A. Metode Peyajian Informasi dan Formal
Metode
penyajian informasi dan formal merupakan perumusan dengan kata-kata biasa
walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya. Sedangkan penyajian formal
adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Tanda yang dimaksud ialah
tanda tambah (+), tanda kurang (-), tanda bintang (*), tanda panah (à),
tanda kurung ([ ]), adapun lambang yang dimaksud diantaranya: lambang huruf
sebagai singkatan nama (S, P, O, K), lambang sigma untuk satuan kalimat, dan
berbagai diagram
Berikut
contoh yang diambil dari laporan penelitian Sudaryanto: Beberapa Kata
Non-referensial dalam Bahasa Indonesia. Misalnya perihal kaidah penggunaan kata
pula dalam bahasa Indonesia. Dari antara sekian penggunaan kata pula, kata
tersebut dappat digunakan dalam kalimat majemuk yang bertipe hubungan
pendasaran. Dari analisis yang saksama dan cermat, dapat diketahui kaidah
pemakaiannya sebagai berikut:
1. Kata
pula itu berdistribusi paralel dan sinonim dengan jua, tetapi tidak dengan pun.
2. Klausa
dasar yang membentuk kalimat yang mengandung pula itu, konstituen predikat atau
P-nya berupa adjektiva atau A
Adapun
mengenai kalimat manajemuknya itu sendiri dapat diketahui ciri-cirinya sebagai
berikut
a. Klausa
yang pertama merupakan dasar atau alas (hanya secara lingual, buka secara
logis), sedangkan klausa yang kedua merupakan klausa yang didasarkan.
b. Baik
klausa pertama maupun klausa kedua diawali dengan kata makin, semakin, tambah,
bertambah, atau kian.
c. Dan
bila klausa pertama diawali dengan makin, maka demikian pula klausa kedua;
demikian seturusnya, bila klausa pertama diawali dengan semakin klausa kedua
juga semakin; bila klausa pertama diawali dengan tambah, klausa kedua juga
dengan tambah.
Metode
ini memakai metode penyajian formal
1. Tanda
asterisk atau bintang
Tanda
asterisk atau bintang (*) ini diletakan pada setengah spasi ke atas dari bagian
awal formatif. Tanda ini digunakan untuk menyatakan bahwa ujaran tersebut
‘dilarang” adanya dalam sistematik bahasa yang bersangkutan. Pelarangan itu
terkait dengan kidah yang dilanggar atau tidak mungkin terjadi.
Contoh:
a. Dia
memberi Ali apa?
b. *Dia
memberi apa Ali?
c. Dia
memberi apa kepada Ali?
d. Dia
mengambil payung.
e. Mengambil
payung dia.
f. *Dia
Payung mengambil.
g. *Payung
dia mengambil.
h. *Payung
dia mengambil.
i. Ali
memakannya.
j. *Ali
makannya.
k. Ali
membencinya
l. *Ali
bencinya.
m. Menyeberanglah!
n. *Menyeberangila!
o. *Seberanglah!
p. Sebrangilah!
Yang bertanda asterisk atau bintang itu tidak
dibenarkan adanya pada bahasa Indonesia karena melanggar kaidah kekalimatan. Jadi,
menyeleweng secara gramtikal atau tidak gramatikan. Contoh pemakaian asterisk
yang lain dapat dilihat pada pasal e,f,g,h.
2. Tanda
kurung
Tanda
kurung yang cukuo dikenal ada tiga, yaitu kurung biasa atau kurung bundar ( ),
kurung kurawal { }, dan kurung siku atauu pesergi [ ]. Di samping itu, ada juga
kurung bersudut < >, yang kurang begitu dikenal.
a. Kurung
biasa atau bundar
Tanda ini untuk
menyatakan bahwa formatif yang ada di dalamnya memiliki opsionaltias atau
bersifat opsional. Jadi boleh ada atau boleh tidak dipakai. Dalam hal ini,
kostituen itu boleh berada dalam tataran kalimat, frasa, morfem, atau yang
lain.
Contoh:
1. Diundang
(oleh) adik
2. (K)KVK
3. S
P (O) (K)
4. S
P (O K)
b. Kurung
kurawal
Tanda ini untuk
menyatakan bahwa beberapa formatif yang ada di dalam yang disusun secara
berlajur dapat dan perlu dipilih salah satu manakah digunakan bersama satuan
linguan lain yang ada di depan atau di belakangnya.
c. Kurung
persegi
Tanda ini selalu
dipakai berpasangan; jadi, dua atau bahkan dapat lebih dari dua; dan menyatakan
bahwa beberapa formatif yang ada di dalamnya yang disusun secara berlajur dapat
dan perlu dipilih salah satu dengan syarat: bila formatif yang pertama adalam
kurung persegi pertama yang dipilih maka formatif kedua dalam kurung persegi
kedua pula yang dipilih; demikian setrusnya. Hal ini juga berlaku bagi formatif
dalam kurung persegi keiga, keempat, dan seterusnya bila ada.
3. Beberapa
tanda yang lain
a. Tanda
silang rangkap #
Tanda ini sebagai
batas satuan linguan. Satuan linguan ini dipakai sebagai batas satuan linguan.
Satuan lingual yang dimaksud ialah kata, silabel, frasa, kalimat, dan yang
lain.
b. Tanda
garis agak panjang
Tanda ini
panjangnya dua atau tiga huruf, dipakai untuk menunjukkan konstituen apa saja.
c. Tanda
titik-titik ke bawah ! .
Tanda ini terdiri
atas tiga sampai lima titik, menunjukkan bahwa dalam lajur yang bersagkutan
masih dapat ditambahkan satuan-satuan lingual lain yang sejenis.
d. Tanda
anak panah à
Tanda ini untuk
menunjukan bahwa konstituen di sebelah kiri anak panah terdiri atau konsituen yang
berada di sebelah kanan anak panah.
e. Tanda
“sama dengan” yang terpalang
Tanda ini untuk
menunjukan ketidaksamaan.
f. Tanda
menyudut ke kiri < atau ke kanan >
Tanda ini untuk
menunjukan bahwa yang berada di sebelah kiri tanda menyudut ke kiri yang berada
di ssebelah kanan tanda menyudut ke kanan didevasikan dari yang berada di
sebelahnya itu.
4. Beberapa
Lambang
Huruf
tertentu, seperti S, P , O, N, FN, FV, sering muncul sebagai lambang untuk
fungsi dan kategori sintaktik dalam tataran sintaksis; huruf tertentu yang
lain, seperti K dan V, muncul sebagai
lambang untuk bunyi fonetik atau fomenik; dan D sebagai lambang untuk morfem
tempat menempelnya afiks. Sementara itu huruf sigma sebagai lambang satuan
kalimat.
5. Diagram
sebagai penunjuk proses dan atau hubungan antar-fenomen lingual
Pada
umumnya penyajian formal dilengkapi dengan diagram tertentu. Hal itu terjadi
khususnya kalau proses linguan dan atau hubungan antara fenomen lingual akan
ditampakkan.
Baik
secara formal maupun informal sering dan memang baik digunakan dalam penyajian
kaidah. Mana-kala metode informal digunakan, penjelasan tentang kaidah akan
terkesankan rinci terurai. Dengan demikian rumusan atau aneka rumusan yang
tersaji dan relatif panjang.
Sumber:
Tags:
Linguistik
metode-penulisan
Sastra
0 Comments: