bahasa. Untuk mempresentasikan sesuatu adalah untuk menggambarkan atau melukisnya, untuk “memanggilnya” ke dalam pikiran kita dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan atau membayangkan; untuk terlebih dahulu menempatkan persamaan ke dalam pikiran kita atau perasaan kita. Untuk mempresentasikan juga berarti menyimbolkan, untuk mewakili, menjadi contoh, atau menjadi pengganti dari sesuatu.

 

9. Diaspora

            Istilah “diaspora” digunakan untuk merujuk pada penyebaran kelompok agama atau kelompok etnis dari tanah air mereka, baik dipaksa maupun dengan sukarela. Kata ini juga digunakan untuk merujuk pada penyebaran orang-orang sebagai kelompok kolektif dan masyarakat.

            Sejarah manusia menunjukkan sejumlah diaspora. Tercerabut dari tanah kelahiran dan budaya, bisa menjadi suatu peristiwa besar bagi seseorang atau sekelompok orang. Diaspora berasal dari istilah Yunani Kuno yang berarti “menyebarkan atau menabur benih.”

            Diaspora berbeda dengan imigrasi. Diaspora mengharuskan anggota suatu masyarakat pergi bersama dalam periode waktu yang singkat, bukan pergi perlahan-lahan dalam waktu lama meninggalkan kampung halaman.

            Masyarakat yang melakukan diaspora juga dicirikan dengan usaha mereka untuk mempertahankan budaya, agama, dan kebiasaan lainnya di tempat baru. Mereka biasanya hidup berkelompok dengan sesamanya, dan kadang tidak mau berinteraksi dengan warga lokal. Salah satu contoh diaspora yang terkenal adalah diaspora Yahudi yang dimulai pada tahun 600 SM. Orang-orang Yahudi sering digunakan sebagai contoh klasik diaspora karena telah berpindah beberapa kali, dengan banyak diantaranya melalui paksaan.

            Meskipun beberapa kali berpindah tempat, orang Yahudi yang mengalami diaspora tetap berusaha mempertahankan ikatan komunitas yang kuat beserta dengan tradisi, budaya, dan agama mereka. Konsep diaspora juga bisa digunakan dalam konteks diaspora Afrika. Orang Afrika banyak mengalami pemindahan paksa oleh orang Eropa untuk kemudian dijadikan budak.

            Banyak diaspora terjadi sepanjang sejarah, dengan penyebab mulai dari bencana alam, usaha mencari tempat yang lebih baik, hingga akibat paksaan. Selin berusaha untuk mempertahankan identitas mereka, banyak anggota dari diaspora berharap suatu saat nanti kembali ke tanah air mereka untuk sekedar berkunjung atau untuk hidup permanen

10. Ideologi

            Kata ideologi pertama kali dikenalkan oleh Destutt de Tracy pada 1796 untuk mendefinisikan “science of idea“. yaitu suatu program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam masyarakat Perancis Menurut Tracy ideologi adalah studi terhadap ide-ide / pemikiran tertentu.SedangkanmenurutReneDescartes, ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia, dan menurut Francis Bacon, ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. Ketiga pengertian ini berbicara definisi ideologi tidak berbicara secara spesifik tentang kehidupan bernegara. Di bawah ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang ideology dalam kehidupan bernegara:

            Antonio Gramsci menyatakan ideologi yang dominan tidak hanya dapat dimenangkan melalui jalan revolusi atau kekerasan oleh institusi-institusi negara tetapi juga dapat melalui jalan hegemoni melalui institusi-institusi negara dan institusi-institusi lain, seperti institusi agama, pendidikan, media massa, dan keluarga. Sedangkan menurut Machiavelli ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. Kedua pendapat ini saling mendukung dengan sistem yang dimiliki penguasa, yaitu institusi-institusi Negara dan insitusi lainnya, dengan tujuan melindungi kekuasaannya.

            Berbeda dengan Gramsci dan Machiavelli, Karl Marx menyatakan bahwa ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Pendapat ini mengandung esensi dari ideologi komunis, paham ini biasa disebut Marxisme. Ideologi Marxisme lahir dari cita-cita Karl Marx untuk menghapus kelas dunia, yakni strata sosial, kelas atas (borjuis) dan kelas bawah (proletar).

 

11. Geneologi

            Genealogi berasal dari kata dasar gene, yaitu plasma pembawa sifat-sifat keturunan. Geneologi berarti ilmu yang mempelajari masalah keturunan. Ia berarti juga saling bergantung dua hal, yaitu muda berasal dari yang tua. Misalnya tulisan Jawa berasal dari perkembangan  (baca : keturunan) abjad Pallawa. Tulisan Pallawa berasal dari konteks ini yang dimaksud genealogi ialah yang menyangkut hubungan keturunan individu.


 

            Peletak dasar genealogi sebagai ilmu ialah J. Ch. Gatterr (1727-1799), kemudian Q. Lorerirensa menerapkan dalam penulisan ilmiah (1898). Dalam kenyataan sejarah genealogi sangat penting semenjak manusia memasuki zaman sejarah, khususnya menyangkut masalah tahta. Perhatikan misalnya prasasti Yupa dari Muarakaman di Kutai. Prasasti itu dengan jelas memberitakan Genealogi Mulawarman dengan leluhurnya: Kudungga. Prasasti Canggal (732M) melukiskan genealogi Sanjaya dan leluhurnya.

 

12. Identitas

            Teori Indentitas dikemukakan oleh Sheldon Stryker (1980). Teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan saling mempengaruhi di antara individu dengan struktur sosial yang lebih besar lagi (masyarakat). Individu dan masyarakat dipandang sebagai dua sisi dari satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, namun struktur sosial membentuk interaksi. Dalam hal ini Stryker tampaknya setuju dengan perspektif struktural, khususnya teori peran. Namun dia juga memberi sedikit kritik terhadap teori peran yang menurutnya terlampau tidak peka terhadap kreativitas individu.

            Teori Stryker mengkombinasikan konsep peran (dari teori peran) dan konsep diri/self (dari teori interaksi simbolis). Bagi setiap peran yang kita tampilkan dalam berinteraksi dengan orang lain, kita mempunyai definisi tentang diri kita sendiri yang berbeda dengan diri orang lain, yang oleh Stryker dinamakan “identitas”. Jika kita memiliki banyak peran, maka kita memiliki banyak identitas. Perilaku kita dalam suatu bentuk interaksi, dipengaruhi oleh harapan peran dan identitas diri kita, begitu juga perilaku pihak yang berinteraksi dengan kita.

            Intinya, teori interaksi simbolis dan identitas mendudukan individu sebagai pihak yang aktif dalam menetapkan perilakunya dan membangun harapan-harapan sosial. Perspektif iteraksionis tidak menyangkal adanya pengaruh struktur sosial, namun jika hanya struktur sosial saja yang dilihat untuk menjelaskan perilaku sosial, maka hal tersebut kurang memadai.

 

13. Komodifikasi

 

Komodifikasi berasal dari kata komoditi yang berarti barang atau jasa yang bernilai ekonomi dan modifikasi yang berarti perubahan fungsi atau bentuk sesuatu. Jadi komodifikasi berarti memperlakukan produk-produk sebagai komoditas yang tujuan akhirnya adalah untuk diperdagangkan atau pengubahan sesuatu menjadi komoditas (barang dagangan) yang dapat diperjual-belikan.  Komodifikasi tidak dapat dipisahkan dari paham kapitalisme yang selalu mengaitkan segala sesuatunya berdasarkan untung dan rugi. Komoditas dipahami sebagai suatu hasil produksi yang dibuat untuk ditukar di pasar. Dengan kata lain, komoditas adalah segala sesuatu yang diproduksi untuk dijual. Komodifikasi ini dipercaya dapat meningkatkan jumlah peminat dan diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Sebenarnya tidak ada salahnya melakukan komodifikasi, tetapi hal tersebut menjadi salah ketika nilai-nilai kemasyarakatan, keakraban, dan kekeluargaan berkurang atau bahkan hilang sama sekali akibat terjadinya komodifikasi tersebut.

Dampak dari komodifikasi tersebut dapat berakibat positif dan negatif. Dampak positifnya sebagi peningkatan peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat, sehingga pendapatan mereka juga dapat meningkat. Masyarakat dapat memperbaiki keadaan ekonominya dengan bekerja pada sektor industri pertelevisian. Pada akhirnya, hal tersebut dapat menguatkan struktur ekonomi masyarakat. Akan tetapi hal tersebut tidak lagi didasari oleh nilai-nilai kemasyarakatan, keakraban, dan kekeluargaan, tetapi lebih dikarenakan oleh nilai-nilai keuntungan (komersial) sehingga nilai-nilai kekeluargaan dan keakraban menjadi hilang dan terkorbankan.

14. Budaya Populer

            Mendefinisikan "budaya" dan "populer", yang pada dasarnya adalah konsep yang masih diperdebatkan, sangat rumit. Definisi itu bersaing dengan berbagai definisi budaya populer itu sendiri. John Storey, dalam Cultural Theory and Popular Culture, membahas enam definisi. Definisi kuantitatif, suatu budaya yang dibandingkan dengan budaya "luhur" (Misalnya: festival-festival kesenian daerah) jauh lebih disukai. "Budaya pop" juga didefinisikan sebagai sesuatu yang "diabaikan" saat kita telah memutuskan yang disebut "budaya luhur". Namun, banyak karya yang melompati atau melanggar batas-batas ini misalnya Shakespeare, Dickens, Puccini-Verdi-Pavarotti-Nessun Dorma. Storey menekankan pada kekuatan dan relasi yang menopang perbedaan-perbedaan tersebut seperti misalnya sistem pendidikan.

            Definisi ketiga menyamakan budaya pop dengan Budaya Massa. Hal ini terlihat sebagai budaya komersial, diproduksi massal untuk konsumsi massa. Dari perspektif Eropa Barat, budaya pop dapat dianggap sebagai budaya Amerika. Atau, "budaya pop" dapat didefinisikan sebagai budaya "autentik" masyarakat. Namun, definisi ini bermasalah karena banyak cara untuk mendefinisikan "masyarakat". Storey berpendapat bahwa ada dimensi politik pada budaya populer; teori neo-Gramscian "… melihat budaya pop sebagai tempat perjuangan antara 'resistansi' dari kelompok subordinat dalam masyarakat dan kekuatan 'persatuan' yang beroperasi dalam kepentingan kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat." Suatu pendekatan postmodernism pada budaya populer "tidak lagi mengenali perbedaan antara budaya luhur dan budaya populer." 

            Storey menekankan bahwa budaya populer muncul dari urbanisasi akibat revolusi industri, yang mengindentifikasi istilah umum dengan definisi "budaya massa". Penelitian terhadap Shakespeare (oleh Weimann atau Barber Bristol, misalnya) menemukan banyak vitalitas karakteristik pada drama-drama Shakespeare dalam partisipasinya terhadap budaya populer Renaissance. Sedangkan, praktisi kontemporer, misalnya Dario Fo dan John McGrath, menggunakan budaya populer dalam rasa Gramscian yang meliputi tradisi masyarakat kebanyakan (Ludruk misalnya).

            Budaya Pop selalu berubah dan muncul secara unik di berbagai tempat dan waktu. Budaya pop membentuk arus dan pusaran, dan mewakili suatu perspektif interdependent-mutual yang kompleks dan nilai-nilai yang memengaruhi masyarakat dan lembaga-lembaganya dengan berbagai cara. Misalnya, beberapa arus budaya pop mungkin muncul dari (atau menyeleweng menjadi) suatu subkultur, yang melambangkan perspektif yang kemiripannya dengan budaya pop mainstream begitu sedikit. Berbagai hal yang berhubungan dengan budaya pop sangat khas menarik spektrum yang lebih luas dalam masyarakat.