2020-11-07

FILOLOGI

 


BAB III

SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI

 

Kebudayaan yunani lama merupakan salah satu dasar yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakata barat pada umumnya. Ilmu filologi yunani lama merupakan ilmu yang penting untuk menyajikan kebudayaan yunani laa yang hingga abad ini tetap berperan dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai suber dari sejarah ilmu pengetahuan.

            Para penulis barat sering kali mengutip mitologi yunani kuno apabila mereka memerlukan perumpamaan yang dapat lebih menjelaskan jalan pikiran mereka. Ilmu filologi akarnya adalah dari kebudayaan yunani kuno.

 3.1 Filologi Eropa Daratan

            Ilmu filologi tumbuh dan berkembang dikawasan kerajaan yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika pantai Utara.

3.1.1 Awal pertumbuhannya

            Awal kegiatan filologi di kota Iskandariyah dilakukan oleh bangsa yunani pada abad ke-3 SM. Bangsa ini berhasil membaca naskah-naskah yunani lama yang ditulis pada abad ke-8 SM. Dalam huruf yang berasal dari huruf bangsa vunisia yang kemudian dikenal dengan huruf yunani.

            Di kota Iskandariyah pada abad ke-3 SM terdapat pusat ilmu pengetahuan karena di tempat itu banyak dilakukan telaah naskah-naskah lama oleh para ahli, para penggarap naskah tersebut dikenal dengan ahli filologi dan yang pertama memakai nama itu adalah ERASTOTHENES.

            Metode yang mereka gunakan untuk menelaah naskah tersebut dikenal dengan ilmu filologi, metode tahap awal kemudian berkembang dari abad ke abad. Metode awal mereka hanya memperbaiki huruf dan bacaannya, ejaannya, bahasanya, tata tulisannya, kemudiann menyalinnya dalam keadaan yang mudah dibaca, bersih dari kesalahan-kesalahan. Para ahli filologi tarap awal ini menguasai ilmu dan kebudayaan yunani lama dan dikenal dengan aliran Iskandariyah.

            Setelah Iskandariyah jatuh kekuasaan Romawi, kegiataan filologi berpindah ke Eropa Selatan yang berpusat di kota Roma melanjutkan tradisi filologi yunani lama.

3.1.2  Filologi di Romawi Barat dan Romawi Timur

3.1.2.1 Filologi Romawi Barat

            Kegiatan filologi Romawi Barat diarahkan kepada penggarapan naskah dalam bahasa latin sejak abad ke-3 SM. Naskah latin itu berupa puisi dan prosa diantaranya tulisan cicero. Sejak terjadinya kristenisasi di Benua Eropa, kegiatan filologi di Romawi Barat dilakukan juga untuk menelaah naskah keagamaan. Akibatnya naskah yunani ditinggalkan.

3.1.2.2 Filologi Romawi Timur

            Pada waktu telaah teks yunani mundur di Romawi Barat di Romawi Timur muncul pusat studi teks Yunani, mesalnya di Atena.

Pada waktu telaah teks yunani berkembang di Romawi Timur, dirasakan kurangnya ahli  yang melakukan kegiatan itu.

3.1.3 Filologi di zaman Renaisans

            Renaisans adalah periode rakyat cenderung kepada dunia Yunani atau kepada aliran Humanisme. Renaisans awalnya merupakan gerakan dikalangan para sarjana dan seniman, tetapi selanjutnya meningkat menjadi perubahan cara berfikir dikalangan umat beradap. Kata humanisme berasal dari kata humaniora (yunani) atau umanista (latin) yang berarti guru yang mengelola tata bahasa, retorika, puisi, dan filsafat.

            Pada zaman Renaisans, metode kajiannya berpijak pada pengkritikan teksnya dan sejarahnya, seperti karya Lavatolovati.

Penemuan mesin cetak oleh  Gutenberg dari Jerman pada abad ke-15 menyababkan perkembangan baru di bidang filologi misalnya penerbitan teks menjadi lebih banyak dan penerbitannya juga menjadi lebih luas.

