Psikologi sastra memiliki empat ruang lingkup
1. studi psikologis pengarang sebagai tipe atau sebagai paribadi
2. studi proses kreatif
3. studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra
4. mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).
Penyair adalah pelamun yang diterima masyarakat. Penyair tak perlu mengubah kepribadiannya, ia boleh meneruskan dan mempublikasikan lamunannya.
Teori seni sebagai gangguan emosi menampilkan masalah hubungan imajinasi dengan kepercayaan. Salah satu kecenderungan yang lain yang ada pada seniman (terutama penyair) adalah sinestesia, penggabungan dua macam penginderaaan, biasanya penglihatan dan pendengaran. Kecenderungan psikologis ini bersumber dari kebiasaan untuk tidak membedakan macam-macam penginderaan. Tetapi sekarang sinestesia sudah menjadi teknik sastra, semacam terjemahan metaforis, seperti ungkapan berlebihan sajak-sajak metafisik, suatu sikap estetis tertentu terhadap kehidupan.
Penggolongan dua kutub seni yang paling terkenal dan berpengaruh adalah yang dibuat oleh Nietzsche dalam bukunya The Birth of Tragedy (1872). Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang. Struktur mental seorang penyair berbeda dengan susunan sebuah puisi. Impresi berbeda dengan ekspresi. Sebaliknya, bagi seorang pelukis yang menggunakan teknik apa pun, setiap impresi juga dibentuk oleh hasil pelukisnya, karena pelukis belajar dari pengalaman yang tuntas.
Inspirasi adalah sebutan tradisional untuk faktor bawah sadar dalam proses penciptaan. Apakah inspirasi tidak bisa didatangkan? Kebiasaan kreatif dan ritual serta rangsangan dapat diusahakan. Penyair-penyair mantis (juru ramal) pada masyarakat primitif diajari cara menyiapkan diri supaya dapat menjadi “kesurupan”. Seperti halnya pengikut aliran kepercayaan di Timur, yang dianjurkan memakai waktu dan tempat khusus untuk berdoa, dan mengucapkan seruan-seruan yang diulang-ulang atau mantra, penyair modern belajar atau mengira dapat belajar mencapai situasi kreatif.
Sastrawan adalah spesialis dalam membuat asosiasi, disosiasi, dan mengkombinasikan kembali unsur-unsur yang dialami secara terpisah. Sastrawan mengumpulkan kata-kata seperti anak kecil mengumpulkan boneka, perangko, atau binatang peliharaan. Bagi penyair, kata-kata bukanlah “tanda” suatu pasangan yang transparan. Melainkan “simbol”, yang mempunyai nilai dirinya sendiri di samping sebagai alat untuk mewakili hal lain. Frase “asosiasi ide” adalah istilah yang kurang tepat untuk menggambarkan kecenderungan sastrawan terhadap bahasa. Selain hubungan asosiasi kata dengan kata, ada juga asosiasi pikiran dengan objek. Kategori utama asosiasi semacam ini adalah kaitan antara tempat dan waktu, serta antara persamaan dan perbedaan.
Untuk seniman-seniman tertentu, psikologi membantu mengentalkan kepekaan mereka pada kenyataan, mempertajam kemampuan pengamatan, dan memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya. Tapi psikologi itu sendiri baru merupakan suatu persiapan penciptaan. Di dalam karya sastra, kebenaran psikologis baru mempunyai nilai artistik jika ia menambah koherensi dan kompleksitas karya. Dengan kata lain, jika kebenran psikologis itu sendiri merupakan suatu karya seni.
0 Comments: