2020-10-27

Analisis Struktural Novel “Salah Asuhan” Karya Abdoel Moeis Dan Novel “Cinta Untuk Ayah” Karya Rizki Maulani Nasution

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     LATAR BELAKANG

Menurut Wellek&Warren, 1990:3 dalam Aulia Melani (2011) Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Maksud sebagai karya seni yaitu sastra memiliki unsur-unsur keindahan yang terkandung di dalamnya. Karya sastra  pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Menurut Sarjidu (2004:2) dalam Aulia Melani (2011) mengatakan bahwa  kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.

Novel merupakan salah satu karya sastra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah. Novel merupakan teks hasil pemikiran yang lahir dari daya cipta, imajinatif, kreatif dan eksploratif pengarang terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dalam pembagiannya novel terdiri dari novel klasik dan novel modern. Novel klasik mempunyai fungsi sosial, yaitu memanusiakan para pembacanya. sedang novel modern kebanyakan berfungsi personal yaitu membuat para pembaca ingin cepat selesai membacanya karena bersifat menghibur. Namun di balik itu, setelah membaca dan mengerti novel klasik kita akan lebih menikmati dan terasa lebih manusiawi daripada membaca novel modern yang sifatnya hanya menghibur.

Berdasarkan hal di atas, novel yang akan saya analisis adalah novel klasik “Salah Asuhan karya Abdoel Moeis dan novel modern “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution. Terpilihnya kedua novel ini karena ingin mengetahui isi serta perbedaan antara novel klasik dan novel modern dalam segi tema, alur, tokoh, perwatakan, latar (setting),  sudut pandang, gaya bahasa dan amanatnya.

Adapun cara menganalisis kedua novel ini melalui pendekatan struktural, yaitu dengan menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam kedua novel ini. Pada  akhirnya dapat memberikan simpulan mengenai perbedaan novel klasik dan modern berdasarkan analisis struktural tersebut.

 

1.2  RUMUSAN MASALAH

      Berdasarkan latar belakang di atas, saya mencoba mengidentifikasi masalah novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis dan novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution.  Identifikasi masalahnya sebagai berikut:

a.       Apa tema kedua novel ini?

b.      Bagaimanakah alur kedua novel ini?

c.       Siapa sajakah tokoh kedua novel ini?

d.      Bagaimanakah perwatakan kedua novel ini?

e.       Dimanakah latar (setting) kedua novel ini?

f.       Bagaimanakah sudut pandang kedua novel ini?

g.      Bagaimanakah gaya bahasa kedua novel ini?

h.      Apa amanat kedua novel ini?

 

1.3  TUJUAN

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:

a.       Untuk mendekskripsikan tema kedua novel ini.

b.      Untuk mendeskripsikan alur kedua novel ini.

c.       Untuk mendeskripsikan tokoh kedua novel ini.

d.      Untuk mendeskripsikan perwatakan kedua novel ini.

e.       Untuk mendeskripsikan latar (setting) kedua novel ini.

f.       Untuk mendeskripsikan sudut pandang kedua novel ini.

g.      Untuk mendeskripsikan gaya bahasa kedua novel ini.

h.      Untuk mendeskripsikan amanat kedua novel ini.

 

1.4  MANFAAT

a.       Manfaat secara umum, analisis kedua novel ini dapat memberikan wawasan kepada pembaca maupun penulis makalah mengenai nilai struktural yang terkandung dalam novel “Salah Asuhan” dan “Cinta untuk Ayah”.

b.      Manfaat secara khusus, makalah analisis novel ini merupakan media analisis penulis dalam memahami hubungan nilai struktural yang terdapat dalam novel “Salah Asuhan” dan “Cinta untuk Ayah”.

c.       Secara teoritis, analisis ini diharapkan dapat memberikan sumbangasih pemahaman dan pemikiran bagi pengembangan ilmu sastra.

 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  LANDASAN TEORI

a.      Pengertian Novel Menurut Para Ahli

Menurut Sudjiman 1984: 53 dalam Aulia Melani (2011), novel adalah prosa rekaan yang panjang dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.

Dalam The American College Dictionary (Tarigan, 1984: 164) dalam Indokultwit (2011) bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang kacau atau kusut.

Menurut H.B. Jassin (1977: 64) dalam Indokultwit (2011) menyebutkan bahwa novel sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang.

Menurut Sumardjo dan Saini (1997:29) dalam Indokultwit (2011) istilah novel sama dengan istilah roman, kata novel berasal dari bahasa Italia dan bertembang di Inggris dan Amerika Serikat. Roman dan novel mempunyai perbedaan yakni bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.

Menurut (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:9) dalam Indokultwit (2011) dalam bahasa Jerman istilah novel yaitu novelle, dan secara harafiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita yang pendek dalam bentuk prosa.

 

Menurut Jakob Sumardjo Drs dalam Arman Maharani (2013) novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat.

Menurut  Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd dalam Arman Maharani (2013) novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan.

Menurut Drs. Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd dalam Arman Maharani (2013) novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : undur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra.

b.      Unsur-unsur Novel

Novel mempunyai unsur-unsur yang terkandung di dalamnya yaitu :

1.      Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik  menurut beberapa ahli terdiri dari :

a.       Tema

Menurut Tarigan (2008:166) dalam Winda (2009) tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema suatu karya sastra imajinatif merupakan pikiran yang akan ditemui oleh setiap pembaca yang cermat sebagai akibat membaca karya tersebut.

Menurut Staton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (2007:67) dalam Winda (2009) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.

Menurut Aminuddin (2004:91) dalam Winda (2009)  tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.

Menurut Drs. Rustamaji, M.Pd, Agus priantoro, S.Pd dalam Arman Maharani (2013) tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel.

Menurut Sugiarti, 2007:37 dalam Adisan Jaya (2012) tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita yang terbentuk dalam sejumlah ide, tendens, motif, atau amanat yang sama, yang tidak bertentangan satu dengan yang lainnya.

b.      Alur

Menurut Aminuddin, 2004:83 dalam Winda (2009) alur dalam cerpen atau karya sastra fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam cerita.

Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2007:113) dalam Winda (2009) alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.

Menurut Sugiarti, 2007: 62 dalam Adisan Jaya (2012) alur merupakan rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung menyambung dalam sebuah cerita atau dapat dikatakan sebagai suatu jalur lintasan urutan peristiwa yang berangkai sehingga menghasilkan suatu cerita.

Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:

1.      Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.

2.      Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.

3.      Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.

c.       Tokoh

Menurut Aminudin (2002: 79) dalam Riri (2011) tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

Aminuddin (2004:79-80) dalam Winda (2009) menggolongkan tokoh berdasarkan peranan dan keseringan pemunculannya yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

a.                Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita. (Aminuddin, 2004:79).

b.               Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang memiliki peranan yang tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu. (Aminuddin, 2004:79-80).

d.      Perwatakan

Menurut Sugiarti, 2007: 94 dalam Adisan Jaya (2012) perwatakan merupakan pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita.

e.        Latar (Setting)

Menurut Drs, Rustamaji, M.Pd, Agus Priantoro, S.Pd dalam Arman Maharani (2013) setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita, setting ini meliputi waktu, tempat, social budaya.

Menurut  Sugiarti, 2007:55 dalam Adisan Jaya (2012) setting merupakan tempat terjadinya peristiwa baik yang berupa fisik, unsur tempat, waktu dan ruang ataupun peristiwa cerita.

Menurut Sudjiman, 1988:44 dalam Nesaci (2010) latar adalah cerita berkisah tentang seseorang atau beberapa tokoh. Peristiwa-peristiwa dalam cerita tentulah terjadi pada suatu rentang waktu tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita

f.       Sudut Pandang

Menurut Nurgiyantoro, 2007:248 dalam Winda (2009) sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Menurut Tarigan (2008:136) dalam Winda (2009)  sudut pandang adalah posisi fisik, tempat persona/pembicara melihat dan menyajikan gagasan-gagasan atau peristiwa-peristiwa; merupakan perspektif/pemandangan fisik dalam ruang dan waktu yang dipilih oleh penulis bagi personanya, serta mencakup kualitas-kualitas emosional dan mental persona yang mengawasi sikap dan nada.

Menurut Sugiarti, 2007: 105 dalam Adisan Jaya (2012) sudut pandang merupakan hubungan antara tempat atau posisi pencerita dan bagaimana visinya terhadap cerita yang dikisahkan.

g.       Gaya Bahasa

Menurut Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd dalam Arman Maharani (2013) Gaya Bahasa merupakan gaya yang dominan dalam sebuah novel.

h.      Amanat

Menurut Nurgiyantoro (1995: 335) dalam Winda (2009) amanat adalah gagasan yang mendasari cerita atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat merupakan pemecahan suatu tema yang mencerminkan pandangan hidup pengarang. Berdasarkan cara penyampaiannya, Nurgiyantoro (1995: 335) membaginya dalam dua wujud, yaitu penyampaian
langsung dan penyampaian tidak langsung.

2.      Unsur Ekstrinsik

Analisis aspek unsur ekstrinsik ialah analisis karya sastra itu sendiri dari segi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-kenyataan di luar karya sastra itu sendiri. Menurut Sugiarti, 2007: 22 dalam Adisan Jaya (2012) aspek ekstrinsik terdiri dari aspek sosial, budaya, ekonomi, agama, maupun pendidikan.

c.       Pendekatan Struktural dalam Novel

Pendekatan strukturalisme murni hanya berada di seputar karya sastra itu sendiri. Prinsipnya jelas: analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1984:135 dalam Aulia Melani, 2011).

            Dalam ilmu sastra pengertian “strukturalisme” sudah dipergunakan dalam berbagai cara. Istilah “struktur” ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok –kelompok gejala. Kaitan-kaitan tersebut diadakan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Misalnya, pelaku-pelaku dalam sebuah novel dapat dibagikan menurut kelompok-kelompok sebagai berikut: tokoh utama, mereka yang melawannya, mereka yang membantunya, dan seterusnya. Pembagian menurut kelompok-kelompok didasarkan atas kaitan atau hubungan. Hubungan-hubungan tersebut bersifat tetap, artinya tidak tergantung pada sebuah novel tertentu (Luxemburg, 1984:36  dalam Aulia Melani, 2011).

Analisis struktural adalah bagian yang terpenting dalam merebut makna di dalam karya sastra itu sendiri. Penelitian struktural dipandang lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu sendiri. Peneliti strukturalis biasanya mengandalkan pendekatan egosentrik yaitu pendekatan penelitian yang berpusat pada teks sastra itu sendiri. Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra (Endraswara, 2003: 25 dalam Melly, 2011).

Pendekatan struktural berusaha untuk objektif dan analisis bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sebuah sistem, dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya (Semi, 1993: 68 dalam Melly, 2011).

Dalam lingkup karya fiksi, Stanton ( 1965: 11-36, dalam Drs. Tirto Suwondo, Metodologi Penelitian Sastra, 2001:56  dalam Aulia Melani, 2011) mendeskripsikan unsur-unsur pembangun struktur terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan judul. Di dalam karya sastra, fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.

2.2  PEMBAHASAN

Dalam makalah ini, saya menganalisis novel  “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis dan novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Muliani Nasution dengan menggunakan beberapa unsur intrinsik novel, yaitu : tema, alur, tokoh, perwatakan, latar (setting), sudut pandang, gaya bahasa dan amanat.  Penjelasannya akan saya sajikan setiap bagiannya agar jelas dan dapat dipahami.

a.       Tema

Adapun tema yang terdapat pada novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis  mengenai perbedaan adat istiadat antara Eropa dan Pribumi. Sebagaimana yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:

“Dalam pergaulan bangsaku, bangsa Eropa sungguh longgarlah pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Tapi sebab sudah galib, tidaklah akan cepat orang berbuat fitnah atau menyangka buruk, apabila kelihatan laki-laki bergaul dengan perempuan lain, yang bukan ahli karibnya. Tetapi dalam pergaulan bangsamu, apabila di tanah Sumatra ini, lain keadaannya. Jangankan dengan perempuan lain, dengan ahlinya yang paling karib, sekalipun dengan adik atau kakaknya sendiri, sudah disebut janggal, apabila ia bergaul atau duduk bersenda gurau, bahkan berjalan berdua-dua.”

(hal 3, paragraf 2).

 

Bahkan adat istiadat dalam hal perkawinan antar bangsa. Sebagaimana dalam kutipan di bawah ini:

“Perbedaan itu sungguh ada, Corrie, dan sungguh besar sekali. Sebabnya tiada lain karena penyakit “kesombongan bangsa” itu juga. Orang Barat datang ke mari dengan pengetahuan dan perasaan bahwa ialah yang dipertuankan bagi orang di sini. Jika ia datang ke negeri ini dengan tidak membawa nyonya sebangsa dengan dia, tidak dipandang terlalu hina, bila ia mengambil nyai dari sini. Jika nanti nyai itu beranak, pada pemandangan orang barat itu sudahlah ia berjasa besar tentang memperbaiki bangsa dan darah di sini. Tapi lain sekali keadaannya pada pertimbangan orang barat itu, kalau sampai seorang nyonya barat sampai bersuami bahkan beranak dengan orang sini. Terlebih dahulu nyonya itu dipandang seolah-olah sudah menghinakan dirinya sebagai bangsa Barat, dan dikatakan sudah membuang diri kepada orang sini. Di dalam UU negeri iapun segera dikeluarkan dari hak orang Eropa. Itu saja sudah tidak dengan sepatutnya, istimewa pula bila diketahui, bahwa seorang bangsa Bumiputra yang minta dipersamakan haknya dengan Eropa, selama-lamanya tidak boleh menghilangkan lagi hak itu dan menjadi Bumiputra pula, karena tidaklah ada sesuatu fasal di dalam UU yang boleh menggugurkan haknya sebagai orang Eropa. Tapi seorang perempuan bangsa Eropa yang kawin dengan orang Bumiputra, selama ditangan suaminya itu, akan kehilangan haknya sebagai orang Eropa. Terlebih hina kedudukannyadi dalam pergaulan bangsa Eropa sendiri. Jika nyonya itu sampai beranak, dipandang bahwa ia turut mengurangi derajat bangsa Eropa.”  (hal 16, paragraf 2)

 

Adapun tema yang terdapat dalam novel Cinta untuk Ayah karya Rizki maulani Nasution adalah kepolosan seorang putri kecil yang mencintai ayahnya. Sebagaimana dalam kutipan di bawah ini:

“Ayahku adalah ayah yang paling baik dan paling tampan sedunia.” (halaman 9, paragraf 2)

 

b.      Alur

Adapun alur yang terdapat pada novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis dan novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution adalah alur linear (teknik kronologis)  karena pengarang menceritakan kisah ke masa selanjutnya. Seperti pada kutipan di bwah ini:

“Dua tahun sudah berjalan, setelah jadi perundingan Hanafi dengan ibunya tentang beristri itu. Sebelum ia membenarkan kata ibunya, iapun sudah dinikahkan dengan Rapiah.” (halaman 73, paragraf 1).   Sedangkan dalam novel “Cinta untuk Ayah”, buktinya terdapat dalam keseluruhan isi novel yang menceritakan kejadian secara kronologis. 

c.       Tokoh

Adapun tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis diantaranya:

a.       Hanafi

b.      Corrie

c.       Rapiah

d.      Ibu Hanafi

e.       Tuan du Bussee

f.       Syafei

g.      Si Buyung

h.      Nyonya Pension

i.        Piet

j.        Nyonya Van Dammen

k.      Tuan Aministratur

Berdasarkan uraian di atas tokoh sentral dalam novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis yaitu Hanafi, Corrie, Rapiah dan Ibu Hanafi, sedangkan yang lainnya termasuk tokoh bawahan.

Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution diantaranya:

a.       Syifa

b.      Adly

c.       Lia

d.      Rahmat

e.       Bu Maryam

f.       Risa

Berdasarkan uraian di atas, tokoh sentral dalam novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution yaitu Shifa dan Adly, sedangkan yang lainnya tokoh bawahan.

d.      Perwatakan

Adapun perwatakan yang terdapat dalam novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis berdasarkan tokoh-tokoh di atas yaitu:

a.       Hanafi wataknya sombong, keras kepala, kasar dan durhaka.

-          Sombong

“Ibu orang kampung dan perasaan ibu kampung semua.” (halaman 25, paragraf 2).

-          Keras kepala

“Tapi Hanafi sekali-kali tidak mengindahkan segala kesenangan ibunya itu. Setiap sudut di dalam rumah sudah dipenuhi dengan meja-meja kecil, tempat bunga dan lain-lain, sedang yang diadakan oleh ibunya buat kesenangan orang tua itu dibantahinya.”  (halaman 25, paragraf 1).

“kadang Hanafi amat keras kepala jika kehendaknya dibantah atau katanya disolang.” (halaman 162, paragraf 5).

-          Kasar

“Hai Buyung! Antarkan anak itu dahulu ke belakang! kata Hanafi dengan suara bengis dari jauh.”

(halaman 84, paragraf 4).

-          Durhaka

“Hanafi!Anakku, tahulah engkau apa hukuman anak yang durhaka pada ibunya?.” (halaman 93, paragraf 3)


b.      Corrie wataknya sabar, pikiran tulus alam luas, jinak-jinak merpati, baik, dan mudah bergaul.

-          Sabar, pikiran tulus, alam luas

“Ya Tuan Han, belum sebulan istri Tuan di rumah saya, rasanya ia sudah menjadi darah dagingku. Ah, hati sabar, pikiran tulus, alam luas, pendeknya berkumpulah segala sifat-sifat yang mulia pada perempuan yang seorang itu.” (halaman 234, paragraf 4).

-          Jinak-jinak merpati

“Corrie tinggal berbudi manispada sekaliannya, tapi jika perangai mereka serupa hendak melampaui baris, maka dengan segala manisnya pula Corrie seolah-olah membangunkan benteng yang teguh membatasi mereka, hingga tak adalah yang berani mendekatinya.”

(halaman 13, paragraf 3).

-          Baik

“Kepada suamiya tak sekali-kali kekurangan tentang adab dan tertib atau ramah tamahnya.” (halaman 162, paragraf 4).

-          Mudah bergaul

“Oh, ruangan di dalam jantung Tuan Hanafi amat luas”, kata Corrie sambil tertawa, “buat menempatkan dua tiga orang perempuan saja masih berlapang-lapang.” (halaman 7, paragraf 4).

c.       Rapiah wataknya sabar, apa adanya, perhatian dan baik.

-          Sabar

“Rapiah yang tahu arti misbruik itu, menundukkan kepala, alamat bersyukur atas kemurahan hati junjunan itu.” (halaman 77, paragraf 2).

 

“Rapiah tunduk tidak menyahut, hanya air matanya saja yang berhamburan.” (halaman 86, paragraf 5).

-          Apa adanya

“Rapiah memang sudah kehilangan gentar atau malu, memperlihatkan rupa secara itu ke muka sahabat-sahabatnya.” (halaman 86, paragraf 2).

-          Perhatian

“Sementara itu terdengarlah suara Rapiah, yang sedang menimang dan menidurkan anaknya. Syafei ditidurkannya selalu dengan nyanyian.” (halaman 91, paragraf 1).

-          Baik

“Tidak, bu, cobalah ibu dekati orang Belanda itu, nanti ibu akan yakin, bahwa ia tidak pemakan orang.” (halaman 130, paragraf 5).

“Jika sungguh-sungguh Ibu hendak mengambil aku pengganti Hanafi, bawalah aku kemana kehendak ibu. Hanya bila ibu rindu hendak ke Betawi, antarkanlah kami ke Bonjol.”

 (halaman 138, paragraf 2).

d.      Ibu Hanafi wataknya baik, sabar, lemah lembut, pemaaf.

-          Baik

“Kesenangan ibu, hanyalah duduk di bawah, sebab semenjak ingatku duduk di bawah saja.” (halaman 25, paragraf 3).

-          Sabar

“Astagfirullah, Hanafi! Turutkanlah ibumu mengucap menyebut nama Allah, supaya lapang bumi Allah bagimu dan tidak akan bertutur lagi dengan sejauh itu tersesatnya.”

(halaman 89, paragraf 8).

-         Lemah Lembut

“Maka berkatalah ibunya dengan lemah lembut.”

(halaman 260, paragraf 2).

-         Pemaaf

“Ya, Anakku! Sudah lama engkau aku ampuni.”

 (halaman 272, paragraf 3).

e.       Tuan du Busse wataknya pemberani dan tegas.

-           Pemberani

“Yang amat disukai oleh Tuan du Bussee ialah berburu harimau.” (halaman 10, paragraf 4).

-          Tegas

“Tapi Corrie mesti bersekolah yang sepatut-patutnya.” (halaman 11, paragraf 5).

f.       Syafei wataknya polos, seperti dalam kutipan di bawah ini:

“Syafei memandang dengan mata yang berkilau-kilauan kepada sekalian balon yang disisip-sisipkan pada sebilah pelapah enau, berkata dengan gembira dan melupakan segala ketakutan, “yang merah-yang merah.”

(halaman 246, paragraf 8)

g.      Si Buyung wataknya penurut, seperti dalam kutipan di bawah ini:

“Si Buyung menolak kereta itu sampai ke dapur, lalu menceritakan apa yang diperintahkan kepadanya.”

(halaman 84, paragraf 7)

h.      Nyonya Pension wataknya taat beragama. Sebagaimana dalam kutipan di bawah ini:

“Ya Nyonya”, sahut nyonya Pension, yang taat pada agamanya.” (halaman 193, paragraf 1).

i.        Piet wataknya baik, seperti dalam kutipan di bawah ini:

“Terima kasih, Piet! Terima kasih pula atas nasihat dan tutur katamu.” (halaman 221, paragraf 5).

j.        Nyonya Van Dammen wataknya baik budi sebagaimana terbukti dalam kutipan di bawah ini:

“Nyonya Van Dammen memang seorang perempuan yang baik budi”. (hal 233, paragraf 2).

k.      Tuan Administratur wataknya peramah dan baik.

-          Peramah

“Tuan administratur yang peramah itu tidak menyampaikan apa yang hendak dituturkannya”. (hal 233, paragraf 3)

-          Baik

“Terima kasih Tuan, kebaikan hati Tuan akan saya kenang-kenangkan”. (hal 237, paragraf 6)

Adapun perwatakan yang terdapat dalam novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution adalah:

a.       Syifa wataknya baik, kreatif, pintar dan shalehah sebagaimana yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:

“Ia anak yang baik, kreatif, pintar dan shalehah.” (halaman 16, paragraf 6).

b.      Adly wataknya perhatian terbukti dalam kutipan di bawah ini:

“Ternyata bapak ini tahu tingkah anaknya di sekolah walau ia sedang di Amerika sekalipun, Ternyata ia sangat menyayangi anaknya,” batin Bu Maryam

(halaman 16, paragraf 7).

c.       Lia wataknya penyayang terbukti dalam kutipan di bawah ini:

“Sayang, tidak ada yang bisa menyakitimu selama tante masih ada di dekatmu.” (halaman 57, paragraf 4).

d.      Rahmat wataknya baik sebagaimana yang terdapat dalam kutipan di bawah ini:

“Rahmat mengangkat gadis itu ke udara bermaksud menggendongnya.”

 (halaman 85, paragraf 6).

e.       Bu Maryam wataknya penyayang, seperti kutipan di bawah ini:

“Bu kepala, saya minta izin, tolong izinkan saya menemani si kecil Shifa di rumah sakit.” (halaman 148, paragraf 1).

f.       Risa wataknya egois, seperti kutipan di bawah ini:

“Sudah Dly….hentikan omong kosongmu itu. Aku dan keluargaku sudah cukup malu dengan kelakuanmu tadi. Sekarang pili satu aku atau shifamu itu?”

(halaman 146, paragraf 4).

e.       Latar (Setting)

Setting yang terdapat dalm novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis  yaitu:

a.       Setting tempat

-          Lapangan tennis

“Tempat bermain tennis yang dilinndunginya oleh pohon-pohon sekitarnya, masih sunyi”. (hal 1, paragraf 1)

-          Solok, Minangkabau

“Sungguhnpun ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal diam di kampung saja, tapi sebab kasihan kepada anak, ditinggalkannyalah rumah gedang di Koto Anau, dan tinggallah ia bersama-sama dengan Hanafi di Solok.” (halaman 24, paragraf 3).

“Maka tiadalah ia segan-segan mengeluarkan uang buat mengisi rumah sewaan di Solok itu secara yang dikehendaki oleh anaknya.” (halaman 24, paragraf 4).

“Acapkali benar, ia berkata, terutama kepada orang Belanda, “bahwa negeri Minangkabau sungguh indah, hanya sayang sekali penduduknya si Minangkabau.”

(halaman 26, paragraf 1)

-          Bonjol

“Ibu Rapiah hanya kuat sebulan menunggui anaknya di rumah Hanafi. Sesudah itu kembalilah ia ke Bonjol dengan hati yang amat sedih.” (halaman 77, paragraf 3).

-          Padang

“Lebih dahulu dokter memerikan jalan kapal dari Padang.” (halaman 94, paragraf 6).

-          Betawi

“Dalam hatinya, Hanafi sebenarnya girang bahwa sudah terpaksa berangkat ke Betawi.” (halaman 96, paragraf 4).

-          Probolinggo

“Kedua anak muda itu berjanjilah, bahwa Corrie akan temasa ke rumah sahabatnya, di pabrik kopi ‘Gunung Wayang’ di bawahan Probolinggo.” (halaman 145, paragraf 5).

-          Gunung Sari

“Lekaslah membawa kabar ke Gunung Sari, Han”. (halaman 155, paragraf 4).

-          Sukabumi

“Sepulangnya kita dari Sukabumi, Han!Aku masih lelah, biarlah aku tinggal di rumah dahulu.”

(halaman 158, paragraf 4).

-          Semarang

“ Sepanjang jalan ke Semarang Hanafi bersandar saja di atas bangku kereta api, serta menutupkan matanya.” (halaman 225, paragraf 6).

-          Rumah Sakit

“Maka bangkitlah Hanafi dari duduknya, lalu menghambur ke luar, menaiki oto yang masih menanti, lalu berseru sekeras-kerasnya kepada supir,” Ayoh!Ke Rumah Sakit Paderi, lekas sekali!” (halaman 228, paragraf 6).

-          Surabaya

“Di Surabaya mereka menumpang semalam di suatu pensional kecil.” (halaman 150, paragraf 1).

-          Gang Pasar

“Di Gang Pasar Baru itu ia menyewa sebuah pavilyun, sedang buatannya sehari-hari hanyalah belajar main piano saja.” (halaman 140, paragraf 1).

b.      Setting waktu, karena alurnya sentral, maka setting waktunya pun menceritakan ke masa selanjutnya, lebih jelasnya lagi seperti pada kutipan di bawah ini:

-          Tengah 5 petang hari

“Cahaya matahari yang diteduhkan oleh daun-daun di tempat bermain itu, masih keras, karena dewasa itu baru pukul tengah 5 petang hari.” (halaman 1, paragraf 1).

-          Malam

“Semalam-malaman itu Corrie tidak merasa tidur nyenyak” (halaman 34, paragraf 1).

-          Pukul 4

“Dari pukul 4 Corrie, sudah berhias dan memakai di muka cermin besar.” (halaman 41, paragraf 1).

-        Petang

“Pada petang itu mereka sedang duduk bersenda gurau di dalam kebun Hanafi, tempat Hanafi menerima kedatangan Corrie dahulu, sebelum datang kawan-kawan yang hendak bermain.” (halaman 82, paragraf 2)

-          Hari Minggu

“Pada hari Minggu mereka  ke luar kota, mencari-cari hawa di tempat yang sunyi.” (halaman 140, paragraf 3)

-          Petang Kamis malam Jumat

“Pada petang Kamis malam Jumat, Hanafi sudah datang ke asrama, disambut oleh Corrie yang mengganti pakaian sekolahnya pada malam itu dengan pakaian berpesta.” (halaman 116, paragraf 8)

-          Subuh

“Pada keesoka harinya, waktu subuh mereka sudah ada pula di stasiun.” (halaman 150, paragraf 2). 

-          Pagi

“Fajar menyingsing  di sebelahh timur, alamat matahari hendak naik.” (halaman 196, paragraf 1).

c.       Setting Suasana

Dalam novel “Salah Asuhan” suasananya perselisihan, kebahagiaan, kesedihan,  kecemasan, ironis, penuh emosi, sunyi. Seperti dalam kutipannya seperti berikut:

-          Perselisihan

“Aku tahu betul, bahwa aku hanyalah Bumiputra saja, Corrie! Janganlah kau ulang-ulang juga.” (halaman 3, paragraf 1).

-          Bahagia

“Oh, ruangan di dalam jantung Tuan Hanafi amat luas,”kata Corrie sambil tertawa,”buat menempatkan dua tiga orang perempuan saja masih berlapang-lapang.”

 (halaman 7, paragraf 4).

-          Kesedihan

“Yang sangat menyedihkan hati ibunya ialah karena bagi Hanafi segala orang yang tidak pandai bahasa Belanda, tidaklah masuk bilangan.” (halaman 25, paragraf 6).

-          Cemas

“Ibunya melihat keadaan serupa itu dengan kecemasan hati. Orang tua itu bukan tak arif, bahwa anaknya di dalam beberapa hari yang akhir ini berperangai luar biasa.” (halaman 53, paragraf 3).

-          Ironis

“Kesayangan Hanafi pada ibunya, belum seberapa; berlipat-lipat ganda kasih ibu kepada anak tunggal yang sudah tak berayah lagi itu. hanya sebab memikirkan nasib anaknya, maka Hanafi tetap meranda.” (halaman 53, paragraf 4).

-          Penuh emosi

“Sampai kering kerongkonganku memanggil si Buyung, seorangpun tidak menyahut!” kata Hanafi sambil membelakakan matanya kepada istrinya.” (halaman 83, paragraf 4).

-          Sunyi

“Sejurus lamanya tidak kedengaran sepatah jua; sepatah katapun tidak.” (halaman 88, paragraf 4).


Adapun setting yang terdapat dalam novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution yaitu:

a.       Setting tempat

-          Sekolah

“Saat itu, hari pertama masuk sekolah. Banyak anak-anak yang diantar oleh orang tuanya masing-masing.” (halaman 5, paragraf 3).

-          Rumah Shifa

“Pulang sekolahnya, Shifa masuk ke rumahnya dengan wajah berseri-seri.” (halaman 21, paragraf 1).

-          Kantor

“Adly melirik jam dinding di kantornya.”

(halaman 50, paragraf 1).

-          Pantai

“Anak-anak sedang asyiknya bermain di pantai.”

(halaman 66, paragraf 2).

-          Kamar

“Adly sendirian di kamarnya.” (halaman 157, paragraf 6).

b.      Setting waktu, karena alurya sentral, setting waktunya pun menceritakan ke masa selanjutnya, lebih jelasnya lagi seperti pada kutipan di bawah ini:

-          Minggu

“Bu Guru, Ayah Shifa datang hari Minggu ini.”

(halaman 8, paragraf 3).

-          Malam

“Hari yang dinantikan oleh  Shifa pun datang. Malam itu ia tidak bisa tenang.” (halaman 10, paragraf 2).

-          Pagi

“Adly melirik jam dinding di kantornya. Sudah menunjukkan pukul 10 pagi.” (halaman 59, paragraf 1).

“Pagi sayang” (halaman 125, paragraf 2).

c.       Setting Suasana

Setting suasana yang terdapat dalam novel “Cinta untuk Ayah” yaitu kegelisahan, kebahagiaan, kesedihan,  ketakutan. Seperti dalam kutipan di bawah ini: 

-          Gelisah

“Malam itu, ia tidak bisa tenang, menunggu hari Minggu esoknya. Berulang kali, ia menanyakan tantenya tentang ayahnya.” (halaman 10, paragraf 2).

-          Senang

“Shifa, ayah datang.” Tante lia berteriak senang, mengabarkan pada keponaknnya itu.” (halaman 13, paragraf 5).

“Ayaaah…!!” Shifa histeris menghambur ke pelukan ayahnya.” (halaman 13, paragraf 5).

-          Sedih

“Shifa menangis, ia berteriak-teriak, katanya ayahnya berbohong.” (halaman 25, paragraf 1).

“Shifa masih menangis sesenggukan di atas kasurnya. Bantalnya basah dipenuhi air mata.” (halaman 25, paragraf 2).

-          Ketakutan

“Ya Allah semoga mama Risa itu baik, tapi aku takut ya Allah.” (halaman 135, paragraf 2).

“Ayah… ayah aku sayang sama ayah. ayah dimana? Shifa takut, Ibu guru pucat sekali.” (halaman 169, paragraf 3).

f.       Sudut Pandang

Dalam novel “Salah Asuhan karya Abdoel Moeis dan novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution, menggunakan sudut pandang orang ketiga, karena pengarang menceritakan orang lain.

g.      Gaya Bahasa

Dalam novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis, gaya bahasanya menarik. Bahasanya bersastra membuat pembaca awam harus berulang kali membacanya agar dapat mengerti makna cerita tersebut.

Dalam novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution, gaya bahasanya lebih sederhana daripada sastra klasik, bahasanya mudah di mengerti karena novel modern yang saya analisis ini selain memberi amanat juga bersifat menghibur.

h.      Amanat

Amanat yang dapat diambil dari novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis yaitu kasih sayang seorang ibu tak kan ada batasnya, ia mencintai anaknya meskipun dalam keadaan salah. Sayangilah anak istri sesuai dengan syariat-Nya, karena penyesalan selalu datang terakhir. Sayangilah keluarga. Cintailah bangsa sendiri. Perjuangan mempertahankan cinta sejati sampai akhir nafas. Jangan mudah berburuk sangka, carilah kebenarannya diantara setiap kejadian.

Amanat yang dapat diambil dari novel “Cinta untuk Ayah” karya Rizki Maulani Nasution yaitu cintailah keluarga sebelum mereka tiada dan  bila cinta memanggilmu dengarkanlah dengan hati.

 


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

                              Novel “Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis bertemakan tentang perbedaan adat istiadat, antara bangsa Eropa dengan bangsa Pribumi sedangkan “Cinta untuk Ayah” tentang kepolosan putri kecil mencintai ayahnya.

Alur kedua novel ini alur sentral karena menceritakan kejadian ke masa selanjutnya.

Tokoh yang terdapat dalam novel “Salah Asuhan” yaitu: Hanafi, Corrie, Rapiah, Ibu Hanafi, Tuan Du Bussee, Syafei, Si Buyung, Nyonya Pension, Piet, Nyonya Van Dammen, dan Tuan Aministratur. Tokoh yang terdapat dalam novel “Cinta untuk Ayah” yaitu Shifa, Adly, Lia, Rahmat, Bu Maryam dan Risa. Tokoh sentral dalam kedua novel ini yaitu Hanafi, Corrie, Rapiah,  dan Ibu Hanafi (novel Salah Asuhan), sedangkan Shifa dan Adly (novel Cinta untuk Ayah).

Perwatakan dalam kedua novel ini yaitu Hanafi seorang anak yang durhaka, suami durhaka, Hanafi selalu berjuang untuk mendapatkan cinta sejatinya. Corrie, Rapiah dan ibu Hanafi berperan sebagai tokoh protagonis yang selalu sabar menghadapi sikap Hanafi. Sedangkan dalam novel Cinta untuk Ayah dominan peran protagonis karena menceritakan keluarga yang saling menyayangi.

Setting novel “Salah Asuhan”, setting tempat: Lapangan tenis, Minangkabau, Semarang, Surabaya, Probolinggo, Sukabumi dan Gang Pasar, setting waktu dari pagi hingga malam dan di hari-hari tertentu, seperti Minggu, setting suasananya ada kebahagiaan, kesedihan, dan perselisihan. Sedangkan dalam novel “Cinta untuk Ayah”, setting tempat: rumah, sekolah, pantai, setting waktu pagi hingga malam dan pada hari-hari tertentu seperti hari libur,  setting suasana: kesedihan, kebahagiaan.

 Sudut pandang dalam kedua tersebut yaitu menggunakan sudut pandang orang ketiga karena menceritakan orang lain.

Gaya Bahasa yang digunakan dalam novel “Salah Asuhan” menggunakan sastra sehingga pembaca awam harus membaca ulang agar bisa memahami maknanya karena tidak mudah dimengerti sedangkan dalam novel “Cinta untuk Ayah, menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti, karena novel tersebut hanya bersifat menghibur. 

Amanat yang dapat diambil dari kedua novel tersebut yaitu sayangilah keluarga, jaga dan rawatlah selama mereka masih ada karena penyesalan selalu datang di akhir.

 


DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Adisan.2012. Makalah Analisis Unsur Ekstrinsik dan Intrinsik dalam novel Orang-orang Proyek. Tersedia di http://Adisanjaya.wordpress.com/2012/07/22/makalah. Diakses tanggal 15 Oktober 2013.

Maharani, Arman. 2013.Bahasa Sastra dan Pendidikan. Tersedia di http://Armanmaharani.wordpress.com/2013/05/26/sastra. Diakses tanggal 15 Oktober 2013.   Melanie, Aulia. 2011. Analisis Novel Ayat-Ayat Cinta melalui Pendekatan Struktural. Tersedia di  http://ketikaungumerasukkalbu.blogspot.com/2011/11/analisis-novel-ayat-ayat-cinta-melalui.html. Diakses tanggal 15 Oktober 2013.

Winda. 2009. Kupukupuhati. Tersedia di  http://kupukupuhati.blogspot.com/2009/07/unsur-unsur-intrinsik.html. Diakses tanggal 10 November 2013.

 

Previous Post
Next Post

0 Comments: