A. Latar Belakang
Buku “Bertanya Kerbau
Pada Pedati” adalah buku dengan sekumpulan cerita pendek yang banyak bercerita
kehidupan. Kehidupan yang dimaksud dapat berupa pengalaman hidup maupun hidup
akhirat. Kebanyakan suasana untuk menghidupkan cerita diambil dari daerah Sumatera
Barat. Ini dapat disebabkan oleh latar belakang penulis yaitu berasal dari
daerah tersebut.
Dalam buku ini dikumpulkan 10 cerita Navis yang pada
terbitan pertamanya tahun 1963 oleh NV Nusantara Bukittinggi, buku ini terdapat
5 cerpen. Pada terbitan keduanya tahun 1990 oleh Pustakakarya Grafikatama
Jakarta, terdapat 10 cerpen yang pada cetakan ketiga dilakukan penggantian 2
cerpen, yakni cerpen Tanpa Tembok dan Sebuah Wawancara dengan cerpen Pendekar
Ayam Jago dan Kaus Kaki.
Pada cetakan pertama dan kedua, kumpulan cerpen ini
berjudul Bianglala, namun diubah pada cetakan ketiga ini berjudul Bertanya
Kerbau Pada Pedati. Jika dilihat dari judul dan latar belakang penulis membuat
kumpulan cerpen ini, penulis yang menginginkan kebebasan berkarya dan menyatakan
pendapat, serta penerbitan karya pada tahun-tahun kritis setelah kemerdekaan,
yang keadaan politik dan sosial saat itu masih carut marut dan bobroknya
intelektual masyarakat yang masih menggambarkan rendahnya kesejahteraan
masyarakat akibat peperangan demi kemerdekaan yang terjadi sebelumnya hingga
keadaan yang belum stabil karena masih ada penjajahan secara tak langsung.
B. Landasan Teori
Budaya merupakan suatu cara hidup yang
berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni yang merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam semua cerita Navis, terlihat ia menggambarkan
kehidupan, keadaan sosial pada tahun-tahun 90-an setelah kemerdekaan. Semua
cerita ini digambarkan dengan metafora dan perlambangan yang dikaitkan dengan
realitas, yang masih berhubungan pula dengan kehidupan hingga saat ini.
Pada cerpen Dokter
dan Maut, digambarkan seorang dokter yang merasa dirinya adalah orang yang
perfeksionis dan terbaik dalam menjalankan tugasnya yang lebih menjunjung etika
profesi dibanding dengan urusan pribadinya. Namun ini terlihat keegoisan diri
si dokter yang ketika maut datang, ia berusaha mengulur kematiannya.
Pada cerpen Sebelum
Pertemuan Dimulai, digambarkan Mahatma Gandhi yang menjadi seorang pemimpin
pertemuan di alam barzah tak bisa terlepas dari sekretarisnya Chairil Anwar
yang cenderung berpikir modern dan kontemporer.
Pada cerpen Pemburu
dan Serigala digambarkan seorang pemburu yang sombong dan selalu
membanggakan dirinya di hadapan orang lain, namun sebenarnya ia tak bisa
apa-apa, tak memiliki kehebatan apa-apa.
Pada cerpen Angkatan 00 digambarkan Angkatan 00 yang
diprakarsai oleh pemuda merasa bisa memimpin lebih baik dibandingkan angkatan
sebelumnya.
Pada cerpen Kucing
Gubernuran, digambarkan banyaknya masalah yang akan menjadi sebuah
kebobrokan, dan ketika ada yang menyelesaikan/ solusi tidak tahu terima kasih
dan membuang begitu saja kebaikan yang sudah melindungi kebusukan di dalamnya,
yang digambarkan dengan kucing yang membasmi tikus yang akan menjadi bangkai
ketika mati dan berbau ke seluruh ruangan.
Pada cerpen Kuda
Itu Bernama Ratna, diceritakan seorang pengagum fanatik kuda bernama Rajo
Sutan yang sangat menjunjung tinggi martabat kuda, yang walaupun banyak istilah
negatif yang menggambarkan kuda tetapi tak perlulah kenegatifan itu menutupi
apa yang sudah di sumbangkan terhadap peradaban, atau dengan kata lain walau
banyak kebaikan yang dilakukan tentu akan tertutupi oleh satu kesalahan,
sekecil apapun kesalahan/keburukan itu.
Pada cerpen Bertanya
Kerbau Pada Pedati, digambarkan penderitaan kerbau yang tiada hentinya oleh
orang yang mengaturnya karena kelelahan menarik pedati yang sarat barang di
jalan menanjak yang terjal, dengan kata lain penderitaan orang kecil tidak akan
pernah berakhir di bawah kepemimpinan orang besar diatasnya.
Pada cerpen Malin
Kundang Ibunya Durhaka, digambarkan Anis yang mengusulkan sebuah cerita,
yang walau cerita itu adalah hasil plagiasi itu tak masalah karena
plagiat/peniruan itu sudah biasa. Pada cerpen Pendekar dan Ayam Jago, digambarkan Pendekar Sungsang yang suka
mengadu ayam tanpa mengerti perasaan ayam itu kesakitan atau tidak, yang pada
kahirnya dia berubah posisi menjadi ayam dan ayamnya menjadi dirinya, kemudain
si ayam berlaku sama kepada Pendekar Sungsang karena Pendekar Sungsang sangat
sombong karena merasa dirinya adalah pendekar hebat.
Pada cerpen Kaus
Kaki, digambarkan Karatang seorang
mahasiswa yang memiliki kaus kaki berbau busuk dan usang, sebuah hal
yang kecil dapat membuat perubahan besar, karena sebuah peristiwa yang
disebabkan oleh sebuah kaus kaki membuat Ketua Parlemen tiba-tiba stroke dan
tak lagi bisa berbicara benar, dan apapun yang kita lakukan atau kita buang dan
hindari semua itu akan kembali pada diri kita sendiri seperti kaus kaki busuk
yang di buang Karatang kembali lagi kepada Karatang dan entah bagaimana itu
bisa terjadi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari semua cerpen di atas, yang bisa
menjadi dasar, sesuai dengan judul kumpulan cerpennya, Bertanya Kerbau Pada Pedati, semua yang terjadi pada saat itu
hingga kini belum bisa berubah karena kekuasaan orang-orang besar/ petinggi
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan rakyat kecil, seperti yang
digambarkan tukang pedati yang memaksa kerbau menarik pedati walau sangat berat
perjuangan itu. Apa yang terjadi di sosial masyarakat, tidak ada yang tahu
hukum alamnya, saling melempar kesalahan dan tak ada yang mau bertanggung jawab,
seperti yang digambarkan pada cerpen kerbau itu bertanya pada pedati, kemudian
pedati menyambungkan pertanyaan kepada muatan, dan muatan menyambungkan
pertanyaan kepada tukang pedati. Tukang pedati tak mau tahu apa yang terjadi di
bawahnya. Ia lebih memilih marah dan menyalahkan kerbau. Hingga sampai jawaban
kepada kerbau, dan kerbau bingung mengapa mereka yang jadi disalahkan karena
mempertanyakan kapan perjalanan dan pendakian mereka selesai. Seperti kita,
masyarakat, yang hingga kita tahu jawaban bisu yang sampai kepada kita, tidak
ada yang mau bertanggung jawab dan harus kitalah yang memikul sebuah masalah
yang mungkin bukan kitalah pelakunya.
Akhirnya, seorang anak yang
memberontak karena semangat revolusinya di masa perang kemerdekaan, membangkitkan
pemberontakan kerbau, seperti yang terjadi pula pada masyarakat kita, melakukan
pemberontakan untuk kemerdekaan dan melepaskan diri dari kungkungan penjajahan
dan penderitaan. Namun, setelah melepaskan diri, pastilah kita masih akan
dikejar-kejar oleh penjajahan dan penderitaan itu seperti yang digambarkan
tukang pedati mengejar kerbau. Dan gambaran tukang pedati yang lebih memilih
mengejar kerbau yang dianggapnya bisa menjadi penopang untuk kelanjutan
hidupnya dibandingkan memilih istri yang sudah terluka, menjelaskan kepada kita
bahwa orang akan mengejar segalanya walaupun itu susah untuk didapat ia akan
terus mengejar dengan cara apapun. Apa yang dimilikinya kini ia rasa belum
cukup. Dan jika ia bisa mendapatkan apa yang diinginkan, ia akan terus mendapatkan
yang ia inginkan selanjutnya, seperti pemikiran tukang pedati yang memilih
mengejar kerbau dari pada menolong istrinya karena ia berpikir kerbau akan
menjadi jalan nafkah mengambil kekayaan untuk dirinya dan selanjutnya akan
mendapatkan istri lagi yang lebih muda suatu saat nanti.
DAFTAR
PUSTAKA
Adilla, Ivan. 2016. Padang. Universitas Andalas. Mata Kuliah: Teori Sastra.
Navis, A.A. 2002. Bertanya
Kerbau Pada Pedati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.