BAB I
PENDAHULUAN
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur yang tersusun dari unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi.
Wordworst (dalam Pradopo, 2012 : 6) mempunyai gagasan bahwa puisi adalah peryataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangkankan. Adapun Auden (dalam Pradopo, 2012 : 6) mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur. Jadi, puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang berkesan.
Memahami atau menganalisis puisi pada hakikatnya adalah membaca kehidupan.Karena puisi dapat mencerminkan suatu corak kehidupan masyarakat pada suatu masa, dan mampu menjelaskan harkat dan martabat manusia secara utuh, serta berisikan masalah kehidupan yang universal. Dalam puisi Akan Menghuni Abad Ini Sajakah Kita karya Upita Agustine, penulis akan mencoba menganalisis puisi tersebut serta mengkaji dari unsur intrinsik dan ekstrinsik.
BAB II
PEMBAHASAN
Akan Menghuni Abad Ini Sajakah Kita
Akan menghuni abad ini sajakah kita?
Hidup dalam perubahan warna-warna
Bagaikan nyala lampu lampu di kapal nelayan
Tak bergerak memagari tepi lautan
Mengapung dalam warna senja
Mendatangkan sunyi demi sunyi
Akan kita tinggalkankah abad ini
Tanpa suatu titipan
Upita Agustine
Padang, 1967
Kutipan 1
Akan menghuni abad ini sajakah kita?,
Pada kutipan 1, penyair mengambarkan perasaan ketidakpuasaanya dengan kehidupan yang telah dilalui. Kata “abad” dalam KBBI ialah masa 100 tahun. masa yang sangat lama yang digambarkan oleh penyair sebagai perasaan ketidakpuasaanya telah hidup dalam waktu lama akan tetapi belum menemukan apa tujuan hidupnya.
Kutipan 2
Hidup dalam perubahan warna-warna
Pada kutipan 2, kata “perubahan warna-warna” mengambarkan bahwa hidupnya memang telah sesuai harapan. Memiliki banyak pengalaman yang berarti bagi hidupnya sendiri. Akan tetapi pada baris ketiga, dipertegas dengan perasaan bahwa hidup ini tidak memiliki makna terhadap kehidupan sekitar dan hanya menjadi orang biasa tanpa melakukan perubahan, seperti kata “bagaikan nyala lampu lampu di kapal nelayan”. Warna-warna kehidupan yang telah dilalui hanyalah sebatas “lampu lampu” nelayan yang hanya bisa dilihat dari kejauahan. Yang berarti bahwa kesuksesan hidup hanya penyair yang merasakan tanpa memberi perubahan terhadap lingkungan sekitar.
Kutipan 3
tak bergerak memagari tepi lautan
Pada kutipan 3, digambarkan bahwa dirinya sebenarnya mampu untuk memberi perubahan terhadap kehidupan sekitar dan membagi semua pengalaman-pengalaman hidup yang telah dilaluinya akan tetapi perasaannya yang telah merasa nyaman dengan kehidupan yang biasa tanpa memikirkan masalah yang lain membuat dirinya enggan untuk bergerak memberi perubahan.
Kutipan 4
Mengapung dalam warna senja,
Pada kutipan 4, kata “senja” bermakna cahaya sore hari, cahaya yang semakin gelap. dalam puisi ini kata senja bermakna waktu yang akan habis. Sisa waktu yang semakin menipis membuat penyair semakin merasa menyesal karena waktu yang banyak tersebut hanya habis untuk dirinya sendiri tanpa bermakna untuk orang lain.
Kutipan 5
Mendatangkan sunyi demi sunyi
Pada kutipan 5, penyair merasa semakin hari perasaan ketidakpuasan ini semakin berlarut larut.
Kutipan 6
Akan
kita tinggalkankah abad ini
Tanpa suatu titipan
Pada kutipan 6, perasaan ini pun terus berulang dirasakan dan semua sudah telambat bagi penyair karena sisa waktu yang tinggal sedikit.
A. Makna Puisi
Penyair berpesan bahwa hidup ini tidak ada arti bila kita hanya menjadi orang biasa-biasa saja tanpa melakukan perubahan bagi lingkungan sekitar. Manfaatkan hidup ini sebaik baiknya agar hidup bisa lebih bermakna bagi banyak orang. Makna dari puisi ini ialah kata “kita” disana penyair mencoba membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh penyair, menjadikan pembaca sebagai tokoh utama puisi dan ikut serta merasakan penyesalan, yang penyesalan tersebut menjadi pembelajaran bagi orang lain bahwa hidup ini tidak berati tanpa melakukan perubahan bagi kehidupan sekitar.
B. Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema atau idea atau gagasan dalah pokok persoalan yang dikemukakan suatu puisi. Tema ini menduduki tempat utama di dala puisi. Hanya ada satu tema utama di dalam satu puisi, walaupun puisi tersebut panjang atau sangat panjang. Tema puisi Akan Menghuni Abad Ini Sajakah Kita mengambarkan sosok seorang yang merasa hampa dengan hidupnya. Merasa bahwa hidup yang telah lama dilalui ternyata tidak menghasilkan makna bagi orang sekitar.
2. Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang digunakan dalam sebuah puisi. Dalam puisi, diksi yang diunakan bisa bermakna denotatif dan konotatif. Denotatif ialah makna sebenarnya atau makna yang memang sesuai dengan pengertian yang dikandung oleh kata tersebut. Sedangkan Konotafi ialah makna yang tidak sebenarnya atau makna kiasa atau makna tambahan. Dalam puisi Akan Menghuni Abad Ini Sajakah Kita ini, penyair memakai diksi konotatif. Seperti kutipan berikut :
Tak bergerak memagari tepi lautan
Pada kutipan tersebut bahwa kata memagari bermakna tidak bergerak atau hanya berdiri di tepi laut bukan pagar yang berada di tepi laut.
3. Perasaan
Perasaan ialah ungkapan atau ekspresi penyair yang dituangkan ke dalam puisinya. Rasa atau perasaan yang ada pada puisi dapat berupa rasa indah, senang, bahagia, sedih. Dalam puisi Akan Menghuni Abad Ini Sajakah Kita mengambarkan perasaan gelisah. Bisa dilihat dari kutipan berikut :
Mendatangkan sunyi demi sunyi
Pada kutipan ini jelas bahwa penyair merasa gelisah, tidak nyaman dengan keadaan hampa tanpa jalan hidup yang jelas.
4. Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat berhubungan dengan makna karya sastra. Makna bersifat kias, subjektif, dan umum. Makna berhubungan dengan individu, konsep seseorang dan situasi tempatpenyair mengimajinasikan puisinya. Amanat puisi Akan Menghuni Abad Ini Sajakah Kita ialah
- Berbuatlah hal yang bermanfaat untuk sekitar
- Jangan mementingkan diri sendiri
- Penyesalan tidak ada gunanya maka manfaatkan waktu yang ada
C. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik pada puisi meliputi unsur biografi, dan sosial
Pertama kali dikenal di bawah nama kepenyairan Upita Agustine, Raudha Thaib (lengkapnya Puti Reno Raudhatuljannah Thaib) sebenarnya bukan nama/wajah baru dalam kepenyairan Indonesia. Mulai menulis ejak berstatus mahasiswi, ia dikenal produktif sekali pada tahaun-tahun akhir dekade 1960-an dan pada dekade 1970-an.
Mengaku diam-diam terus menulis sajak-sajak tapi kurang getol mempublikasikannya, sebenarnya Raudha adalah penyair yang subur. Tapi dia tidak teliti menyimpan sajak-sajaknya. Puluhan sajak-sajak tahun-tahun pertamanya telah hilang, entah dipinjam teman tak kembali atau tercecer entah di mana.
Sajak-sajaknya dimuat di koran-koran yang terbit di Padang. Juga di majalah Horison, Jakarta. Juga telah dimuat dalam berbagai antologi, antara lain Laut Biru Langit Biru susunan Ayip Rosidi.
Upita Agustine – yang kini Raudha Thaib berkali-kali membacakan sajak-sajaknya dalam forum pertemuan Sastrawan Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Ia juga dikenal sebagai pelukis.
Raudha Thaib yang lahir tanggal 31 Agustus 1947 di Pagaruyung Batusangkar, adalah alumnus dan insyinyur pertanian Universitas Andalas. Ia adalah staf pengajar Fakultas Pertanian Unand. Pada pihak lain ia adalah seorang pewaris tahta kerajaan Minangkabau sebab ia adalah putri mahkota.
Bersama suaminya Wisran Hadi dan rekan-rekan lainnya ia memimpin Sanggar Bumi yang bergerak di bidang Teater, senirupa, sastra dan lain sebagainya. Sebagai orang teater ia juga dikenal sebagai pemegang peran dalam berbagai pertunjukan teater.”
Ini tambahan: buku puisinya antara lain Dua Warna (Padang, 1974, bersama Hamid Jabbar), Bianglala (INS Kayutanam, 1975), Terlupa dari Mimpi (Yayasan Studi Kreativitas Padang, 1986). Juga terdapat dalam Tonggak 3 (Gramedia, 1986). Ia adalah pimpinan Silek Tua Pagaruyung dan wirid adat di Istano Si Linduang Bulan.
Kumpulan puisi Nyanyian Anak Cucu, dibagi-bagi berdasarkan tahun penciptaan. Misalnya Sajak sajak 1967 (3 puisi), Sajak sajak 1968 (4 puisi), Sajak sajak 1969 (5 puisi), ….. Sajak sajak 1995 (1 puisi), Sajak sajak 1996 (2 puisi), Sajak sajak 1997 (7 puisi), Sajak sajak 1996 (3 puisi), dan terakhir Sajak sajak 1999 (2 puisi). Total ada 172 puisi. Tahun paling produktif 1978 (22 puisi), 1974 (18 puisi), dan 1975 (17 puisi). Yang paling tidak produktif berisi 1 puisi saja, yaitu tahun 1987, 1989, 1991, 1994, 1995. Ada juga tahun-tahun ketika tak satu puisi pun tercantum, yaitu 1979-1998. Dan di daftar isi cuma ditulis KELAHIRAN ANAK ANAKKU 1979-1984.
BAB III
KESIMPULAN
Puisi Akan Menghuni abad Ini Sajakah Kita karya Upita Agustine merupakan puisi yang sangat emosianal. Dimana di dalam puisi, penyair memakai diksi konotatif yang tepat sehingga mengambarkan suasana puisi yang emosional. Unsur pesan yang terkandung di dalam puisi sangat dalam dan luas, sehingga pembaca dapat menafsirkannya dalam berbagai sudut pandangan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustine, Upita. 2000. Nyanyian Anak Cucu. Bandung: Angkasa.
Pradopo, Rahmat Djiko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.