2020-11-06

SEMIOTIK SASTRA


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Perkembangan pola pikir manusia merupakan sebuah bentuk perkembangan yang mendasari terbentuknya suatu pemahaman yang merujuk pada terbentuknya sebuah makna. Apabila kita amati, kehidupan kita saat ini tidak pernah terlepas dari makna, persepsi, atau pemahaman terhadap apapun yang kita lihat.

Coba kita lihat benda-benda yang ada di sekeliling kita. Sering sekali kita tanpa memikirkan bentuk dan wujud benda tersebut kita sudah bisa mengetahui apa nama dari benda itu. Ketika kita mengendarai sepeda motor atau mobil di jalan raya, maka kita bisa memaknai setiap bentuk tanda lalu lintas yang bertebaran di jalan raya, seperti traffic light misalnya, atau tanda “Dilarang Parkir” dan lain sebagainya. Pernahkah terlintas dalam benak kita sebuah pertanyaan “mengapa tanda ini dimaknai begini? Mengapa simbol itu dimaknai sedemikian rupa”. Kajian keilmuan yang meneliti mengenai simbol atau tanda dan konstruksi makna yang terkandung dalam tanda tersebut dinamakan dengan Semiotik.

 

 

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami pendekatan struktur semiotik dalam studi sastra.

 

 

C. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.      Apa yang dimaksud dengan semiotik?

2.      Apa saja konsep semiotik?

3.      Apa saja teori semiotik?

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A. Pengertian Semiotik

Semiotik (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980).

A.Teew (1984: 6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Menurut Pradopo (2005: 121), semiotik merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian masyarakat). Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti konvensional masyarakat. Teori semiotik tidak terlepas dari kode-kode untuk member makna terhadap tanda yang ada dalam karya sastra. Kode-kode merupakan objek semiotik sebab kode-kode itu merupakan sistem-sistem yang mengatasi dan menguasai pengirim dan penerima tanda atau manusia pada umumnya (Pradopo, 1995: 26).

Teori semiotik memperhatikan segala faktor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi, seperti faktor pengirim tanda, penerimaan tanda, dan struktur tanda itu sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas diketahui karya sastra itu merupakan struktur bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Dalam usaha menangkap, memberi, dan memahami makna yang terkandung didalam karya sastra, pembacalah yang sangat berperan. Karya sastra tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya.

 

 

B. Konsep semiotik

  1. Semiotik pragmatik, berkaitan dengan asal - usul tanda, kegunaan tanda dalam penerapan, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikannya. Semiotik pragmatik ini dalam batas perilaku objek.
  2. Semiotik sintaktik, adalah kombinasi tanda tanpa memperhatikan maknanya ataupun hubungannya terhadap perilaku subjek.
  3. Semiotik semantik, adalah tanda dalam " arti " yang disampaikan.

 

 

 

C. Teori semiotik

               Tanda ( sign ), adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan meripakan sesuatu yang merujuk ( merepresentasi ) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda terbagi menjadi tiga yaitu simbol, ikon, dan indeks. Simbol adalah tanda yang muncul dari kesepakatan atau konvensi - konvensi bahasa. Ikon adalah tanda - tanda yang muncul dari perwakilan fisik. Indeks adalah tanda yang muncul dari hubungan sebab akibat. Dalam penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan semiotik, tanda berupa indeks yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukan hubungan sebab - akibat.

  1. Interpretant atau penggunaan tanda, adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
  2. Objek, adalah konteks sosial yang menjdi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

Ferdinad De Sausure, mengemukakan pembagian tanda menjadi :

  1. Penanda ( Signifer ) adalah tanda yang dapat dilihat dari bentuk fisik
  2. Pertanda ( Signifed ) adalah makna yang terungkap melalui konsep fungsi atau nilai - nilai yang terkandung.

Rolan Barthes, membagi tanda menjadi dua yaitu :

  1. Denotasi, yaitu tingkat pertanda yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.
  2. Konotasi, yaitu tingkat pertanda menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

 

Wawasan semiotik dalam studi sastra ( Amminudin ) :

  1. Karya sastra merupakan gejala konsumsi yang berkaitan dengan pengarang, wujud sastra sebagai sistem tanda, dan pembaca.
  2. Karya sastra merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu.
  3. Karya sastra merupakan fakta yang harus direkrontruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Kelebihan semiotik dalam menelaah karya sastra :

  1. Memperindah karya sastra
  2. Mengetahui keindahan karya sastra
  3. Dalam penelitian analisisnya lebih spesifik dan komperhensif
  4. Memberikan pemahaman makna dari simbolik baru dalam membaca karya sastra
  5. Kita pembaca minimal mengetahui dua makna yaitu makna bahasa secara literlag dan maksna simbolik ( global ).

Kelemahan semiotik dalam menelaah  karya sastra :

  1. Kurang memperhatikan struktur, mengabaikan unsur intrinsik
  2. Memerlukan banyak dukungan ilmu bantu lain seperti linguistik, sosiologi, psikologi, dll
  3. Perlu kematangan konsep luas tentang sastra wawasan luas, dan teorinya
  4. Peranan peneliti sangat penting, ia harus jeli, teliti, dan menguasai materi yang  akan diteliti secara totalitas, karena kalau tidak itu tidak terpenuhi maka makna yang ada dalam teks cenderung kurang tereksplor untuk diketahui oleh pembaca, justru cenderung menggunakan subjektifitasnya yang menampilkan itu semua dan itu sangat risjan untuk meneliti dengan teori ini.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Atmazaki. (1990). Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Bandung: Angkasa Raya.

Luxemburg, et.al. (1982). Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Sarwadi. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gamma Media.

Wellek & Warren A.(1993). Teori Kesusasteraan. Terjemahan Melami Budianta. Jakarta:               Gramedia.

Previous Post
Next Post

0 Comments: