2020-10-17

Perbedaan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka Ke Dalam Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

PERBEDAAN NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA BUYA HAMKA KE DALAM FILM “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK”

 





Rinaldi S.
1510722022

Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Imu Budaya Universitas Andalas
E-mail:
rinaldi.ids@gmail.com

 

PENDAHULUAN

Saat ini begitu banyak karya sastra Indonesia yang menjadi cikal bakal terbentuknya sastra yang baru, segala sesuatu yang terlahir sebagai sebuah karya sastra berasal dari sebuah karya yang lain, yang menjadi motivasi dan inspirasi lahirnya karya sastra, baik mempengaruhi secara langsung ataupun secara tidak langsung. Seperti ungkapan “sastra lahir bukan dari alam kekosongan”. Begitu banyak hal yang bisa di amati bahwa sastra lahir bukan dari alam kekosongan, dalam sebuah karya ada karya lain yang mengisinya, atau yang menjadikan penciptaannya.  Begitu juga dalam hal transformasi film, memang berlainan bahasan namun tetap saja berkaitan, karena merupakan kajian dalam sastra perbandingan.

Transformasi sebuah kerya sastra misalnya dari sebuah puisi menjadi sebuah lagu, transformasi dari novel ke film, transormasi film ke novel, transformasi cerpen ke FTV. Seperti yang beberapadekade ini telah banyak sekali para sastrawan, senman dan sutradara yang bersinergi dalah hal transformasi karya sastra ini. Seperti karya-karya dari Habiburrahman ElShirazi yang begitu menarik perhatian para sutradara dan produser untuk membuat film dari novel-novelnya seperti novel Ayat-Ayat Cinta dengan judul film yang sama pula, Ketika Cinta Bertasbis dengan judul film yang sama, Cinta Suci Zahrana dengan judul film yang sama. Andrea Hirata dengan karya-karyanya yang menggugah semangat perjuangan seperti Laskar Pelangi yang difilmkan dengan judul Laskar Pelangi juga, Sang Pemimpi yang merupakan lanjutan seri dari Laskar Pelangi yang juga difilmkan dengan judul yang sama. Penulis wanita seperti Dewi Lestari dengan novelnya perahu Kertas yang difilmkan dengan judul yang sama, supernova dan lainnya. Film Bidadari-Bidadari Surga, Hafalan Sholat Delisa juga diangkat dari sebuah novel.

Bermacam-macam alasan mendasari proses transformasi dari novel ke film. Alasan-alasan tersebut antara lain karena sebuah novel sudah terkenal, sehingga masyarakat pada umumnya sudah tak asing lagi dengan cerita novel itu. Pada akhirnya, ketidakasingan tersebut mendukung aspek komersil. Alasan terakhir adalah  karena ide cerita novel dianggap bagus oleh masyarakat dan penulis skenario film. Munculnya fenomena pengadaptasian novel ke bentuk film merupakan perubahan substansi dari wacana yang memunculkan istilah ekranisasi. Ketika film ditayangkan, baik para penulis maupun para pembaca yang sudah terlebih dulu membaca novel tersebut merasa kecewa terhadap hasil film transformasinya. Novel merupakan karya yang rumit sehingga sering membutuhkan penyuntingan yang jauh lebih banyak.

Penulis mengambil novel karya Buya Hamka yang telah ditransformasi ke film yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dengan judul film yang sama dengan novelnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya BUYA HAMKA yang diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang, Jakarta pada tahun 1984, novel ini merupakan cetakan ke-16 terdiri dari 140 halaman. Dalam novel ini terdiri atas28 bab atau bagian. Novel ini merupakan ekspresi budaya dan tradisi minang, gaya bahasa yang digunakan pun masih merupakan gaya bahasa sesuai zaman dan tradisinya, namun novel ini telah dissesuaikan sesuai dengan ejaan yang disempurnakan, namun masih mengandung dialek Minangkabau.

Novel ini ditransformasi ke dalam film pada akhir tahun 2013, yang disutradarai oleh Sunil Soraya, produser Ram Soraya yang di produksi oleh Soraya Intercine Film, yang dirilis pada tahun 2014. Durasi film ini sepanjang 2 jam 34 menit 33 detik.

Hasil analisis dengan kajian ekranisasi untuk mengetahui penciutan/pengurangan, penambahan dan perubahan variasi. Berikut akan disajikan hasil analisis :

A.   Pengurangan

Novel yang terdiri dari 140 halaman tersebut dinikmati dalam beberapa puluh menit saja, jelas sangat banyak pemotongan dan pengurangan yang dilakukan oleh penggarap film tersebut. Pengurangan yang terdapat dalam transformasi novel Tenggalamnya Kapal Van Der Wijck ke dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diantaranya:

1.     Bagian yang dihilangkan dalam film adalah ketika kisah awal dimulai, ayah Zainuddin yaitu Pendekar Sutan berada di Batipuh, Minangkabau. Dalam film tidak dikisahkan perjalanan hidup ayahnya Zainuddin yang bergelar Pendekar Sutan, saat diasingkan ke Makasar dan dimasukkan kepenjara, hidup dalam penjara selama 12 tahun lamanya.

2.     Pendekar Sutan menikahi sorang keluarga keturunan terpandang dan terhormat di Makasar, dan hidup bersama dalam bahagia.

3.     Ibu Zainuddin yang meninggal saat ia masih kecil dan belum mengerti hidup, kemudian disusul dengan kematian ayahnya beberapa tahun setelahitu.

4.     Kisah Zainuddin dalam novel saat sampai di Batipuh mengalami berbagai penolakan yang ia terima sampai 6 bulan lamanya. Namun di dalam film tidak di hadirkan dengan jelas kesusahan dan kebosanan selama 6 bulan.

5.     Zainuddin menemui neneknya yang berada di sebuah surau keci di Batipuh, neneknyapun tidak menerimanya. Tetapi didalam film tidak dihadirkan.

6.     Hayati menulis surat untuk sahabatnya Khadijah yang berada di Padang Panjang menceritakan tetang pemuda yang ia cintai.

7.     Hayati menulis surat untuk sahabatnya Khadijah sebelum ia datang ke Padang Panjang untuk mengikuti acara pacuan kuda dan pasar keramaian.

8.     Hayati mengirim surat untuk Zainuddin dan ingin bertemu dengannya.

9.     Mamak Hayati yaitu engku Datuk memanggil Zainuddin dan memintanya untuk memutuskan hubungannya dengan Hayati dan segera meninggalkan Batipuh.

10.  Hayati menolak cintanya Zainuddin karena takut bermain cinta, ia lebih memilih bersahabat saja. Namun ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia mencintai Zainuddin dan mengakuinya.

11.  Dalam novel digambarkan keadaan Negeri Padang Panjang ketika masih menjadi pusat perdagangan dan perekonomian.

12.  Zainuddin diusir diacara pacuan kuda bersama penonton lainnya karena terlalu dekat dengan arene.

13.  Khadijah menasehati Hayati untuk berhenti mencintai pemuda kampong Zainuddin dan memilih suami yang lebih baik, lebih kaya dan lebih dalam segalanya,untuk masa depannya.

14.  Khadijah mengirimi Hayati surat sebelum utusan keluarganya datang melamar Hayati.

15.  Zainuddin menerima kabar dari Makasar bahwa pengasuhnya telah meninggal.

16.  Setelah menerima kabar meninggalnya Mak Base, pengasuhnya, Zainuddin pergi berkeliling Padang untuk menghilangkan penat dan duka.

17.  Khadijah mengirimi Zainuddin surat yang memberitahukan Hayati dan Aziz kakanya akan menikah.

18.  Hayati selalu mengirim surat untuk Khadijah saat sudah menikah dengan Aziz tetang sikap suaminya yang semakin berubah tidak seperti pertama menikah.

19.  Zainuddin bertemu dengan engku mamak Hayati di sawah saat berjalanjalan sore dan bertemu dengan Hayati yang mengantar makanan untuk mamaknya.

20.  Zainuddin mengalami demam dan panas dingin setelah bertemu dengan Hayati dan ia sadar dirinya telah terkena penyakit cinta.

B.    Penambahan

Tidak hanya banyak pemotongan atau pengurangan, dalam film tersebut juga tidak kalah banyaknya penambahan yang dilakukan oleh sutradara, diantaranya :

1.     Dialog Zainuddin bersama Mande Jamilah saat pertama sampai rumahnya. Zainuddin memperkenalkan diri dan menerangkan tujuannya untuk menetap di Batipuh.

2.     Ketika pertama kali melihat Hayati di atas Bendi saat Zainuddin berjalan-jalan bersama suami Mande Jamilah. Mereka berpandangan dan saling berpaut senyum.

3.     Penambahan dialog penjaga warung saat Zainuddin meminjamkan payung kepada Hayati.

4.     Zainuddin memberikan surat untuk Hayati saat berpapasan sepulang dari rumah teman mengaji. Hal itu dilihat oleh engku Datuk, mamak Hayati.

5.     Para tetua mengadukan hubungan Hayati kepad engku Datuk dan menyatakan keberatan mereka.

6.     Persiapan Zainuddin bertemu dengan Hayati di pacuan kuda dengan memotong rambut.

7.     Aziz memuji kecantikan Hayati saat tiba di rumah Khadijah.

8.     Zainuddin mengirim surat untuk hayati yang memintanya untuk tetap memakai pakaian kampungnya yang jauh lebih baik dari pakaian yang ia pakai saat di acara pacuan kuda, dan Zainuddin tidak begitu menyukainya.

9.     Ketika Zainuddin sampai di Jakarta bersama bang Muluk, begitu banayk hal yang mereka temui, melihat nono belanda yang cantik, melihat para buruh semir sepatu, dan melihat kapal Van Der Wijck di sebuah papan pengumuman besar di pinggir jalan.

C.    Perubahan

Terdapat juga perubahan variasi diantaranya

1.     Perubahan alur

Alur yang digunakan dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah alur maju, sedangkan dalam film menggunakan alur campuran, maju mundur, hal ini dapat dilihat di awal film dikisahkan ketika zainuddin sudah sukses menjadi seorang penulis, yang seharusnya di dalam novel dikisahkan dari awal ayah Zainuddin.

2.     Perubahan latar tempat

-        Perubahan latar tempat ketika Zainuddin membaca surat.

-        Tempat Zainuddin biasa menulis surat, menulis hikayat dan kisahkisah.

-        Hayati yang berada diruang tengah ketika Zainuddin di panggil oleh engku Datuk Mamaknya, namun dalam film Hayati baru pulang mengaji.

-        Hayati menemui Zainuddin di bukit tempat biasa menulis sebelum Zainuddin meninggalkan Batipuh, namun pada novel latar tempatnya adalah jalan pinggit sawah tempat Hayati menunggu Zainuddin.

-        Dalam novel dikisahkan Zainuddin sering mengasingkan diri dan menyendiri ke bukit, ke pinggir sungai Anai, dan semak-semak Anak. Namun saat ditemui dan dinasehati oleh bang Muluk, mereka berada di dalam kamar.

3. Perubahan ending atau akhir cerita

Dalam novel dikisahkan ketika Hayati pulang menaiki kapal Vad Der Wijck, kapal tersebut tenggelam dan membuatnya meninggal setelah tidak mampu dirawat. Sepeninggal Hayati, Zainuddin menguburnya di daerah yang dekat dengan rumahnya di Surabaya, ia datang setiap hari ke makam Hayati untuk menabur bunga, dan berdo. Ia hidup sendiri dan rapuh, sakit-sakitan, dan tidak terkenal seperti dulu, hingga akhirnya Zainuddin meninggal setahun kemudian dan meninggalkan seluruh harta warisan untuk bang Muluk, Daeng di Makasar, untuk Klub Anak makasar. Zainuddin meninggal setelah meyelesaikan karya terkhirnya yaitu kisah cintanya bersama Hayati hingga akhir hidupnya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.

Sedangkan di dalam film, kisah akhir dari Zainuddin setelah Hayati meninggal adalah bangkit kembali dari keterpurukan dan membangun sebuah panti asuhan yang diberi nama Rumah Yatim Piatu Hayati, dan menerbitkan karya terbarunya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Zainuddinpun tetap hidup bersama Hayati dalam karya-karyanya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1984. Tenggelamnya Kapal Van Der Wick. Jakarta:PT.Bulan Bintang.