3.2. Filologi di kawasan Timur Tengah

            Sejak abad ke-4 beberapa kota di Timur Tengah telah memiliki perguruan tinggi, pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari yunani seperti Gaza. Kota EDESSA pada abad ke-5 dilanda perpecanan gerejani maka banyaklah ahli filologi yang berasal dari kota itu berpindah ke kawasan persia.

            Pada zaman dinasti Abasiah, studi naskah dan ilmu pengetahuan yunani semakin berkembang dan puncak perkembangan itu pada pemerintahan makmum. Pada zaan ini tidak jelas apakah kegiatan itu mengerjakan naskah yunani atau tidak.

            Setelah islam berkembang dan meluas di kawasan di luar negara Arab, sastra islam berkembang dan maju di daerah persi pada abad ke-10 hingga abad ke-13 misalnya Mantiq Alfair susunan Fariq Aldin.

            Pada abad ke-17, telaah teks klasik Arab dan persi di Eropa telah dipandang mantap, terutama Camberidge dan Oxford. Di Inggris banyak di pelajari karya sastra arab dan persi seperti 1001 malam.

3.3 Filologi dikawasa Asia : India

            Keluhuran budaya India telah terungkap dengan berbagai penelitian terutama penelitian terhadap dokumen berupa tulisan seperti prasasti seperti naskah. Filsafat yunani diduga telah mempengaruhi sistem filsafat india.

            Kontak bangsa India dengan bangsa Persi terjadi karena adanya keadaan alam. Karya sastra India banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persi misalnya Sukasaptati

3.3.1 Naskah-naskah Indiah

            Naskah bangsa India yang paling tua adalah berupa kesastraan weda yang mengandung empat bagian: Regweda, Samaweda, Yajurweda, Atarwaweda yang disusun pada abad ke-6 SM. Selain naskah yang bernafaskan agama dan filsafat naskah lama india juga berisa Wiracarita, misalnya Mahabarata.

3.3.2 Telaah filologi terhadap naskah India

            Naskah India mulai ditelaah sejak kedatangan bangsa barat 1498Tata bahasa sangskerta mula-mula ditulis oleh HANXLEDEN. Bangsa Pada awal abad ke-19, dikenal nama Alexmder Hanilton dan Friedrich schgesel yang dipandang sebagai

 yang memajukan studi naskah Sansekerta di Eropa.

 

3.4 Filologi di kawasan Nusantara

3.4.1 Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat

            Keinginan mengkaji naskah nusantara mulai timbul dengan kedatangan bangsa Barat dikawasan ini pada abad ke-16.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

TEORI FILOLOGI DAN PENERAPANNYA

Naskah-Teks

4.1.1 Pengertian Naskah

            Naskha adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah handschrift (singkatan hs untuk tunggal, hss unyanditulis g tuk jamak) dan manuscript (singkatan ms unutk tunggal, mss untuk jamak ) jadi naskah itu benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.

            Di Indonesia bahan naskah  untuk karya Jawa Kuno adalah Zoetmulder (Kalangwan, 1974) karas, semacam papan atau batu tulis, naskah Jawa memakai daun lontar dan dluwang (kulit kayu). Naskah Bali dan Lombok memakai lontar, naskah Batak memakai kulit kayu, bambu, rotan. Pada abad ke-18 dan ke-19 kertas Eropa datang ke Indonesia menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik.

4.1.1.1 Beda Naskah – Prasasti

NO

NASKAH

PRASASTI

1

Berupa buku atau bahan tulisan tangan seperti naskah Batak memakai kulit kayu, naskah Jawa , nasakh Bali dan naskah Lombok memakai lontar

Prasasti berupa tulisan tangan pada batu (andesit,berporus, batu putih), batu bata, logam (emas, perak, tembaga), gerabah, marmer, kayu, dan lontar.

2

Naskah pada umumnya panjang, karena memuat cerita lengkap

Prasasti pada umunya pendek karena memuat soal-soal yang ringkas. Seperti pemberitahuan resmi mengenai pendirian bangunan suci, doa –doa suci penolak rintangan karma dan segala kejahatan, asal usul raja dari dewa, dan lain lain

3

Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun

Prasasti seirng menyebut nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sangkalan

4

Naskah berjumlah banyak karena disalin

Prasasti tidak disalin-salin sehingga jumlahnya relatif tidak kurang lebih 500 buah

5

Naskah yang paling tua Tjanda-karana (dalam bahasa Jawa Kuno) sekitar abad ke-8

Prasasti yang paling tua berasal kira-kira dari abad ke-4 (prasasti Kutai)

               

4.1.1.2 Kedikologi

            Kedikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan yang memepelajari tentang seluk beluk semua aspek naskah, antara lain yaitu  bahan, umur, tempatb penulisan, dan perkiraan penulis naskah. Kodeks berbeda dengan naskah, kodeks adalah buku yang tersedia untuk umum yang hampir selalu di dahului oleh sebuah naskah. Setelah seni cetak ditemukan, kodeks berubah arti menjadi buku tertulis. Kodeks memiliki arti dan fungsi yang sama dengan buku cetak sekarang. Otograf adalah teks bersih yang ditulis oleh pengarang, sedangkan Apograf adalah salinan bersih yang disalin oleh orang-orang lain.

4.1.2 Pengertian Teks           

            Teks artinya kandungan atau muatan naskah, esuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dengan bentuk bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari dalam berbagai pendekatan melalui tokoh, alur, latar, gaya bahasa, sudut pandang, dan sebagainya.

Macam-macam teks :

1.     Teks lisan (tidak tertulis)

2.     Teks naskah (tulisan tangan)

3.     Teks cetakan

4.2 Kritik Teks

4.2.1. Pengertian Kritik Teks

            Kritik Teks adalah kritikan terhadap sebuah teks, tujuan mengkritik teks tersebut adalah gunanya untuk memastikan apakah teks ini judulnya sesuai dengan isinya. Karena pada zaman dahulu teks yang terdapat di dalam sebuah naskah sering di salin ke dalam bentuk teks yang lain bahkan berulang-ulang kali, makanya di sini diperlukan adanya kritik sastra, gunanya memastikan apakah teks yang disalin itu sesuai dengan teks aslinya.

4.2.2 Paleografi

            Paleografi adalah ilmu macam-macam tulisan kuno . Dari jenis tulisan bentuk huruf dan ciri-ciri khas tulisan tangan tertentu dapat diruntut kembali daerah asal , waktu penulisan teks, apakah teks ditulis sekali jadi, atau pada waktu berlainan ditulis oleh seseorang atau beberapa orang, dan sebagainya. Data itu memberikan bahan dalam memperkirakan sejarah terjadi dan seluk-beluk teks untuk penafsiran yang tepat. Dengan demikian paleografi memberikan sumbangan kepada kodikologi. Contoh dari Paleografi adalah tulisan Kawi atau Jawa Kuno yang ditulis dengan huruf Palawa, tulisan di Bali, Madura, Bima, dan Sumbawa menggunakan tulisan periode Majapahit, prasasti Canggal yang ditulis dalam dengan huruf Palawa, dan lain sebagainya.

4.2.3 Transliterasi

            Transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penggantian jenis tulisan pada prasasti pada umumnya menggunakan istilah trankripsi (salinan atau turunan tanpa mengganti macam tulisan ). Transliterasi sangat penting untuk memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan huruf daerah karena kebanyakan orang sudah tidak mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan daerah.

            Dalam melakukan transliterasi , perlu diikuti pedoman yang berhubungan dengan pembagian kata, ejaan, dan pungtuasi. Sebagaimana diketahui, teks-teks lama ditulis tanpa memperhatikan unsur-unsur tata tulis yang merupakan kelengkapan wajib untuk memenuhi teks. Hal ini berkaitan dengan gaya penceritaan yang mengalir terus karena dulu tek dibacakan pada peristiwa-peristiwa tertentu untuk dihayati dan dinikmati bersama-sama.

            Transliterasi harus dipertahankan ciri-ciri teks asli sepanjang hal itu dapat dilaksanakan karena penafsiran teks yang bertanggung jawab sangat membantu pembaca dalam memahami isi teks.

 

4.2.4 Perbandingan Teks

            Untuk menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan, perlu diadakan perbandingan teks. Langkah-langkahnya adalah :

1.     Membaca dan menilai (meresensi) semua masalah yang ada, mana yang dapat dipandang sebagai  naskah objek penelitian dan mana yang tidak.

2.     Penyisihan teks kopi (eliminasi) adalah teks salinan dari teks lain yang tidak menunjukkan kekhususan apa pun maka teks ini dapat disisihkan karena dipandang tidak ada gunanya dalam penentuan teks dasar suntingan.

3.     Periksa keasliannya (eksaminasi) teks- teks yang telah dinilai dapat dipakai untuk penelitian selanjutnya diperiksa keasliannya, apakah ada tempat yang korup, apakah ad bagian dari teks yang ditanggalkan (lakkuna), apakah ada tambahan (interpolasi) dari penyalin-penyalin kemudian, dan tidak kesempurnaan lainnya.

4.3 Metode Peneitian

4.3.1 Pencatatan dan Pengumpulan Naskah

            Apabila kita telah menentukan untuk meneliti sesuatu naskah, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencatat naskah dan teks cetakanyang berjudul sama atau berisi cerita yang sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakan, terutama dipusat-pusat studi Indonesia di seluruh dunia. Di samping itu, perlu dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan.

            Untuk mendapatkan bahan penelitian yang lengkap guna penafsiran teks yang setepat-tepatnya dari berbagai segi, perlu pula dikumpulkan ulasan-ulasan mengenai teks naskah itu seluruhnya atau sebagian dalam karya-karya lain, nukilan teks dalam bunga rampai, dan bila ada tradisi lisannya.

4.3.2 Metode Kritik Teks

4.3.2.1 Metode Intuitif

            Pada zaman dahulu orang bekerja secara intuitif, dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang dipandang tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas. Metode ini bertahan sampai abad ke-19

4.3.2.2 Metode Objektif

            Metode objektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut metode stema. Penerapan metode stema ini sangat penting karena pemilihan atas dasar objektivitas selera baik dan akal sehat dapat dihindari. Guna metode objektif adalah untuk memperhatikan kekeliruan-kekeliruan bersama dalam naskah tertentu, dapat ditentukan silsilah naskah.

4.3.2.3 Metode Gabungan

            Metode ini dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran filologi smunya hampir sama. Perbedaan antarnaskah tidak besar. Walaupun ada perbedaan tetapi hal itu tidak mempengaruhi teks. Pada umunya yang dipilih adalah bacaan mayoritas atas dasar perkiraan bahwa jumlah naskah yang banyak itu merupakan saksi bacaan yang betul. Dengan metode ini, teks yang disunting merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan dari bacaan semua naskah yang ada.

4.3.2.4 Metode Landasan

            Metode yang diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah yang diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat dinyatakn sebagai naskah mengandung paling banyak bacaan yang baik. Oleh karena itu, naskah itu dipandang paling baik untuk dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode induk atau metode legger (landasan)

4.3.2.5 Metode Edisi Naskah Tunggal

            1. Edisi Diplomatik

Yaitu menerbitkan satu naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Edisi diplomatik yang baik adalah hasil pembacaan yang teliti oleh seorang pembaca yang ahli dan berpengalaman. Dalam bentuknya yang paling sempurna, edisi diplomatik adalah naskah asli direproduksi fotografis, hasil reproduksi fotografis disebut juga faksimile. Metode ini paling murni karena tidak ada unsur campur tangan dari pihak editor.

2. Edisi Standar

  Yaitu menerbitkan naskah dengan memebetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedang ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Diadakan pembagian kata, pembagian kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan pula komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis dan sezaman. Segala usaha perbaikan harus disertai pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang tepat.

4.3.3 Susunan Stema

              Naskah-naskah yang diperbandingkan diberi nama dengan huruf besar Latin :A, B, C, Ddan seterusnya. Dalam hubungan kekeluargaan naskah-nasakh ada naskah yang berkedudukan sebagai arketip dan ada yang sebagai hiparketip. Arketip adalah nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan, dapat dipandang sebagai pembagi persekutuan terbesar dari sumber-sumber tersimpan. Hiparketip adalah kepala keluarga naskah-naskah dan membawahi naskah-naskah seversi. Arketip kadang-kadang diberi nama huruf Yunani omega dan hiparketip dinamakan alpha(α), beta(β), gamma(γ).

              Metode stema tidak bebas dari berbagai masalah dan keberatan. Sebagai contoh disebutkan beberapa di antaranya sebgaia berikut :

1.     Metode ini pada dasarnya berdasarkan pilihan antara bacaan yang benar dan salah. Dalam prakteknya, sulit menentukan pilihan itu.

2.     Pilihan antara dua hiparketip sering juga tidak mungkin karena keduanya dianggap baik.

3.     Dua anggota dari satu hiparketip mungkin mewakili dialek atau tahap bahasa yang berbeda sehingga penyunting menghadapi pilihan antara stema dan homogenitas dialek atau tahap bahasa.

4.     Masalah kontaminasi atau perbauran dua trasdisi akibat tradisi terbuka.

5.     Teks “asli” juga sering dipersoalkan, mungkin tidak pernah ada “satu” versi asli karena dari permulaan tidak ada variasi teks.

6.     Hubungan antara tradisi lisan dan tradisi naskah tulisan tangan di Indonesia perlu diperhatikan, mana yang lebih asli dan otentik karena ada interaksi yang kuat antara keduanya.

4.3.4 Rekonstruksi Teks

              Setelah tersusun stema, teks direkonstruksi secara bertahap sambil melakukan emendasi. Berdasarkan pengertian bahwa salah satu bacaan salah maka yang salah ini dibetulkan menurut bacaan yang benar, yang terdapat dalam naskah-naskah lain. Apabila terdapat perbedaan bacaan dalam jumlah naskah yang sama sehingga berdasarkan pengetahuan dari sumber lain sehingga bacaan yang satu dibetulkan dengan mengikuti bacaan yang lain. Bacaan yang dalam semua naskah dipandang sebagai bacaan arketip.

4.4 Penerapan Teori Filologi pada Karya Satra Lama Nuasantara

              Kegiatan filologi di Indonesia dimulai dari pertengahan abad ke-19 oleh sarjana-sarjana Eropa, terutama Belanda. Naskah-naskah di Indonesia kebanyakan tertulis dalam bahasa dan huruf daerah. Sebagai contoh permulaan tradisi filologi di Indonesia dapat disebutkan antara lain, yaitu :

a.      Brata – Jo eda oleh Cohen Stuart (1860)

Guna menyusun aparat ktirik dan penentuan teks yang akan diterbitkan, Cohen Stuart menggunakanbeberapa sumber :

1). Dari saluran dalam tembang mencapai digunakan satu teks tercetak dan dua naskah

2). Dari saluran dalam kakawin dipakai dua naskah

3). Dari bahasa Kawi

     (1) sebuah naskah lengkap, tetapi paling rusak

     (2) beberapa lembaran lepas yang memuat sebagian dari Berata – Yuda Kawi

     (3) beberapa lembaran lepas yang memuat pupuh II-IV

     (4) salinan oleh Cohen Stuart dari naskah Gericke

     (5) petikan-petikan dari Barata – Yuda Kawi dalam History of Java (Raffles)

     (6) naskah berasal dari Bupati Gresik

      (7) naskah salinan dari naskah Madura

      (8) naskah miliknya sendiri

4). Sumber tambahan :

      (1) terjemahan lengkap dari Barat Joeda Macapat dalam bahasa Belanda

      (2) beberapa catatan dalam naskah guna melengkapi terjemahan itu

      (3) petikan-petikan dari Brata- Joeda Kawi

      (4) ringkasan Brata Joeda dalam prosa Jawa

 

b.     Ramayana Kakawin oleh Kern

Untuk penerbitan teks, dipakai lima buah naskah berasal dari Bali dua buah naskah berasal dari Jawa. Teks-teks naskah Bali itu saling menunjukkan perbedaan bacaan yang kecil sekali sehingga kelimanya dianggap sebagai satu naskah, dan juga dua naskah Jawa itu. Dari penelitian terbukti bahwa naskah Bali dan Jawa itu saling berbeda dalam ejaan dan pilihan  kata-kata, meskipun teks kakawinnya sama. Akhirnya yang dipakai sebagai dasar penerbitan adalah naskah Bali karena dianggap pada umumnya lebih dekat kepada teks aslinya, walaupun kerap kalidi antara naskah Jawa yang cacat ada yang menunjukkan bacaan yang lebih baik.

 

c.      Nagarakrtagama oleh Brandes (1902)

Brandes menerbitkan Nagarakrtagama dengan huruf Bali dengan tujuan untuk memperkenalkan naskah yang ditemukannya di Lombok (1894 agar umum mendapat kesempatan menggunakan keterangan-keterangan yang terdapat dalam teks itu. Penerbitan itu tidak ditempuh metode penentuan teks dasar suntingan seperti yang diperkirakan disusun oleh penulisnya. Suntingan Brandes ini merupakan salinan setia dari naskah. Oleh karena itu, sama sekali tidak diusahakan untuk membentulkan kesalahn-kesalahan penyalin meskipun kesalahan itu kelihatan secara jelas.

 

d.     Brahmanda – Purana oleh Gonda (1932)

Penerbitan teks ini merupakan penerapan pertama metode filologi yang sampai kepada stema. Dalam penentuan teks, dipakai sepuluh naskah dari Universitetis – Bibliotheek Leiden. Atas dasar persamaan ejaan, ditunjukkan pertalian antara naskah-naskah itu. Selanjutnya naskah diperbandingkan dengan tujuan agar jumlah sepuluh naskah itu dapat disederhanakan bentuknya menjadi perkembangan sejarah teks dari satu sumber. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan hubungan naskah, yaitu bagian yang hilang, varian, dan bagian yang cacat.

 

 

 

 

BAB V

OBJEK FILOLOGI

 

A.     Naskah dan Teks

Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan dalam bentuk tulisan. Tentang hasil budaya yang diungkapkan oleh teks klasik dapat dibaca dalam peninggalan-peninggalan yang berupa tulisan yang disebut naskah. Istilah teks menunjukkan pengertian sebagai suatu yang abstrak . naskah merupakan sesuatu yang kongret. Pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan lewat naskah yang merupakan alat penyimpanan. Filologi mempunyai sasaran kerja berupa naskah.

Teks filologi dapat berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan yang biasa disebut naskah dan tulisan cetakan. Jika dilihat dari tradisi penyampaian terdapat filologi lisan, filologi naskah dan filologi cetakan. Kerja filologi lisan banyak bersangkutan dengan studi tradisi lisan yang merupakan tradisi penyampaian teks yang paling tua dan ada beberapa daerah yang masih melestarikan tradisi tersebut.

Filologi naskah berhubungan dengan pengetahuan mengenai kehidupan naskah mengenai berbagai segi penyaksian dengan tulisan tangan dan akibat-akibatnya. misalnya : cerita rakyat yang setelah beberapa lama hidup dalam tradisi lisan lalu ditulis dengan naskah kemudian mengalami penyaringan-penyaringan dan selanjutnya dicetak.

Naskah menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai hasil budaya yang berupa cipta sastra, naskah itu dipandang sebagai cipta sastra karena teks naskah itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan.

B.    TEMPAT PENYIMPANAN NASKAH

Naskah biasaya disimpan pada berbagai katalog diperpustakaan dan museum yang terdapat di berbagai negara. Naskah-naskah teks nusantara pada saat ini sebagian tersimpan di museum-museum di 26 negara kecuali Indonesia. Sebagian naskah lainnya tersimpan dalam koleksi perorangan.

Previous Post
Next Post

0 Comments: