Fenomena
Dunia Penyuntingan dan Solusi Menyikapinya
Oleh:
Rinaldi S (1510722022)
Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Indonesia
Universitas Andalas
Email: rinadi.ids@gmail.com
Pendahuluan
Menyunting
bertujuan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan penulis dalam
membuat tulisan sehingga kualitas tulisan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Tulisan yang baik dapat menambah daya pikat dan lamanya pembaca meresapi kata
demi kata yang tersaji dalam teks. Agar menjadi penyunting naskah ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang. Persyaratan itu meliputi
penguasaan ejaan bahasa Indonesia, penguasaan tata bahasa Indonesia, ketelitian
dan kesabaran, kemampuan menulis, keluwesan, penguasaan salah satu bidang keilmuan,
pengetahuan yang luas dan kepekaan bahasa.
Dunia penyuntingan tidak lepas dari dunia
penulisan. Menulis perlu ketekunan. Dalam menulis diperlukan bahan bacaan yang
banyak supaya bisa merangkai kata demi kata agar menjadi tulisan. Namun, pada
saat sekarang ini menulis sudah dipandang sebelah mata. Mereka orang awam
menganggap bahwa menulis sekedar tulisan yang tidak memerlukan riset dan
hal-hal yang akan mendukung hasil tulisannya.
Pembahasan
Seperti hasil penelitian sebelumnya yaitu meneliti
hasil buku cetak yang ditulis oleh dosen-dosen di berbagai fakultas yang ada di
Univeritas Andalas. Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa seorang dosen
yang sebagai penulis tidak memerlukan seorang editor dalam pengeditan buku yang
ia tulis. Bahkan sorang penulis tersebut tidak mengetaui siapa editor bukunya.
Ia hanya menyerahkan buku yang sudah ditulis tersebut kepada penerbit.
Dari fenomena tersebut, Romi Zarman
menanggapi bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan mereka menulis hanya karena tuntutan. Mereka hanya
memperdulikan isi buku tersebut sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing
tanpa memperdulikan tulisannya itu telah sesuai atau belum sesuai dengan Kaidah
Ejaan Umum Bahasa Indonesia (PEUBI).
Romi Zarma sebagai penulis esai, cerpen, dan
juga puisi ini menceritakan bahwa untuk menjadi seorang penulis ialah harus
banyak membaca dan harus rajin mengamati. Menjadi penulis adalah jalan
intelektual dan mereka yang sadar dengan jalan ini pasti akan konsisten. Romi
Zarman mulai intens membaca sejak kuliah S1 di Fakultas Sastra Unand. Motivasi
awalnya membaca untuk memperkaya pengetahuan dan membuka wawasan. Setelah
membaca, bacaan tersebut diendapkan dan suatu hari akan keluar dalam wujud
tulisan. Bisa esai, bisa puisi, dan bahkan cerpen. Romi Zarman dapat betah
berjam-jam bahkan seharian di perpustakaan. saat membaca Ia merasakan ada rasa
ingin tahu ketika bertemu dengan sebuah buku; apa sih ditulisnya, bagaimanakah
cara penyajiannya, untuk apa ditulis, dan sebagainya.
Seorang yang berkecimpung di dunia
bahasa yang saya wawancarai juga ada dari penerjemah bahasa ialah Erix Putra.
Erix Putra merupakan salah satu pengurus Forum IDFL (Indonesia Data & File
Library). Forum IDFL ini merupakan komunitas tempat para pembuat subtitle.
Salah satu subtitle yang terkenal ialah Lembah Ganteng yaitu milik Erix Putra.
Subtitle buatan tim Forum IDFL ini pernah dipakai secara profesional oleh TV
dan Bioskop.
Dalam pemuatan subtitle ini Erix
Putra mengatakan bahwa perlu seorang yang memiliki kosa kata yang banyak. Jika
seorang memiliki kosa kata yang banyak maka ia dengan mudah dapat memilih mana
kata yang pantas dan tepat dalam menerjemahkan bahasa. Untuk menerjemahkan
bahasa juga tidak terlepas dari kaidah PEUBI agar para menonton yang membaca
subtitle dapat dengan mudah memahaminya.
Dalam dunia penulisan ini memang tidak
terlepas dengan masalah, seperti orang awam yang hanya mengangap bahwa menulis
tidak memerlu seorang ahli bahasa. Dalam dunia penulisan subtitle berbeda,
mereka sangat membutuhkan orang yang latar belakangnya bidang ilmu bahasa.
Orang yang akan bergabung dalam Forum IDFL akan memerlukan beberapa tahap agar
diterima.
Namun dunia penulisan subtitle
tidaklah selalu sesuai harapan. Masih banyak orang yang mencuri dan copy hasil
terjemahaan, dan dijadikan hak milik orang lain. Awalnya Erix Putra menyadari
dan sangat menyayangkan sikap oknum yang mengambil hak cipta subtitle tanpa
sepengetahuan pemilik. Namun, Erix Putra semakin lama semakin sadar, apapun
yang dishare atau dibagi di internet artinya adalah konsumsi publik, terlepas
itu untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan bisnis semata.
Menyikapi fenomena yang terjadi pada dunia
penyuntingan ini, Saya beserta tim yaitu Dafa dan Rima mencoba mencari solusi
dalam menyikapi fonemona ini. Sebelum mencari solusi kami mencoba mencari apa
masalah dan kondisi yang terjadi terkait penyuntingan di tengah masyarakat.
Masalah yang kami temui ialah:
1. Kebanyakan
penulis mengesampingkan masalah penyuntingan dalam pembuatan bukunya. Penulis
hanya berfokus terhadap apa yang Ia tulis, tidak memperhatikan apakah
tulisannya sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang sudah benar.
2. Bahasa
dianggap sepele, bahkan seorang pejabat memakai media bahasa dalam berkampanye
tanpa memperhatikan apakah bahasa yang Ia pakai dapai melanggar hukum atau
tidak.
3. Pada
spanduk, baliho, dan sebagainya banyak ditemukan kesalahan dalam penulisan
kata. Dari sini dapat dilihat bahwa
seorang desain spanduk dan baliho merupakan orang yang ahli dalam pembuatan
spanduk tapi tidak ahli dalam bidang bahasa.
4. Dalam
kepanitiaan di kalangan mahasiswa dan juga kepengurusan UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa), sering ditemukan bahwa dalam pembuatan surat sangat jarang memilih
seorang mahasiswa yang memiliki skil dalam ilmu bidang bahasa. Biasanya hanya
memilih orang yang sudah berpengalaman atau sering dalam pembuatan surat
walaupun Ia bukan mahasiswa yang ahli dalam bidang bahasa.
Dari kondisi dan pemasalahan yang sudah
kami temui ini, kami menyimpulkan bahwa terdapat 1 titik pemasalahan
tebesarnya, yaitu ilmu kebahasaan diangap remeh oleh orang banyak. Orang-orang
menganggap bahwa ilmu bahasa tanpa dipelajari juga bisa dikuasai. Bahkan orang
yang di bidang ilmu bahasa tidak memperdulikan kalau ilmu bahasa dianggap
remeh.
Tidak aneh teryata ilmu bahasa dianggap
remeh oleh orang-orang karena orang yang berkecimpung di ilmu bahasa sebagian
besar tidak memperdulikan kalau ilmu bahasanya dianggap remeh. Maka dari itu
untuk mencari solusi yang tepat dalam menyikapi fenomena pada dunia
penyuntingan ini, terlebih dahulu kita harus menyadarkan orang-orang yang
berkecimpung di dunia bahasa ini agar sadar dan merasa terhina jika ilmu bahasa
dihina dan dipandang sebelah mata. jika orang-orang yang berkecimpung di dunia
bahasa ini sadar maka akan lebih mudah menyadarkan orang yang bukan
berkecimpung di dunia bahasa agar peduli terhadap dunia kepenyuntingan.
Dari pemasalahan yang sudah kami temui dan
menghasilkan satu titik temunya, maka solusi yang kami dapatkan ialah:
1. Buat
dan terbikan sebuah essay dengan melakukan penelitian yang serius terkait
pemasalahan penyuntingan di kalangan masyarakat.
2. Lakukan
sosialisasi ke penulis dan sastrawan tentang essay yang telah diterbitkan.
3. Lakukan
seminar nasional dan undang penulis serta sastrawan yang sudah
disosialisasikan.
4. Barulah
kita gencarkan ke masyarakat dengan cara semua sastrawan dan penulis kompak
memuat tulisan ke koran, essay, puisi, cerpen, novel dan sebagainya tentang
fenomena penyuntingan ini.
Kesimpulan
Fenomena yang terjadi di dunia penyuntigan
ini tidak lepas dari orang yang ahli di bidang bahasa. Agar dunia penyuntingan
tidak dapat dipandang sebelah mata, orang yang sebagai ahli bahasa haruslah
bersatu. Dengan kokohnya persatuan ahli bahasa terhadap fenomena penyuntingan
ini, maka mudah untuk menyadarkan orang banyak agar peduli dengan dunia
penyuntingan.
Daftar Pustaka
Eneste, Pamusuk. 2009. Buku Pintar
Penyuntingan Naska Edisi Kedua. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi
Makalah ini merupakan tugas akhir mata
kuliah Penyuntingan 1 yang diampu oleh: 1) Drs. M. Yusuf, M. Hum. dan 2)Ria
Febrina, S. S., M. Hum.