PENDAHULUAN
- Pengertian Kajian Struktural
Pendekatan struktural merupakan pendekatan instrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra. (Satoto,1993:32)
ISI
Judul novel : Memang Jodoh
Karya :Marah Rusli
A. Tokoh/Penokohan
Tokoh adalah yang menunjukkan pada orangnya, pelaku dalam sebuah cerita. (Nurgiyantoro.2000:165)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh-tokoh tersebut. (Suroto,1989:92-93)
a. Hamli
Hamli adalah seorang pemuda yang tampan, pandai, berbudi pekerti yang baik dan memiliki darah keturunan bangsawan. Hamli bersekolah di sekolah Raya Bikittinggi dan melanjutkan kuliah pertanian di Bogor. Dia juga seorang pemuda yang memegang prinsip dalam mengambil suatu keputusan. Hamli memperjuangkan dan memprotes adat istiadat Minangkabau. Khusunya memprotes adat perkawinan yang tidak mengizinkan menikah dengan perempuan di luat Minang, oleh sebab itu Hamli mengambil keputusan keluar dari adat. Dengan keyakinannya keluar dari kaum dan mempertahankan pernikahannya yang tidak disetujui oleh banyak pihak. hamli merupakan laki-laki yang terlahir di Minangkabau yang berusaha keras untuk mengubah ada yang telah jauh melenceng.
· Berani menentang pada suatu hal yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
“niatku semata-mata ingin mengingatkan pada kepincangan pelaksanaan adat istiadat”
· Penurut
“entahlah, belum dapat kupastikan. Semuanya tergantung ayahku.”
· Tidak ingin mengecewakan ayahnya
“tetapi bagaimana kata ayahanda nanti, yang telah bersusah payah dan merugi-rugi supaya Ananda beroleh pangkat yang telah tinggi dan gaji yang lebih besar.”
· Penyayang ibu.
“oleh sebab itu, diputuskannyalah akan menuruti permintaan ibunya, dan mengurungkan perjalanan ke negeri belanda, walaupun dengan sepenuh penyesalan di hatinya.”
· Senang melamun.
“oleh sebab itu melayanglah pikiranku kesana kemari, di tempat yang tiada kuketahui.”
· Penyedih.
“telah kukatakan kepada teman-temanku disana, bahwa aku seorang penyedih dan perayu.”
· Penutup diri.
“mungkin dia tidak mau mengatakannya.”
· Hemat.
“Hamli menambah muridnya yang belajar bermain biola kepadanya, sehingga pendapatannya bertambah dan semakin hemat dalam berbelanja.”
b. Nyai Radin Asmawati
Nyai Radin Asmawati yang kerap dipanggil Din Wati adalah gadis keturunan bangsawan dan juga seorang cucu Bupati di tanah Pasundan. Dia adalah istri Hamli yang mempunyai paras cantik, berpendidikan tinggi, anggun dalam berpakaian, santun dalam berbahasa.
· Penolong
“baiklah, sahut Radin Asmawati. Dia rupanya kasihan melihat bibinya dalam kesulitan”
· Suka meledek
“hendak digodanya karena dia gemar menggoda orang latah.”
· Teguh pada pendirian
“pada wajahnya membayangkan ketetapan hati yang teguh yang tak dapat diubah lahi.”
· Rela menyakiti dirinya demi cinta
“tetapi, Dinwati tidak mau mendengar nasehatnya, bahkan akan membunuh dirinya jika tak dikawinkan dengan hamli.”
· Percaya pada hamli
“oleh sebab itu, Din wati telah percaya benar kepada suaminya.”
· Rajin
“pada keesokan harinya, pagi-pagi benar Din Wati telah bangun dari tidurnya, lalu mulai memasak kue-kue.”
· Penyabar
“Din Wati dapat menyabarkan hatinya dan menyembunyikan semua kesedihannya dari suaminya.”
c. Siti Anjani (ibu kandung Hamli)
Ibu Hamli yang berasal dari tanah Jawa tetapi sudah dianggap orang padang karena sudah menikah dengan sultan Bendahara yaitu ayah Hamli.
Siti Anjani dimadu dengan seorang perempuan Minangkabau karena adat istiadat Minangkabau yang tidak mengizinkan menikahi perempuan di luar Minangkabau kecuali dia mau dimadu oleh suaminya.
· Penyayang kepada Hamli.
“akulah yang akan meminta kepadanya, supaya anakku sebiji mata jngan diceraikannya sejauh itu dariku.”
· Memegang adat padang.
“Siti anjani telah menggunakan keringanan hati Hamli untuk mencapai kewajiban tiap-tiap ibu Padang untuk mengawinkan anaknya selekas mungkin.”
d. Sutan Bendahara (Ayah Hamli)
· Mendukung keputusan Hamli.
“beberapa hari kemudian, datang pula surat kawat dari sutan Bendahara yang membawa izin ini disertai uang belanja perkawinan.”
e. Siti Ramala (ibu tiri Hamli)
· Memndang rendah Din Wati.
“tanya Siti Ramala yang belum juga percaya pada perkataan menantunya ini. Dia menyangka Din Wati berlagak tahu untuk mengambil muka.”
f. Khatijah (nenek Hamli)
Khatijah adalah nenek Hamli. Khatijah yang merawat Hamli mulai ia berseklah di sekolah Raya Bukittinggi hingga melanjutkan kuliah pertanian di Bogor. Khatijah berjuang menyembuhkan penyakit cucunya.
· Sayang kepada Hamli.
“di salah satu rumah inilah Marah Hamli tinggal bersama neneknya Khatijah, yang selalu mengikuti dan menjaganya sejak dia kecil.”
g. Raden Jaya Kesuma (ayah Din Wati)
· Percaya kepada ramalan.
“tetapi rupanya, dia sangat yakin dan percaya akan ramalan Ajengan Kiai Naidin itu.”
· Mendukung Din Wati.
“lima hari kemudian, datanglah surat kawat dari Raden Jaya Kesuma, yang membawa izin perkawinan itu serta surat kuasa kepada penghulu.”
h. Ratu maimunah (ibu Din Wati)
· Santun.
“tatkala dilihatnya Radin Asmaya, disapanya dengan bahasanya yang baik.”
· Mendukung Din Wati.
“kawinlah dengan Hamli! Bunda izinkan dengan rela dan tulus iklas.”
i. Radin Asmaya
· Menghormati yang lebih tua.
“Radin Asmaya mendekati perempuan itu, dengan hormat berlutut dimukanya dan menjabat seraya mencium tangannya dengan amat khidmat.”
j. Mpok Nur
· Percaya kepada ramalan.
“tetapi, Mpok Nur sangat peracaya pada kartunya ini.”
k. Baginda Raja (adik Siti Anjani)
· Pemarah
“dia seorang pemarah. Tentu akan putus persaudaraan kami, sedangkan aku bergantung padanya.”
l. Patih Anggawina (adik Raden Jaya)
· Suka suuzon
“astaghfirullah! Bukankah telah aku katakan, kau telah kena ilmu anak seberang itu.”
· Ingin melindungi din Wati
“apakah kedua peristiwa ini belum cukup untuk menyadarkan dan menginsafkan kita, supaya jangan menyerahkan anak kita lagi kepada laki-laki yang tiada kita kenal yang berasal dari sumatra?”
m. Baginda Alim (paman Hamli)
· Ingin memisahkan Hamli dengan Din Wati
“dicobanya mengganggu menantunya ini dengan harapan apabila sampai maksudnya, dapat diperoleh suatu jalan untuk menceraikan Din Wati dari Hamli.”
· Tidak mudah putus asa
“karena telah tiga kali dicobanya berturut-turut mengingat hamli , pertama melalui ayahnya, kedua melalui ibunya, dan ketiga dicobanya melalui Din Wati.”
n. Wedana suriadilaga
· Suka menghina
“tetapi rupanya sekarang, dia hidup seperti seorang babu cuci yang harus menyasah pakaian suami yang dicintainya itu.”
B. Latar
Latar adalah sesuatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceritaan. Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana.(Sumardjo dan Saini K.M.1997:76)
1. Latar tempat
· Bukittinggi
“jalan raya di depan sekolah Raja bukittinggi.”
· Bogor
“kebun raya di Kota Bogor adalah sebuah taman yang permai, yang letaknya di tengah kota.”
· Sukabumi
“dia berbicara di depan keluarga dan sahabatnya di rumahnya di Salabintana, Sukabumi, dalam pesta perayaan ulang tahun pernikahannya dengan sang istri.”
2. Latar Waktu
· Pagi hari
“sejak kemarin sampai pagi itu, dia sibuk kesana kemari menemui guru-guru dan sahabat-sahabatnya.”
· Siang hari
“hari menjelang tengah hari, karena telah pukul sebelas siang.”
· Malam hari
“pada malam hari di dalam suasana sepi yang menyelimuti gelap, penyakit ini sangat keras datangnya.”
3. Latar Suasana
· Bahagia
“kami sangat mensyukuri kerukunan dan kemesraan ini, lebih-lebih di hari tua kami ini.”
· Penuh perselisihan
“pernikahan kami yang bahagia ini bukan tanpa perslisihan, perbedaan, pertentangan kata, dan masalah-masalah lain, yang bisa mengganggu kelanggengan perkawinan.”
· Ramai
“di tempat ini? Dalam keramaian seperti ini? Tanya aminullah tak percaya.”
· Sedih
“selama tinggal di Semarang, banyak peristiwa yang menyedihkan yang terjadi berturut-turut dalam kaum keluarga yang sangat dicintainya.”
C. Konflik
a. Konflik internal
Terjadi pernikahan antara etnis Minangkabau dengan Sunda. Hamli adalah seorang laki-laki yang berdarah bangsawan Padang yang mencoba menuntut ilmu di rantau orang. Di perantauan Hamli bertemu dengan perempuan bangsawan Sunda yang bernama Radin Asmawati atau bisa dipanggil Din Wati. Berawal dari perkenalan, merekapun saling jatuh hati dan menjalin hubungan. Mengingat penyakit Hamli yang semakin hari semakin membaik, nenknya Khatijah mengambil keputusan untuk menikahkan cucunya tersebut tanpa sepengetahuan keluarganya di Padang.
Pernikahan antara etnis yang berbeda ini membawa petaka pada Hamli, yang terikat dengan peraturan-peraturan adat di minangkabau, khusunya dalam adat pernikahan. Menurut adat seorang laki-laki Minang tidak diizinkan untuk menikahi perempuan di luat suku Minang dan dilazimkan mempunyai istri lebih dari satu.
Pernikahan Hamli dengan Din Wati mengalami banyak rintangan, tidak hanya ditolak oleh keluarga besar Hamli di Padang tetapi di Bogor Hamli juga mendapat kecaman dari mamanda Din Wati yang tidak menyetujui adsanya perkawinan terebut.
b. Konflik Individual
Banyak halangan dan rintangan dalam perkawinan mereka, tak sedikitpun rasanya Hamli berniat untuk memadu istrinya, ditambah lagi kehadiran buah cinta diantara mereka, menambah rasa cinta Hamli terhadap Din Wati. Ketua rapat saat itu memberikan pilihan kepada Hamli, jika ia tidak ingin memadu istrinya ninik mamak meminda Hamli untuk menceraikan istri sundanya tersebut. Hamli tidak ingin menyakiti hati istrinya dengan adat istiadat yang ada di Minangkabau ini.
Hamli menolak permintaan ninik mamaknya untuk menikah kembali dengan perempuan minang, karena ia tidak ingin mengikuti aturan adat Minangkabau ini dan ia tidak ingin memadu istrinya yang sangat ia cintai yaitu Din Wati. Karena penolakan Hamli tersebut ia dibuang dari kaumnya dan diusir dari negerinya demi mempertahankan cinta terhadap Din Wati.
D. Alur
Alur merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan alur merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. (Sudjiman,1992:54)
Dalam novel Memang Jodoh ini menggunakan a lur mundur. Pada novel ini menceritakan masa lalu tentang kehidupan dalam memperjuangkan keadilan atas dirinya. Dia tidak ingin jodoh yang menjadi takdir Tuhan harus ditentukan oleh adat Padang. Dia mencoba memberontak dan menentukan sendiri apa yang menjadi kehendaknya.
E. Sudut pandang
Sudut Pandang adalah
Novel Memang Jodoh ini menggunakan sudut pandang orang ketiga pelaku utama, dimana setiap tokoh yang diceritakan dengan nama yang ditentukan.
F. Tema
Tentang percintaan dan perjuangan dalam mempertahankan ikatan cinta terhadap peraturan adat Padang yang menuntut mereka untuk berpisah. Dia tetap melanjutkan niatnya untuk menikahi gadis sunda yang menarik hatinya.