2020-11-06

Analisis Struktural Novel Rinai Kabut Singgalang Karya Muhammad Subhan

 


BAB I
PENDAHULUAN

 

Novel merupakan karya sastra yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel yang dihasilkan sastrawan merupakan alat komunikasi sosial bagi masyarakat yang harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan. Seorang sastrawan dalam sebuah karyanya ingin menyampaikan “sesuatu” kepada pembaca, sesuatu itu dapat berupa pesan, ide, ataupun opini. Analisis terhadap karya sastra penting dilakukan untuk mengetahui relevansi karya sastra dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat pada dasarnya mencerminkan realita sosial dan memberikan pengaruh terhadap masyarakat. Adapun cara menganalisis novel melalui pendekatan strukturalisme. Pendekatan ini dipandang lebih obyektif karena hanya berdasarkan sastra itu sendiri. Tanpa campur tangan unsur lain, karya sastra tersebut akan dilihat sebagaimana cipta estetis (Suwardi, 2011:51 ).

Struktur berasal dari kata structura (bahasa latin) yang berarti bentuk atau bangunan. Strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antar hubungannya, Hubungan unsur yang satu dengan yang lainnya, dan hubungan antar unsur dengan totalitasnya. Strukturalisme sering digunakan oleh peneliti untuk menganalisis seluruh karya sastra, dimana kita harus memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Struktur yang membangun sebuah karya sastra sebagai unsur estetika dalam dunia karya sastra antara lain: alur, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat (Ratna, 2004 : 19-94).

Pendekatan strukturalisme murni hanya berada di seputar karya sastra itu sendiri. Prinsipnya jelas : analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1984:135 ).

Dalam lingkup karya fiksi, Stanton ( 1965: 11-36, dalam Drs. Tirto Suwondo, Metodologi Penelitian Sastra, 2001:56 ) mendeskripsikan unsur-unsur struktur karya sastra seperti berikut. Unsur-unsur pembangun struktur terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan judul. Di dalam karya sastra, fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.

Oleh karena itu, saya menganalisis novel Rinal Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan  dengan menggunakan beberapa unsur intrinsik, yaitu : latar, alur, tokoh, penokohan, latar, dan tema.  Penjelasannya akan saya sajikan per bagian agar jelas dan dapat dipahami.

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

 

A.   Latar

Latar merupakan penanda identitas permasalahan fiksi yang mulai secara samar diperlihatkan alur atau penokohan. Latar memperjelas suasana, tempat dan waktu peristiwa itu berlaku. Latar memperjelas pembaca untuk mengidentifikasikan masalah fiksi, apakah fiksi mengungkapkan permasalahan tahun 20-an, atau 80-an, pagi, siang atau malam, di kota atau di desa, di perkampungan atau di hutan, berhubungan dengan kultur Minangkabau atau Sunda, permasalahan remaja atau dewasa, dan lain-lain (Muhardi dan Hasanuddin 1992:30).

Unsur-unsur latar menurut Nurgiantoro (2010:227), yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; latar sosial; dan latar suasana.

-        latar tempat

terdapat banyak latar tempat yang dapat dipaparkan dalam novel ini, namun dalam analisi ini hanya latar tempat yang paling dominan atau berpengaruh dalam cerita yang akan saya ditulis yaitu

Aceh dalam kutipan bukunya “Di sebuah kampung kecil pesisir pantai Aceh Utara.” (Subhan, 2013:2)

Kajai Pasaman dalam kutiapan bukunya “ ia tiba di bumi Pasaman meski ia harus menumpang bus lagi agar dapat ke kampung halaman ibu kandungnya di Kajai.” (Subhan, 2013:39)

Padang dalam kutipan bukunya “Bus yang ditumpangi Fikri terus masuk ke terminal ditengah Kota Padang.” (Subhan, 2013:139)

Jakarta dalam kutipan bukunya “Kota Jakarta sangat teriknya siang itu.” (Subhan, 2013:300)

Buklittinggi dalam kutipan  bukunya “Fikri berangkat ke Bukittinggi,” (Subhan, 2013:318)

 

-        Latar Waktu

Untuk latar waktu penulis lebih banyak pada siang hari yaitu ketika tokoh utama menceritakan keelokan alam minangkabau pada toko utama berkeling sumatara barat, berada dikampung ibunya dan segala aktifitas di kota padang, jakarta, bukittinggi, aceh lebih dominan disiang hari. Seperti kutipan “Matahari pelahan naik” (Subhan, 2013:23), “Pagi itu langit tampak sangat indah” (Subhan, 2013:84), “Siang itu” (Subhan, 2013:171),

 

-        Latar sosial budaya

Untuk latar sosial budaya penulis memakai budaya adat Minangkabau. Dapat dilihat dari latar ceritanya daerah Sumatera Barat dan tokoh utamanya Fikri keturanan Minang. Seperti kutiapan “Sebenrnya, Maimunah, ibu Fikri, Keturunan Minang.” (Subhan, 2013:18)

 

-        Latar Suasana

Untuk latar suasana penulis lebih dominan suasana sedih karena dalam cerita tokoh utaman selalu mengalami musibah seperti meninggalnya ayah Fikri “ia menangisi kepergian ayahnya” (subhan, 2013:7), meninggalnya Mak Safri “Mamakk..!!! Terdengarlah raungan anak muda itu” (Subhan, 2013:97), meninggalnya ibu Fikri, Adik Fikri, Bu Aiysah dan juga kisah cinta Fikri yang tidak direstui.

 

 

B.   Alur

Alur adalah sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan dan menunjukkan mengapa peristiwa itu terjadi melainkan juga mengemukakan dan menunjukan akibat peristiwa itu terjadi. Jadi, alur adalah struktur gerak yang terdapat dalam suatu cerita atau sebuah konstruksi yang dibuat pengarang yang secara logik dan kronologik saling berkaitan yang diakibatkan atau dialami pelaku (Luxemburg, 1984 : 149). Setiap karya sastra tentu saja memunyai kekhususan rangkaian cerita. Namun, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita.

Pola bagian awal adalah paparan. Paparan itu sendiri adalah penyampaian informasi pada pembaca, disebut juga eksposisi. Dalam paparan ini, rangkaian peristiwa lebih dominan disajikan secara kronologis, yaitu urutan peristiwa. Jika dalam penyajian cerita disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya maka cerita tersebut terdapat sorot balik (flash back). Pola kedua adalah pertikaian, perumitan, dan klimaks. Pertikaian adalah perselisihan yang timbul akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala pertikaian menuju klimaks cerita disebut perumitan. Perumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks.. Pola bagian terkhir adalah peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah penyelesaian.

Pada umumnya alur itu dibedakan menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang menyajikan rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian, dimulai dari pada masa kini ke masa yang akan datang. Alur mundur adalah alur yang menyajikan rangkaian peristiwa yang susuannya bertolak ke belakang, mulai dari masa kini kemudian ke masa lalu. Alur maju mundur adalah alur yang menyajikan rangkaian peristiwa yang dimulai dari masa kini ke masa yang akan datang atau sebaliknya. Dan peristiwanya tidak sesuai dengan urutan waktunya.

Menurut saya, alur yang digunakan pada novel ini merupakan alur maju. dimana peristiwa-peristiwa dikisahkan secara kronologis, peristiwa pertama diikuti oleh peristiwa selanjutnya, atau secara runtun, cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. pengarang mula-mula menceritakan peristiwa demi peristiwa. Urutan alur tersebut adalah pengarang mulai melukiskan keadaan, kemudian peristiwa bergerak, lalu peristiwa mulai memuncak, selanjutnya peristiwa mencapai puncak (klimaks) dan akhirnya pengarang menciptakan alternatif penyelesaian.  Berikut Kutipannya :

-        Kutipan 1:

“Dia terlahir dari keluarga miskin. Ayahmnya seorang buruh di pelabuhan, berupah harian sangat rendah. Tak sebanding kerja kerasnya setiap hari. Pagi-pagi lelaki tua itu sudah bangkit dari pembaringannya,salat subuh lalu pergi ke pelabuhan. Senja baru pulang dengan tubuh berbalut debu dan peluh. Pahitnya hidup melukis letih di wajahnya” (subhan, 2013:2)

-        Kutipan 2:

“Lelaki itu telah tiada, kembali ke haribaanNya. Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun...”(Subhan, 2013:6)

Kutipan 1 dan 2 merupakan awal peristiwa sebagai pembuka jalan cerita. Dimana tokoh utama berniat pegi merantau ke Padang akan tetapi terhambat karena kondisi orang tua yang sakit.

-        Kutipan 3:

“Suatu hari, minggu pagi, Annisa datang bersama suaminya Hasan menjemput ibunya, Maimunah” (subhan, 2013:17)

Pada akirnya kondisi tokoh utama yang terhalang untuk pergi merantau terselesaikan bekat bantuang adik Fikri yang mau merawat ibunya. Jalan ceritapun berlanjut dengan kepergian Fikri ke Padang dan seterusnya.

 

 

C.   Tokok dan Penokohan

Aminuddin (2002:79) menyatakan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita. Penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-istiadatnya, dan sebagainya (suharianto, 1982:3). Jadi dapat disimpulkan bahwa Tokoh  dan penokohan merupakan dua  istilah  yang sering  dijumpai  dalam penelitian sastra, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Bila ditinjau dari segi pengarang ada dua metode untuk melukiskan dan memperkenalkan tokoh dan watak, yaitu :

.              Metode langsung yaitu pengarang langsung melukiskan tokoh baik bidang fisiologi, sosiologi dan psikologi. Metode ini disebut juga metode atau cara analitik. Metode tak langsung adalah pengarang secara tidak langsung membuat deskripsi tentang para tokoh. Pembaca mengetahui para tokoh dan perwatakannya bukan dari keterangan yang diberikan pengarang, tetapi dari hal-hal lain.

 

1.      Tokoh utama : Fikri

Memiliki sifat tauladan yang baik. Dengan tutur bahasa yang sopan dan santun dalam cerita, tokoh utama memperlihatkan kewibawaannya dan pantang menyerah untuk menggapai cita-citanya. Namun Fikri memiliki hati yang rapuh dan mudah merasa sedih. Berikut kutipannya “Hati siapa yang tak menaruh belas kasihan pada anak muda itu karena ia seorang pemuda yang polos, jjur, lembut tutur katanya, dan takzim kepada orang tua.” (Subhan, 2013:36)

 

2. Tokoh Sampingan :

-              Maimunah (Ibu Fikri)

Sayang terhadap anaknya. Rela bekorban banting tulang membantu suami untuk membiayai kehidupan keluarga. Berikut kutipannya “Maafkan ibu yang selalu memarahimu. Ibu ingin kehidupanmu lebih baik dari kehidupan ibu” (Subhan 2013:21)

-              Munaf (Ayah Fikri)

Menginginkan anaknya sekolah setinggi-tingginya dan melihat anaknya menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Berikut kutipannya “Ayah ingin kau menjadi sarjana kelak” (subhan, 2013:13)

-              Anisa (Adik Fikri)

Anak yang berbakati terhadap orang tua. Merawat ibunya Maimunah yang sakit-sakitan setelah ditinggal mati suamainya. Berikut kutipannya “Raut wajah annisa tampak gembira karena ibunya iu mau ikut bersamanya.” (subhan, 2013:17)

-              Mak Tuo (Bibi Maimunah) dan Mak Bujang (Sepupu Maimunah)

Tokoh yang merawat dan memberi tempat tinggal Fikri di kampung halaman Ibunya. Menyanyangi Fikri seperi anak kandungnya sendiri. Berikut kutipannya “Saya pamit, Mak. Lepas saya dengan doa ujar Fikri kepada Mak Tuo dan Mak Bujang yang berdiri di jenjang rumah gadang. Kedua orang tua itu dengan harunya melepas kepergian Fikri.” (subhan, 2013:117)

-              Mak Safri (Mamak Fikri)

Kakak kandung Ibu Fikri, yang sewaktu kecil sangat menyanyangi Maimunah. Berikut kutipannya “Kasih sayang di antara kakak adik itu sangat erat. Mereka bersekolah bersama, mengaji bersama, bermain bersama. Tiada hari tanpa kebersamaan” (Subhan, 2013:59)

-              Yusuf (Sahabat Fikri)

Tokoh masyarakata kampung halaman ibu Fikri yang berani melawat tokoh masyarakat lain saat akan menyelakai Fikri. Berjiwa besar selalu mendampingi Fikri kemana saja. Salah satu tokoh yang sangat mempengarui kesuksesan Fikri. Berikut kutipannya “suatu hal yang membuatnya dapat mengarang dengan mudahnya, lantaran yusuf sahabatnya sangat setia membantu segala urusan di rumah. Yusuflah yang mencukupi kebutuhan meski fikri yang memberi uang bekal belanja” (Subhan, 2013:330)

-              Bu Rohana dan Pak Usman

Tokoh yang merawat dan memberi tempat tinggal Fikri di Padang dan menyanyangi Fikri seperti anak kandungnya. Berikut kutipannya “ Oh anakku, mulia benar aklhakmu, sungguh berat kami melepaskan engkau pergi dari rumah ini. Semoga allah menolong hidupmu di kemudian hari...” )shubhan, 2013:319)

-              Bu Aisyah

Sosok penyelaman Fikri saat tinggal di Padang. Menyanyai Fikri. Memiliki jiwa yang sangat peduli terhadap lingkungan sekitar. Berikut kutipannya “nantilah ibu ceritakan. Sekrang beristirahatlah dahulu. Biarkan keselamatanmu pulih kembali, jawab orang tua itu lembut. Dibetulkannya letak selimut yang membalut tubuh fikri. Sungguh penuh kasih sayangnya perempuan itu. Baikan kasih ibu kandungnya sendiri” (subhan, 2013:148)

-              Rahima

Kekasih Fikri. Anak Bu Aysaha. Wanita yang berhati mulia dan rapuh. Mudah merasa sedih, Penurut dan patuh. Berikut kutipannya “mulailah perlahan terbuka kedua mata perempuan yang terbaring lemah itu. Meski dalam keadaan sakit yang teramat berat, namun cahaya kecantikan masilah teramat terpancar di wajahnya. Tatapnnya berkunang-kunang, pandangannya samar, namun tampaklah di matanya sosok lelaki yang pernah dicintainya itu” (subhan, 2013:369)

-              Ningsi

Tokoh Antargonis. Mementingkan diri sendiri tanpa melihat akibatnya bagi orang lain. Namun juga mimiliki hati yang rapuh, merasa bersalah dan merasa menyesal. Berikut kutipannya “ ningsih yang menyasikan kenyataan itu tak pula dapt membendung air matanya. Rebah kepalanya di pundak suaminya dan menagis sejadi-jadinya menyesali segala perbuatan selama ini. Barulah ia sadar bahwa cinta kasih kedua orang di hadapanya itu adalah cinta yang sungguh suci dan mulia. Namun dialah yang merengutnya dan mengotori kesucian itu” (subhan, 2013:370)

 

 

D.   Tema

Istilah tema menurut Scharbach ( Aminuddin, 2010:91 ) berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannyaTema utama juga disebut dengan tema sentral. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema lainnya adalah tema sampingan. Tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema senral dalam cerita. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Pada awal cerita dipaparkan bahwa toko utama berasal dari keluarga miskin yang telah terbuang dari adat minangkabau. Berbagai macam konflik dilalui tokoh utama dari, meninggalnya orang-orang yang disayang sampai kisah cinta yang kandas. Namun tokoh utama berhasil melalui semua masalah tersebut, jatuh bangun tokoh utama berusaha mengapai cita-cita yang ingin dicapai. Pada akirnya hanya satu masalah yang menjadi pesoalan utama dalam cerita, ialah kasih yang tidak tercapai.

Dari alur cerita yang paparkan dapat disimpulkan tema sentral dari novel ini ialah kasih sampai. Bisa dilihat dari cerita meninggalnya semua orang yang dikasihi tokoh utama dan di akir cerita diperjelas tentang kasih yang tidak sampai yang dialami tokoh utama dari segi percintaan.

 

 

 

BAB III
PENUTUP

 

Dari analisis novel diatas dapat saya simpulkan bahwa latar tempat cerita Aceh, Kajai Pasaman, Padang, Jakarta. Latar waktu lebih dominan siang hari dan latar sosial budayanya ialah adat Minang Kabau. Untuk latar suasana dalam cerita lebih dominan suasana sedih. Untuk alur cerita merupakan alur maju dimana semua konflik terselesaikan dan datang konflik baru. Untuk tokoh terdapat satu tokoh utama saja yang didukung oleh toko-tokoh lain. Dan untuk tema novel Rinai Kabut Singgalang ialah kasih tak sampai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

 

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Nizami, Syaikh. 2002.  Layla Majnun. Yogyakrta: NAVILA.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Ratna, Nyoman Kuta. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subhan, Muhammad. 2013. Rinai Kabut Singgalang. Kediri: FAM Publishing.

Sulaiman. 2012. KAJIAN KESASTRAAN persoalan peta Sastra Indonesia hingga Sastra Anak. Surabaya: Pustaka Radja.

Previous Post
Next Post

0 Comments: