2020-09-17

Aspek Budaya dalam Buku Kumpulan Cepren Bertanya Kerbau pada Pedati Karya A.A. Navis




A. Latar Belakang
Buku “Bertanya Kerbau Pada Pedati” adalah buku dengan sekumpulan cerita pendek yang banyak bercerita kehidupan. Kehidupan yang dimaksud dapat berupa pengalaman hidup maupun hidup akhirat. Kebanyakan suasana untuk menghidupkan cerita diambil dari daerah Sumatera Barat. Ini dapat disebabkan oleh latar belakang penulis yaitu berasal dari daerah tersebut.
Dalam buku ini dikumpulkan 10 cerita Navis yang pada terbitan pertamanya tahun 1963 oleh NV Nusantara Bukittinggi, buku ini terdapat 5 cerpen. Pada terbitan keduanya tahun 1990 oleh Pustakakarya Grafikatama Jakarta, terdapat 10 cerpen yang pada cetakan ketiga dilakukan penggantian 2 cerpen, yakni cerpen Tanpa Tembok dan Sebuah Wawancara dengan cerpen Pendekar Ayam Jago dan Kaus Kaki.
Pada cetakan pertama dan kedua, kumpulan cerpen ini berjudul Bianglala, namun diubah pada cetakan ketiga ini berjudul Bertanya Kerbau Pada Pedati. Jika dilihat dari judul dan latar belakang penulis membuat kumpulan cerpen ini, penulis yang menginginkan kebebasan berkarya dan menyatakan pendapat, serta penerbitan karya pada tahun-tahun kritis setelah kemerdekaan, yang keadaan politik dan sosial saat itu masih carut marut dan bobroknya intelektual masyarakat yang masih menggambarkan rendahnya kesejahteraan masyarakat akibat peperangan demi kemerdekaan yang terjadi sebelumnya hingga keadaan yang belum stabil karena masih ada penjajahan secara tak langsung.


B. Landasan Teori
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni yang merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam semua cerita Navis, terlihat ia menggambarkan kehidupan, keadaan sosial pada tahun-tahun 90-an setelah kemerdekaan. Semua cerita ini digambarkan dengan metafora dan perlambangan yang dikaitkan dengan realitas, yang masih berhubungan pula dengan kehidupan hingga saat ini.
Pada cerpen Dokter dan Maut, digambarkan seorang dokter yang merasa dirinya adalah orang yang perfeksionis dan terbaik dalam menjalankan tugasnya yang lebih menjunjung etika profesi dibanding dengan urusan pribadinya. Namun ini terlihat keegoisan diri si dokter yang ketika maut datang, ia berusaha mengulur kematiannya.
Pada cerpen Sebelum Pertemuan Dimulai, digambarkan Mahatma Gandhi yang menjadi seorang pemimpin pertemuan di alam barzah tak bisa terlepas dari sekretarisnya Chairil Anwar yang cenderung berpikir modern dan kontemporer.
Pada cerpen Pemburu dan Serigala digambarkan seorang pemburu yang sombong dan selalu membanggakan dirinya di hadapan orang lain, namun sebenarnya ia tak bisa apa-apa, tak memiliki kehebatan apa-apa.
 Pada cerpen Angkatan 00 digambarkan Angkatan 00 yang diprakarsai oleh pemuda merasa bisa memimpin lebih baik dibandingkan angkatan sebelumnya.
Pada cerpen Kucing Gubernuran, digambarkan banyaknya masalah yang akan menjadi sebuah kebobrokan, dan ketika ada yang menyelesaikan/ solusi tidak tahu terima kasih dan membuang begitu saja kebaikan yang sudah melindungi kebusukan di dalamnya, yang digambarkan dengan kucing yang membasmi tikus yang akan menjadi bangkai ketika mati dan berbau ke seluruh ruangan.
Pada cerpen Kuda Itu Bernama Ratna, diceritakan seorang pengagum fanatik kuda bernama Rajo Sutan yang sangat menjunjung tinggi martabat kuda, yang walaupun banyak istilah negatif yang menggambarkan kuda tetapi tak perlulah kenegatifan itu menutupi apa yang sudah di sumbangkan terhadap peradaban, atau dengan kata lain walau banyak kebaikan yang dilakukan tentu akan tertutupi oleh satu kesalahan, sekecil apapun kesalahan/keburukan itu.
Pada cerpen Bertanya Kerbau Pada Pedati, digambarkan penderitaan kerbau yang tiada hentinya oleh orang yang mengaturnya karena kelelahan menarik pedati yang sarat barang di jalan menanjak yang terjal, dengan kata lain penderitaan orang kecil tidak akan pernah berakhir di bawah kepemimpinan orang besar diatasnya.
Pada cerpen Malin Kundang Ibunya Durhaka, digambarkan Anis yang mengusulkan sebuah cerita, yang walau cerita itu adalah hasil plagiasi itu tak masalah karena plagiat/peniruan itu sudah biasa. Pada cerpen Pendekar dan Ayam Jago, digambarkan Pendekar Sungsang yang suka mengadu ayam tanpa mengerti perasaan ayam itu kesakitan atau tidak, yang pada kahirnya dia berubah posisi menjadi ayam dan ayamnya menjadi dirinya, kemudain si ayam berlaku sama kepada Pendekar Sungsang karena Pendekar Sungsang sangat sombong karena merasa dirinya adalah pendekar hebat.
Pada cerpen Kaus Kaki, digambarkan Karatang seorang  mahasiswa yang memiliki kaus kaki berbau busuk dan usang, sebuah hal yang kecil dapat membuat perubahan besar, karena sebuah peristiwa yang disebabkan oleh sebuah kaus kaki membuat Ketua Parlemen tiba-tiba stroke dan tak lagi bisa berbicara benar, dan apapun yang kita lakukan atau kita buang dan hindari semua itu akan kembali pada diri kita sendiri seperti kaus kaki busuk yang di buang Karatang kembali lagi kepada Karatang dan entah bagaimana itu bisa terjadi.








BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari semua cerpen di atas, yang bisa menjadi dasar, sesuai dengan judul kumpulan cerpennya, Bertanya Kerbau Pada Pedati, semua yang terjadi pada saat itu hingga kini belum bisa berubah karena kekuasaan orang-orang besar/ petinggi yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan rakyat kecil, seperti yang digambarkan tukang pedati yang memaksa kerbau menarik pedati walau sangat berat perjuangan itu. Apa yang terjadi di sosial masyarakat, tidak ada yang tahu hukum alamnya, saling melempar kesalahan dan tak ada yang mau bertanggung jawab, seperti yang digambarkan pada cerpen kerbau itu bertanya pada pedati, kemudian pedati menyambungkan pertanyaan kepada muatan, dan muatan menyambungkan pertanyaan kepada tukang pedati. Tukang pedati tak mau tahu apa yang terjadi di bawahnya. Ia lebih memilih marah dan menyalahkan kerbau. Hingga sampai jawaban kepada kerbau, dan kerbau bingung mengapa mereka yang jadi disalahkan karena mempertanyakan kapan perjalanan dan pendakian mereka selesai. Seperti kita, masyarakat, yang hingga kita tahu jawaban bisu yang sampai kepada kita, tidak ada yang mau bertanggung jawab dan harus kitalah yang memikul sebuah masalah yang mungkin bukan kitalah pelakunya.
Akhirnya, seorang anak yang memberontak karena semangat revolusinya di masa perang kemerdekaan, membangkitkan pemberontakan kerbau, seperti yang terjadi pula pada masyarakat kita, melakukan pemberontakan untuk kemerdekaan dan melepaskan diri dari kungkungan penjajahan dan penderitaan. Namun, setelah melepaskan diri, pastilah kita masih akan dikejar-kejar oleh penjajahan dan penderitaan itu seperti yang digambarkan tukang pedati mengejar kerbau. Dan gambaran tukang pedati yang lebih memilih mengejar kerbau yang dianggapnya bisa menjadi penopang untuk kelanjutan hidupnya dibandingkan memilih istri yang sudah terluka, menjelaskan kepada kita bahwa orang akan mengejar segalanya walaupun itu susah untuk didapat ia akan terus mengejar dengan cara apapun. Apa yang dimilikinya kini ia rasa belum cukup. Dan jika ia bisa mendapatkan apa yang diinginkan, ia akan terus mendapatkan yang ia inginkan selanjutnya, seperti pemikiran tukang pedati yang memilih mengejar kerbau dari pada menolong istrinya karena ia berpikir kerbau akan menjadi jalan nafkah mengambil kekayaan untuk dirinya dan selanjutnya akan mendapatkan istri lagi yang lebih muda suatu saat nanti.


DAFTAR PUSTAKA

Adilla, Ivan. 2016. Padang. Universitas Andalas. Mata Kuliah: Teori Sastra.

Navis, A.A. 2002. Bertanya Kerbau Pada Pedati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Previous Post
Next Post

0 Comments: